oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Tidak ada satupun profesi yang disebutkan dalam alquran ataupun melalui lisan mulia nabi kecuali adalah sebagai seorang guru, pengajar, atau pendidik bahkan profesi ini menjadi profesi Rasulullah sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam teks sumber wahyu :
هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّـۧنَ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ
Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumu’ah, Ayat 2)
Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan sabda Nabi yang menerangkan bahwa nabi diutus sebagai seorang guru, pengajar.
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang memudahkan urusan”. (HR. Muslim. no. 2703)
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ الصَّوَّافُ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ الزِّبْرِقَانِ عَنْ بَكْرِ بْنِ خُنَيْسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ حُجَرِهِ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Hilal Ash Shawwafi berkata, telah menceritakan kepada kami Dawud bin Az Zibirqan dari Bakr bin Khunais dari Abdurrahman bin Ziyad dari Abdullah bin Yazid dari Abdullah bin ‘Amru ia berkata; Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke dalam masjid. Lalu beliau menjumpai dua halaqah, salah satunya sedang membaca Al Qur`an dan berdo’a kepada Allah, sedang yang lainnya melakukan proses belajar mengajar. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Masing-masing berada di atas kebaikan, mereka membaca Al Qur`an dan berdo`a kepada Allah, jika Allah menghendaki maka akan memberinya dan jika tidak menghendakinya maka tidak akan memberinya. Dan mereka sedang belajar, sementara diriku di utus sebagai pengajar, ” lalu beliau duduk bersama mereka (HR. Ibnu Majah. no. 225)
Rasulullah adalah teladan terbaik sepanjang sejarah manusia di muka bumi dalam hal pengajaran. Tidak ada satupun guru atau pengajar yang melebihi keagungan dan kemuliaan pengajarannya dibandingkan Rasulullah. Beliau adalah guru paling sempurna dan tidak memiliki cacat sedikitpun atas cara atau metode pengajaran dan materi pengajaran yang disampaikan kepada para murid didiknya. Hal ini disampaikan testimoni oleh sahabat Muawiyyah bin al Hakam dalam riwayatnya :
بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ
, “Ketika aku sedang shalat bersama-sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba ada seorang laki-laki dari suatu kaum bersin. Lalu aku mengucapkan, ‘Yarhamukallah (semoga Allah memberi Anda rahmat) ‘. Maka seluruh jamaah menujukan pandangannya kepadaku.” Aku berkata, “Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memelototiku?” Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Tetapi aku telah diam. Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai shalat, Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab), aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul dan tidak memakiku. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir dan membaca al-Qur’an.’ (HR. Muslim. no.836)
Keberhasilan pengajaran nabi sangat tampak dari perilaku para sahabat beliau yang sangat luar biasa dalam keyakinan, akhlaq, loyalitas, pengorbanan serta semangat dakwahnya. Sehingga disebutkan oleh Imam al Qarafi dalam kitabnya al Furuq sebagaimana ditulis pula oleh Abdul Fattah abu ghuddah dalam kitabnya Ar Rasuul al muta’allim bahwa dikatakan : ” Seandainya Rasulullah saw tidak memiliki mukjizat kecuali para sahabat beliau, niscaya hal ini sudah mencukupi untuk menetapkan kenabian beliau”.
Dalam mengajar kepada para sahabat, Rasulullah menggunakan banyak metode yang sangat indah, unik, paling baik dan paling berpengaruh bagi jiwa manusia, intinya metode Rasulullah sangat situasional sesuai dengan realitas yang dihadapi. Rasulullah dalam mengajar lebih mendahulukan keteladanan dengan adab, akhlaq dan perilaku budi pekerti. Beliau mengajarkan syariat secara bertahap kepada ummat, tidak berlebihan dalam mengajar agar ummat tidak merasa bosan, menyampaikan sesuatu dengan memperhatikan kapasitas masing-masing orang, bahkan terkadang Rasulullah menggunakan metode dialog dan tanya jawab dalam mengajarkan agama ini. Pada kesempatan lain terkadang menggunakan metode dialog dan pertimbangan logika atau pula metode analogi dan penyerupaan atau perumpamaan. Seperti saat menjelaskan tentang pentingnya persaudaraan dengan analogi bangunan ataupun tubuh. Serta memberikan perumpamaan teman yang baik dengan penjual minyak wangi, sementara teman yang buruk dengan tukang pandai besi.
