oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Dalam pandangan teologis bahwa setiap orang memang haruslah berdamai dengan bencana, yaitu dalam pengertian menerima bencana dengan penuh kesabaran dan ketawakkalan. Bahkan seseorang dilarang untuk menolak bencana, karena bencana adalah ketetapan Allah, taqdir yang telah ditetapkan dari Allah swt. Hal ini adalah bagian dari keyakinan yang harus terinternalisasi dalam diri seorang yang beriman. Karena itulah diajarkan bahwa setiap menghadapi bencana maka segera kembalikan kepada Allah swt dengan mengucapkan kalimat, “Innaa lillaahi wainna ilaihi roojiuun”. Berarti kita mengembalikan semua urusan kepada Allah yang menetapkan segala realitas, seraya meyakini bahwa segala realitas yang terjadi pasti berada di dalam sifat kasih sayangNya. Artinya bahwa apa yang terjadi adalah yang terbaik untuk manusia.
Dengan cara pandang yang demikian maka seburuk apapun peristiwa, seperti bencana ataupun wabah yang menimpa diri kita, tentu haruslah di terima dengan penuh kesabaran dan ketawakalan. Yaitu suasana hati yang berada dalam penerimaan dan ketenangan atas segala realitas apapun yang terjadi. Menerima keadaan dengan hati yang terbuka akan mampu menciptakan suasana tenang dalam pikiran dan perasaan. Suasana yang demikian akan menjadikan kedamaian dalam hidup. Inilah yang disebut berdamai dengan bencana. Intinya adalah keadaan hati yang tenang. Ketenangan ini akan diperoleh manakala selalu mengingat (berdzikir) pada Allah swt atas segala peristiwa yang terjadi. Alaa bidzikrillahi tadhmainnul qulub, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.
Seseorang yang akan dapat berdamai dengan bencana manakala berhusnudhan, berpositif thinking terhadap segala peristiwa seburuk apapun yang terjadi pada dirinya. Seraya meyakini bahwa setiap peristiwa yang terjadi pasti setelah ditakar sesuai dengan kapasitas dirinya, dan Allah tidak mungkin keliru di dalam menetapkan keputusanNya, termasuk peristiwa bencana yang terburuk sekalipun. Serta dengan suatu keyakinan bahwa dalam setiap bencana pasti selalu ada kisah indah, ada kemudahan, ada hikmah, yang Allah titipkan pada semua realitas itu. Seseorang akan mudah mengambil hikmah atas setiap peristiwa, manakala berfikir positif atas kejadian tersebut.
Kemampuan seseorang di dalam mencari dan menemukan hikmah dalam setiap peristiwa yang terjadi, akan mendorong munculnya energi positif dalam setiap diri manusia. Hal inilah yang akan menjadi modal utama untuk menghasilkan berbagai karya produktivitas sekalipun dalam suasana penuh keprihatinan bencana. Menjadi manusia produktif di saat semua orang dalam keadaan galau, penuh kekhawatiran, dan tidak menentu sebab suatu bencana adalah sebuah pilihan cerdas yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu yang berpikir positif. Bagi orang-orang yang demikian, setiap realitas apapun adalah sebuah momentum untuk melakukan hal-hal berbeda dan memulai suatu kebaikan.
Sebagaimana yang dipahami oleh kebanyakan orang bahwa masa pandemi adalah sebagai suatu keadaan yang menuntut mereka untuk menghentikan sementara aktivitas di luar rumah dan bekerja dari rumah (work from home), bahkan pada sebagian yang lain menghentikan total seluruh aktivitas dirinya dengan suatu alasan adanya protokol kesehatan yang melarang semua orang untuk melakukan aktivitas di luar rumah dalam rangka mencegah wabah pandemik. Orang yang demikian hanya akan menjadikan masa pandemi sebagai jalan kematian produktivitas bagi dirinya.
Seseorang yang berdamai dengan bencana akan menjadikan seluruh aktivitas hidupnya selayaknya dalam keadaan normal tanpa bencana, yang dilaluinya dengan penuh kesabaran dalam mewujudkan produktivitas dan bertawakal dalam menghasilkan karya, serta menjadikannya momentum perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara yang berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masa bencana yang berkepanjangan adalah momentum untuk membangun kebiasaan hidup baru dan strategi-strategi baru dalam menghasilkan produktivitas. Suatu momentum untuk merubah tantangan sebagai sebuah peluang baru untuk menerapkan cara-cara baru dalam pencapaian sasaran dan target-target hidup yang telah dirancang sebelumnya. Inilah kiranya orang-orang pilihan yang dimaksudkan dalam firman Allah :
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk, Ayat 2)
Marilah kita menjadi manusia-manusia yang mampu berdamai dengan bencana dengan merubah cara pandang (mindset) dari reaktif menjadi proaktif dalam menyikapi bencana. Saat ini pilihan ada di tangan kita. Apakah akan terus berkeluh-kesah atas bencana dan suasana pandemi ?, ataukah akan merubah keadaan dengan jalan yang lebih kreatif. Lebih baik menyalakan lilin, daripada terus menerus mengutuk kegelapan. This is the time !.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB