Kanal24 – Wacana peningkatan harga BBM Bersubsidi menguap di masyarakat. Hal ini karena pemerintah khawatir subsidi energi yang dianggarkan sejumlah Rp502,4 triliun akan melebihi batas. Di sisi lain, peningkatan harga akan melemahkan daya beli yang bermuara pada inflasi.
Rapat Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM (24/8/2022) mendesak pemerintah untuk menambah kuota bahan bakar minyak (BBM) tahun ini. Tak hanya itu, muncul desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Anggaran subsidi BBM membebani APBN tahun 2022.
Salah satu poin penting dari usulan penambahan kuota BBM ialah usulan penaikan jumlah kuota pertalite dari 23 juta kiloliter, menjadi 29 juta kiloliter. Untuk biosolar dari 14,9 juta menjadi 17,39 juta kiloliter. Jumlah ini diusulkan oleh Komisi VII DPR RI.
Rapat itu berjalan seiring dengan wacana peningkatan harga BBM bersubsidi untuk masyarakat. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS) memperkirakan jika konsumsi BBM yang masih tinggi dapat berpotensi habis sebelum tutup tahun. Bulan Oktober mendatang kuota Pertalite menipis dan Oktober-November kuota Solar akan habis.
Arifin Tasrif selaku menteri ESDM mengatakan bahwa pembahasan penambahan kuota BBM sedang digodok. Pemerintah juga sedang menyusun penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Kementerian ESDM terus berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk mencari skema yang pas dalam penyaluran subsidi BBM.
Di samping itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah masih mengevaluasi soal harga BBM. Untuk menaikkan atau mempertahankan harga. Ia berujar banyak pertimbangan sebelum keputusan diambil.
Kementrian akan membuat evaluasi dan perhitungan terlebih dahulu akan BBM ini. Setelah itu, hasilnya akan dilaporkan ke presiden. Evaluasi dan perhitungan dibahas secara matang meliputi beberapa kementrian seperti Kemenkeu, Kemenkop Perekonomian, dan Kementrian ESDM.
Wacana untuk kenaikan harga BBM bersubsidi masih menjadi buah bibir dalam beberapa hari terakhir. Kuota pertalite dan biosolar diperkirakan habis pada bulan Oktober 2022. Di sisi lain, anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2022, mencapai Rp502,4 triliun.
Hal ini cukup mengkhawatirkan karena APBN diprediksi tidak mampu menahan beban. Hal ini pun dibenarkan pula oleh Presiden Jokowi. Kementerian Keuangan memperhitungkan pemerintah harus menambah Rp198 triliun lagi jika harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan. Keseluruhan total anggaran subsidi tahun ini tembus Rp700 triliun.
Jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM, subsidi energi tidak akan mencapai pembengkakan. Akan tetapi, pemerintah harus melakukan kebijakan lain, yaitu memperbesar anggaran perlindungan sosial. Hal ini demi menjaga daya beli masyarakat akibat lonjakan harga BBM bersubsidi tersebut.
Bayang-bayang inflasi terus menghantui. Kenaikan harga BBM memicu inflasi di masyarakat. Ditambah daya beli yang menurun akibat hal ini. Harus adanya solusi-solusi yang ditawarkan, seperti menjaga daya beli BBM.
Sektor-sektor informal juga menjadi perhatian. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak secara langsung kepada mereka. Efek jangka panjang seperti kemiskinan dan pengangguran sangat menghantui pemerintah Indonesia.
Kenaikkan harga BBM dengan mengurangi subsidi sudah disetujui oleh beberapa anggota DPR. Sugeng Suparwoto selaku Ketua Komisi VII mengusung kenaikkan harga pertalite sebesar 30 persen sehingga dari harga awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter.
Pertimbangan untuk kenaikan subsidi BBM sangat beragam dan memiliki efeknya masing-masing. Pemerintah terus berkoordinasi dalam menentukan keputusan akan hal ini. Beberapa pertimbangannya seperti daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, dan inflasi. (raf/yos)