Terkadang pula dalam pengajaran Rasulullah menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaannya atau bahkan memalingkan jawaban kepada selain pertanyaan yang ditanyakan. Seperti dalam sebuah riwayat:
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hari kiamat. Katanya; “Kapan terjadinya hari kiamat?”. Beliau balik bertanya kepada orang itu; “Apa y ang telah kami siapkanuntuk menghadaoinya?”. Orfang itu menjawab; “Tidak ada. Kecuali, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam”. Maka beliau berkata: “Kamu akan bersama orang yang kamu cintai”. Anas berkata; “Kami belum pernah bergembira atas sesuatu seperti gembiranya kami dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu: “Kamu akan bersama orang yang kamu cintai”. (HR. Bukhari. no. 3412)
Bahkan terkadang Rasulullah juga mewakilkan kepada sahabat dalam menjawab pertanyaan untuk melatihnya. Atau beliau kadang mendiamkan atas suatu peristiwa sebagai tanda persetujuannya. Bahkan Rasulullah menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk mengajarkan ilmu, termasuk pula menggunakan canda dan humor sebagai cara menyampaikan ilmu. Sebagaimana dalam hadits :
أَنَّ رَجُلًا اسْتَحْمَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي حَامِلُكَ عَلَى وَلَدِ النَّاقَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَلْ تَلِدُ الْإِبِلَ إِلَّا النُّوقُ
bahwasanya seorang laki-laki meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar ia diikutsertakan, maka beliau pun bersabda: “Aku akan mengikutsertakanmu dengan mengendarai anak unta.” Kemudian laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang dapat saya lakukan dengan anak unta?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “bukankah unta dewasa itu tiada lain juga dilahirkan oleh induknya?” (HR. Tirmidzi. no. 1914).
Terkadang Rasulullah swt untuk menegaskan akan pentingnya isi pernyataan beliau mengulanginya hingga tiga kali atau mengubah cara duduk dan posisi disertai pengulangan perkataan. Bahkan untuk membangkitkan perhatian pendengar maka Rasulullah mengulangi panggilan disertai penundaan isi panggilan dan terkadang pula dengan cara memegang tangan atau pundak lawan bicara.
Cara yang lain dalam memberikan pengajaran adalah dengan menyamarkan suatu perkara agar audiens terdorong untuk menemukannya sebagai motivasi kepadanya atau pencegahan darinya. Terkadang pula menglobalkan suatu perkara, lalu memerincinya agar lebih jelas dan lebih kuat untuk dihafalkan dan dipahami. Sebagaimana disaat ada iringan jenazah lewat, nabi memujinya dan mengatakan wajib baginya (3x) lalu ada iringan lagi maka nabi mencelanya san mengatakan wajib baginya (3x). Setelah itu Umar bertanya tentang persoalan itu, lalu nabi menjelaskan bahwa yang dipuji maka wajib baginya sorga, sementara yang dicela wajib baginya neraka.
Terkadang pula Rasulullah menggunakan metode pemberian nasihat dan peringatan atau pula metode targhib (motivasi) dan tarhib (ancaman). Atau menyampaikan pengajarannya juga dengan metode cerita dan berita orang-orang terdahulu. Bahkan pula menggunakan sindiran dan isyarat untuk hal-hal yang orang merasa malu terhadapnya. Hal ini khususnya yang terkait dengan suatu hal yang sensitif (misal masalah kewanitaan).
Bahkan terkadang Rasulullah juga menunjukkan kemarahan dan teguran keras untuk hal-hal prinsip dan menuntut kondisi yang demikian. Sebagaimana suatu ketika para sahabat sedang berdebat kusir tentang masalah taqdir.
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ نَتَنَازَعُ فِي الْقَدَرِ فَغَضِبَ حَتَّى احْمَرَّ وَجْهُهُ حَتَّى كَأَنَّمَا فُقِئَ فِي وَجْنَتَيْهِ الرُّمَّانُ فَقَالَ أَبِهَذَا أُمِرْتُمْ أَمْ بِهَذَا أُرْسِلْتُ إِلَيْكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حِينَ تَنَازَعُوا فِي هَذَا الْأَمْرِ عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ أَلَّا تَتَنَازَعُوا فِيهِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami sementara kami sedang berselisih dalam masalah takdir, kemudian beliau marah hingga wajahnya menjadi merah sampai seakan akan pipinya seperti buah delima yang dibelah, lalu beliau bertanya “Apakah kalian diperintahkan seperti ini atau apakah aku diutus kepada kalian untuk masalah ini? Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah lantaran perselisihan mereka dalam perkara ini. Karena itu, aku tekankan pada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah ini.” (HR. Tirmidzi no. 2059)
Betapa sempurnanya cara pengajaran Rasulullah kepada para sahabatnya sehingga mampu melahirkan para sahabat sebagai generasi terbaik sepanjang zaman. Namun pengajaran terbaik dari nabi adalah keteladanan perilakunya yang amat indah dan mulia. Akhlaq Rasulullah adalah puncak kebaikan, beliau adalah praktek sempurna dari akhlaq al quran. Keteladanan nabi inilah yang membuat sebuah perubahan radikal dari dalam diri yang pada awalnya kafir menjadi beriman. Karena memang sejatinya tindakan dan perilaku adalah cara yang paling efektif untuk menyampaikan suatu nilai kebenaran walaupun tanpa harus berkata-kata. Action speak louder than word.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen Fisip UB