Islam adalah agama toleran dan mengajarkan nilai-nilai toleransi yang tinggi dalam hubungan antar umat beragama dan umat manusia. Konsepsi toleransi dalam Islam terabadikan dalam banyak Firman Allah dan hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Toleransi (tasamuh) mengajarkan agar seseorang bersedia menghargai pemikiran orang lain dengan tetap konsisten pada pemikiran dan keyakinannya sendiri tanpa memaksakan kehendak dan pikirannya pada orang lain. Laa ikraaha fiddiin (tidak ada paksaan dalam memeluk agama). Bahkan dalam Islam terhadap mereka yang berbeda secara konsep aqidah atuu keyakinan, memberikan ruang selebar-lebarnya untuk memegang teguh agamanya, lakum diinukum waliya diin. Inilah prinsip penting konsep toleransi dalam islam.
Proses menghargai dan saling hormat-menghormati ini adalah berada dalam konteks hubungan dan interaksi kemanusiaan dan bukan dalam aspek akidah keyakinan. Sementara pada ranah keyakinan (aqidah), Islam secara tegas mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap yakin seyakin yakinnya tanpa ada ragu sedikitpun (fanatis) dan konsisten bahwa islam adalah yang telah sangat sempurna dan tidak ada seiikitpun celah kekurangan dan kelemahan. Sehingga Islam mampu menebarkan rahmat keselamatan bagi siapapun dan bangsa apapun di seluruh muka bumi. Sebagaimana firman Allah :
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah (hanyalah) Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali ‘Imran : 19)
Sebagai agama misi, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menyeru orang lain hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Namun islam juga mengajarkan bahwa dalam upaya mengajak pada islam, tidaklah boleh dilakukan dengan cara paksaan, kekerasan dan tipu daya. Bahkan islam mengajarkan dalam menyampaikan kebenaran, haruslah dilakukan dengan cara lemah lembut penuh hikmah dan penyampaian ( mau’idhah) yang baik atau berdiskusi dan berdebat dengan adab yang baik pula.
Konsepsi toleransi ini tidak hanya berwujud konsep-konsep nilai semata yang jauh dari kenyataan, namun telah menjadi contoh terbaik (best practice) sepanjang sejarah ummat manusia. Perhatikan bagaimana saat penaklukan al Quds, Yerussalem oleh sayyidina Umar ibn Khattab tanpa melalui peperangan, bahkan tercatat pula di sana pernah mengalami suasana kehidupan antar ummat beragama yang sangat damai ketika berada di bawah kekuasaan Islam.
Demikian pula saat islam masuk Eropa dan berkuasa selama lebih dari 700 tahun, umat beragama lain dapat hidup berdampingan dengan damai di sana. Namun pada saat kekuasaan islam jatuh, orang-orang kristen barat mengusir ummat Islam secara biadab, bahkan dilakukan pembunuhan secara sadis, genosida, razia dan pembakaran karya-karya intelektual ummat islam oleh tim inquisisi kristen.
Demikian pula pada saat islam masuk ke wilayah kekuasaan Persia dengan cara damai, bahkan ketika Qutaibah bin muslim menjabat gubernur khurasan, ia meluaskan kawasan muslim ke Bukhara, Samarqand hingga perbatasan Cina. Dan berinteraksi sangat baik penduduknya, Islam mendapatkan tempat terhormat hal ini tiada lain tentu karena islam datang dengan penuh toleransi tanpa kekerasan.
Demikian pula, toleransi Islam ini dapat kita lihat dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia, sekalipun dalam sidang PPKI telah disepakati bahwa 7 kata di dalam Pancasila yaitu ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya adalah menjadi satu kesatuan di dalam undang-undang Dasar 1945 namun pada petang hari tanggal 17 Agustus 1945, konon ada berita keberatan masyarakat Indonesia Timur yang disampaikan kepada PPKI jika tujuh kata tersebut masih dipertahankan mereka akan berpisah dari NKRI, sekalipun belum ada kejelasan sumber berita.
Bahkan dalam fakta sejarah membuktikan bahwa dimana kaum muslimin menjadi mayoritas maka di sana dapat dijumpai keadaan yang damai dan harmonis bagi kalangan non muslim yang minoritas. Namun tidaklah demikian di saat kaum muslimin menjadi kelompok minoritas di suatu wilayah tertentu, mereka berada dalam suasana diakriminatif. Hal ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran dan mampu membuktikan nilai toleransi itu di dalam realitas sesungguhnya yang tidak hanya sebagai sebuah wacana sebagaimana kalangan lain yang mewacanakan tentang toleransi dan demokrasi.
Namun anehnya, sebagian kalangan telah meletakkan doktrin toleransi sebagai sesuatu yang salah kaprah dan menjadikannya sebagai senjata untuk membunuh lawan politiknya atau semua orang yang berlawanan secara pemikiran (world view). Dengan cara menggiring untuk bersikap toleran terhadap agama, ideologi dan aliran sesat. Dengan sebuah argumen yang dibangun atas doktrin pluralisme agama yang melarang menganggap agama orang lain salah, agamanya sendiri paling benar. Mereka mencoba membangun persamaan dari sesuatu yang memang berbeda secara prinsip dan kemudian dipaksakan untuk tetap menerimanya, itulah yang sekarang mereka sebut dengan toleran. Namun anehnya mereka mendorong untuk tidak toleran terhadap sesama kelompok yang secara aqidah nyata-nyata sama. Inilah bahayanya konsepsi toleransi yang sedang di dengungkan oleh kalangan pluralisme liberal.
Mengutip kitab Naqd at Tasaamuh al Libraali (Kritik Terhadap Toleransi Liberal) karya Prof. Muhammad Ahmad Mufti yang menyebutkan toleransi liberal didasarkan pada tiga ide pokok yakni sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan; relativisme, yaitu paham yang memandang kebenaran suatu agama itu relatif (tidak mutlak benar) dan pluralisme, yaitu paham yang memandang kebenaran semua agama yang bermacam-macam.
“Sesungguhnya ketiga ide pokok paham tersebut semuanya batil dan bertentangan dengan Islam!”
Karena itu berhati-hatilah bagi kalangan ummat beragama apabila dengungan toleransi itu diarahkan pada penyamaan konsepsi aqidah sebab hal itu sejatinya sedang merusak konsepsi agama. Sebab menyamakan semua agama sama halnya dengan meniadakan agama.
Semoga Allah swt menyelamatkan diri kita dari kekacauan dan virus berpikir yang merusak ini karena kerusakan terberat adalah manakala keimanan itu diragukan. Semoga Allah melindungi kita dan terus membimbing ke jalan yang lurus. Aamiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar