Islam adalah agama yang dalam seluruh ajarannya adalah mengajarkan tentang kelembutan, kasih sayang, kesantunan, kepedulian bahkan sekalipun islam berbicara tentang perang sekalipun haruslah tetap dilakukan dengan cara yang baik dan penuh kasih sayang. Sebagaimana di jelaskan dalam firman oleh Allah swt dan hadist nabi.
.. وَلَوۡلَا دَفۡعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعۡضَهُم بِبَعۡضٖ لَّهُدِّمَتۡ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٞ وَصَلَوَٰتٞ وَمَسَٰجِدُ يُذۡكَرُ فِيهَا ٱسۡمُ ٱللَّهِ كَثِيرٗاۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
.. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) seba-gian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-mas-jid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan meno-long orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Ma-haperkasa. (QS. Al-Hajj : 40)
Dalam hadist nabi memberikan arahan tentang perlunya tetap menjunjung akhlaq dalam berperang :
اغْزُوا بِاسْمِ اللهِ فِي سَبِيلِ اللهِ، قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ، اغْزُوا وَلاَ تَغُلُّوا، وَلاَ تَغْدِرُوا، وَلاَ تُـمَثِّلوا، وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا، أَوِ امْرَأَةً، وَلا كَبِيرًا فَانِيًا، وَلا مُنْعَزِلاً بِصَوْمَعَةٍ
“Berperanglah dengan menyebut nama Allah dan di jalan Allah. Perangilah mereka yang kufur kepada Allah. Berperanglah, jangan kalian berlebihan (dalam membunuh). Jangan kalian lari dari medan perang, jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang sepuh, dan rahib di tempat ibadahnya.” (HR. Muslim 1731, Abu Dawud 2613, at-Tirmidzi 1408, dan al-Baihaqi 17935).
Sahabat Rasulullah pun, Abu Bakar ash shiddiq pun memberikan arahan pada pasukannya saat akan berangkat ke Syam :
وَلا تُغْرِقُنَّ نَخْلاً وَلا تَحْرِقُنَّهَا، وَلا تَعْقِرُوا بَهِيمَةً، وَلا شَجَرَةً تُثْمِرُ، وَلا تَهْدِمُوا بَيْعَةً
“Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan,…” (Riwayat al-Baihaqi)
Dari berbagai dalil tersebut diatas menunjukkan bahwa islam sangat mengutamakan akhlaq dan sikap penuh kasih sayang dalam segala hal tindakan apapun sekalipun dalam suasana perang. Hal ini membuktikan bahwa islam adalah agama kaaih sayang yang lebih mengutamakan kelembutan dan akhlaq mulia. Sehingga suatu cara pandang yang salah manakala ada orang yang menilai bahwa islam adalah sumber dari kekerasan.
Namun tidak dipungkiri pula bahwa ada sebagian dari tubuh ummat islam ini yang memiliki ideologi kekerasan. Kelompok ini memahami bahwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam memperjuangkan islam itu haruslah dicapai dengan cara-cara kekerasan, teror seperti membunuh ataupun melakukan bom bunuh diri. Mereka adalah orang-orang yang kurang bersabar dalam memperjuangkan agama ini. Sebuah niat mulia haruslah dilakukan dengan cara yang baik, penuh kesabaran dan kelembutan dalam bingkai nilai-nilai ketaqwaan. Sebagaimana ajaran islam dalam alquran :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. ( Ali ‘Imran, : 200)
Seseorang yang berjuang di jalan Allah memperjuangkan tegaknya islam di muka bumi haruslah melipatgandakan kesabarannya sekalipun tetap harus menjaga terus semangat perjuangannya serta terus memperbaharui niat ikhlasnya. Sehingga jangan sampai niat kebaikan berjuang di jalan Allah swt tercampuri dengan hawa nafsu yang kemudian bersimpuh di hadapan godaan syetan yang membisikkan ketergesa-gesaan hingga menghilangkan kesabaran kemudian menggantikannya dengan kebencian.
Patutlah bagi para pejuang Islam merenungkan kisah sejarah disaat Rasulullah saw murka kepada Usamah bin Zaid ketika mendapatkan laporan bahwa usamah tetap membunuh orang yang sudah mengatakan la Ilaha illallah di saat dalam peperangan. Sedangkan Usamah berargumen bahwa dia membunuhnya karena menyangka orang itu melafalkan kalimat tauhid tersebut hanya untuk menyelamatkan diri. Namun Nabi menyalahkan Usamah dan berkali-kali mengatakan, “Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengatakan la Ilaha illallah?” (HR. al-Bukhari). Hal ini menandakan bahwa Nabi ingin mengajarkan kepada ummatnya tentang pentingnya kasih sayang, pengampunan dan lurusnya niat sekalipun dalam peperangan menegakkan kalimat Allah swt. Yaitu agar apa yang diperjuangkan pada awalnya sebuah kebaikan untuk jihad karena Allah swt lalu kemudian bercampur dengan kebencian sebab hawa nafsu dan bukan atas dasar karena Allah swt.
