KANAL24, Malang – Era reformasi perpajakan saat ini, bukan hanya di Indonesia, seluruh negara berupaya memperbaiki pengawasan perpajakannya. Pengawasan perpajakan ini meliputi pembenahan basis data sebagai dasar pemantauan mengenai aktivitas wajib pajak.
Data merupakan tambang informasi yang pada saat ini sangat mudah didapatkan karena semakin mudahnya akses internet yang tersedia. Banyaknya data yang ada, harus mampu dimanajemen dengan baik. Namun, terdapat beberapa tantangan dalam menganalisis data yang dialami oleh data analytics baik di Indonesia maupun di negara lain.
Pada acara seminar nasional perpajakan 2020 yang digelar oleh Prodi S1 Perpajakan Universitas Brawijaya dengan tajuk Tax Data Analytics and Digital Transaction, Yan Hardyana salah satu narasumber mengatakan bahwa tantangan yang dialami oleh data analytics saat ini terkait masalah data yakni data yang ada tidak cukup, data tidak dalam bentuk yang dapat dianalisis, dan data yang ada membutuhkan manipulasi manual.
“Perusahaan ketika memiliki data yang tidak spesifik dan tidak cukup digunakan untuk keperluan perusahaan. Seringkali apa yang dibutuhkan oleh tim pemeriksa pajak dalam proses rekonsiliasi atau verifikasi atas pembayaran pajak, data yang tersimpan bisa berada dalam format2 yang berbeda-beda. Misalnya, ketika diminta merekonsiliasi antara penjualan dengan informasi faktur pajak yang sudah dilaporkan di SPT, seringkali kami menemukan bahwa informasi mengenai faktur pajak dan informasi mengenai invoice sale tidak diletakkan dalam basis data yang sama. Jadi harus ada proses manual lagi untuk membersihkan dan menyambungkan dan pastinya proses manual ini tidak efisien,” jelas Yan.
Selain itu, tantangan lainnya adalah struktur pajak dan data perpajakan yang kompleks, langkanya SDM yang memahami pajak dan data analytics, struktur pajak dan data perpajakan yang kompleks, serta tax software yang ada saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan analisis.
“Tax software di pasaran lebih untuk proses penghitungan atau pelaporan. Sering kali tax software ini tidak bisa menghasilkan data yang cukup untuk melakukan analisis. Berdasarkan riset kami ternyata hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan memang telah menjadi di negara lain,”tutupnya. (Meg)