Kanal24, Malang – Di tengah tren investasi yang makin kompleks, emas tetap menjadi pilihan klasik yang tak kehilangan daya tariknya. Di saat kripto, saham teknologi, dan instrumen lain berfluktuasi tajam, emas hadir sebagai simbol stabilitas. Bahkan, harga emas batangan Antam sempat menyentuh angka Rp 2.016.000 per gram, dengan harga pembelian kembali (buyback) tertinggi mencapai Rp 1.865.000 per gram. Namun, di balik daya tarik ini, masih banyak kesalahpahaman di kalangan masyarakat tentang cara berinvestasi emas yang tepat.
Perencana keuangan ternama, Safir Senduk, menilai bahwa minimnya edukasi menjadi akar masalah utama. Menurutnya, banyak masyarakat membeli emas karena ikut-ikutan, bukan berdasarkan pengetahuan yang memadai. “Ketika mendengar kata ’emas’, kebanyakan orang langsung membayangkan perhiasan seperti kalung, cincin, atau gelang. Padahal tidak semua perhiasan itu benar-benar emas,” ujar Safir, dikutip Rabu (25/6/2025).
Baca juga:
Dua Musim Haji 2027, Biaya Bisa Bengkak Hingga 42 Triliun

Safir menjelaskan bahwa logam mulia yang ideal untuk investasi adalah emas batangan, bukan perhiasan. Pasalnya, perhiasan mengandung ongkos pembuatan yang tinggi, dan nilainya langsung tergerus saat dijual kembali. “Semakin rumit desain perhiasan, semakin besar biaya produksinya. Tapi saat dijual, ongkos itu tidak dihitung lagi,” katanya.
Tak hanya itu, model perhiasan juga dipengaruhi tren. Apa yang dianggap menarik hari ini bisa jadi ketinggalan zaman beberapa tahun ke depan. Terlebih, kadar emas dalam perhiasan biasanya lebih rendah daripada emas batangan. “Kalau batangan, kadar emasnya bisa mencapai 99,99 persen, murni hampir seluruhnya. Sementara perhiasan umumnya jauh di bawah itu,” jelas Safir.
Emas Sebagai Penyimpan Nilai
Safir menekankan pentingnya memahami tujuan dari investasi emas. Apakah untuk dijual kembali ketika harga naik, atau untuk disimpan dalam jangka panjang sebagai pelindung nilai. Ia menyarankan pendekatan kedua. “Sebaiknya emas diperlakukan bukan sebagai alat cari untung jangka pendek, melainkan penyimpan kekayaan antargenerasi,” ucapnya.
Pendekatan ini memberikan keamanan di tengah gejolak ekonomi. Emas telah terbukti tahan terhadap inflasi dan krisis, menjadikannya semacam ‘jangkar stabilitas’ dalam dunia investasi yang penuh risiko.
Namun, masih ada kekeliruan yang sering terjadi: waktu pembelian. Banyak orang justru membeli emas saat harganya sedang tinggi karena takut ketinggalan tren. “Padahal seharusnya beli ketika harga turun, bukan saat sedang mahal-mahalnya. Sayangnya, orang cenderung panik dan ikut-ikutan,” kata Safir.
Strategi Beli Rutin Lebih Aman
Tak hanya soal waktu, cara membeli emas pun perlu diperhatikan. Safir menyarankan agar masyarakat membeli emas secara bertahap dan rutin, bukan sekaligus dalam jumlah besar. Strategi ini disebut lebih aman karena mampu meratakan harga beli. “Kalau kamu beli sekali banyak dan harganya turun, kamu langsung rugi besar. Tapi kalau beli rutin, kamu bisa average-in harga,” terangnya.
Lalu, di mana sebaiknya menyimpan emas? Ada dua opsi yang ia sarankan. Pertama, simpan di rumah dengan perlindungan ekstra seperti brankas tahan api. Kedua, sewa safe deposit box di bank untuk keamanan yang lebih tinggi. “Jangan cuma disimpan di laci atau lemari biasa, apalagi tanpa pengamanan tambahan,” imbuhnya.

Solusi Modern: Emas Digital
Di era teknologi, hadir pula inovasi baru berupa emas digital. Bentuk investasi ini memungkinkan seseorang membeli emas tanpa memegang fisiknya. Cukup lewat aplikasi, investor bisa memiliki emas yang tercatat secara digital, sangat cocok untuk Generasi Z dan Alpha yang menyukai efisiensi dan mobilitas tinggi.
Meski begitu, emas digital tetap memiliki basis fisik. “Di balik setiap gram emas digital yang dibeli, ada emas batangan sungguhan yang disimpan oleh penyedia layanan. Jadi bukan sekadar angka di layar,” ujar Safir.
Regulasi juga telah mengatur hal ini. Perusahaan penyedia emas digital diwajibkan memiliki cadangan emas fisik senilai transaksi yang mereka fasilitasi. Bahkan, emas digital bisa dikonversi menjadi emas fisik kapan pun dibutuhkan.
Baca juga:
Breakfast Rasa Spesial Sajikan Kuliner Jepang, Korea dan Tiongkok
Safir mengingatkan bahwa edukasi seputar emas digital masih minim. Banyak masyarakat belum paham bahwa investasi emas kini tak harus selalu berbentuk batangan yang disimpan di rumah. “Itulah pentingnya edukasi. Emas digital dijamin dengan emas batangan sungguhan, dan bisa dikonversi kapan saja,” tegasnya.
Emas memang bukan investasi yang menjanjikan keuntungan cepat. Tapi ia menawarkan sesuatu yang lebih penting: ketahanan nilai dan ketenangan batin. Dalam kondisi ekonomi yang tak menentu, logam mulia ini tetap bersinar. Dan bagi investor cerdas, pemilihan antara batangan dan perhiasan bisa jadi penentu arah finansial masa depan. (nid)