Patutlah disadari bahwa ideologi kekerasan hanya akan melahirkan bias (penyelewengan makna yang dipenuhi prasangka subjektif) atas agama ini khususnya bagi kaum munafiqin yang di dalam hatinya ada penyakit yang selama ini mengikuti dan mengamini propaganda musuh serta kaum kafir yang selama ini memang tidak suka dan tidak rela jika islam mendapatkan tempat di hati masyarakat dan bangsa. Ideologi kekerasan yang diwujudkan dengan tindakan-tindakan teror tidaklah memiliki tempat dalam pemahaman agama ini terlebih di negeri kaum muslimin. Seorang muslim dalam keadaan apapun pemimpin negerinya tetaplah harus menunjukkan akhlaq mulia sebagai agama rahmad dengan seraya terus berjuang dan melipatkangandakan kesabarannya sambil mendoakan agar Allah swt membukakan pintu rahmadNya. Terlebih dalam realitas akhir zaman yang dipenuhi dengan fitnah.
Tindakan kekerasan hanya akan menjadikan kaum munafiq semakin melipatgandakan kemunafiqannya dengan melecehkan ajaran-ajaran murni islam yang damai ini dan akan menemukan justifikasinya bahwa ada sebagian dalam nilai-nilai islam itu yang menjadi sumber kekerasan dan penyebab ketidakdamaian dalam kehidupan, seperti konsep jihad, daulah atau khilafah sebagai bentuk institusionalisasi islam dan sebagainya yang menjadi pemicu munculnya sikap radikal atau radikalisme, terorisme dan fundamentalisme. Sehingga kaum munafiq akan bersatupadu dalam gerak dan opini untuk memojokkan islam yang lurus dengan menyerukan semakin penting dsn mendesaknya upaya pemberantasan radikalisme dengan kriteria yang telah mereka rancang (yaitu semua orang yang menyuarakan konsep jihad dan institusionalisasi islam) serta kemudian mereka bengkokkan untuk menjustifikasi tentang pentingnya ideologi liberalisme islam, sekularisme islam, pluralisme islam dan toleransi islam sebagaimana yang mereka rancang yaitu berupa penerimaan kebenaran atas konsepsi agama lain dan permisifitas atas kemungkaran, yang sejatinya hal demikian adalah upaya mencampur adukkan al haq dan al bathil, sehingga lemahlah pemikiran islam dan ummat semakin menjauh dari wajah islam yang murni dan lurus. Inilah yang saya sebut dengan bias radikalisme.
Untuk itu senyogyanya setiap pejuang islam haruslah berhati-hati dalam melakukan langkah dakwahnya agar apapun tindakan yang dilakukan tidak menjadikan kontra produktif atas perjuangan islam. Alih-alih menjadikan islam semakin berkibar dan jaya namun sebaliknya semakin sulit dalam menebarkan kebaikan nilai rahmatan lil alamin dan bahkan membuat citra islam yang selama ini dikonstruksi buruk oleh kalangan musuh-musuh islam yang diamini oleh para proxy nya (kalangan kaum munafiqin) akan seakan menemukan justifikasinya. Sehingga membuat saudara muslim lainnya yang mereka dakwah dengan penuh kesantunan dalam bingkai nilai islam yang lurus akan menjadi korban fitnah dari mereka yang di dalam hatinya ada penyalit yang tidak menginginkan islam berkembang secara kaffah dalam kehidupan.
Bias radikalisme ini sangat mungkin terjadi mengingat kalangan yang memusuhi islam tidak rela selamanya atas agama ini hingga ummat islam benar-benar mengikuti jejak langkah mereka dalam segala hal dan mereka dengan segala upaya berusaha untuk memadamkan cahaya Allah swt dengan menyebarkan beragam fitnah bagi ummat ini, sekalipun Allah swt akan tetap menyempurnakan agamanya melalui caraNya yang begitu sempurna. Sebagaimana di Firmankan oleh Allah swt :
وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ قُلۡ إِنَّ هُدَى ٱللَّهِ هُوَ ٱلۡهُدَىٰۗ وَلَئِنِ ٱتَّبَعۡتَ أَهۡوَآءَهُم بَعۡدَ ٱلَّذِي جَآءَكَ مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن وَلِيّٖ وَلَا نَصِيرٍ
Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah. (QS. Al-Baqarah : 120)
يُرِيدُونَ لِيُطۡفِـُٔواْ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفۡوَٰهِهِمۡ وَٱللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَٰفِرُونَ
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. ( QS. Ash-Shaf : 8)
Semoga diri kita selalu mendapatkan bimbingan dari Allah swt dan tetap istiqomah di jalanNya yang lurus serta semoga diselamatkan dari fitnah akhir zaman yang semakin memburuk. Semoga Allah swt meridhoi langkah dakwah ini. Aamiiinnn…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar