KANAL24, Jakarta – Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ) memastikan kasus yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak akan berdampak pada iklim investasi di Indonesia. Kasus Jiwasraya dikategorikan tindak kriminal yang dilakukan oleh oknum di lingkup perusahaan.
“Iklim investasi sepenuhnya dikelola oleh negara dan pemerintahan yang cakupannya jauh lebih besar dan luas, sedangkan investasi Jiwasaraya hanya oleh entitas perusahaan (enterprise). Pengelolaan negara saat ini sangat prudent. Sedangkan di Jiwasaraya ada praktik yang tidak prudent secara mikro. Jadi, terlalu jauh bila dikaitkan dengan iklim investasi,” kata Kepala BKPM , Bahlil Lahadalia dalam keterangan persnya, Kamis (9/1/2020).
Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary Marimbo menambahkan, bahwa investasi di Asuransi Jiwasaraya masuk dalam kategori industri asuransi dan keuangan. Menurutnya, kasus ini pun tidak berdampak sistemik terhadap industri asuransi.
Sedangkan BKPM mengelola investasi di sektor riil dan secara langsung ( direct investment ), baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ). “Jadi risikonya langsung dikontrol oleh yang punya modal. Berbeda dengan investasi di asuransi, pasar modal dan keuangan, serta obligasi,” ucap Rizal.
Untuk dikategorikan sebagai kasus yang bisa mengganggu iklim investasi, kasus Jiwasraya harus punya daya ganggu sistemik baik ke situasi moneter, keuangan, maupun pengelolaan makro ekonomi nasional. Faktanya, pengelolaan makro, keuangan dan situasi moneter Indonesia sangat bagus.
Bahkan Kepala BKPM berkali-kali menegaskan meski tengah digoncang oleh situasi global, daya tarik investasi Indonesia masih sangat besar.
“Saat ini ada sekitar Rp708 triliun investasi yang pipelined atau siap masuk atau menanti realisasi dan eksekusi lebih lanjut,” ucap Rizal.
BKPM menegaskan bahwa saat ini iklim investasi Indonesia semakin membaik. Kepercayaan investor dan pengusaha akhir-akhir ini semakin meningkat menyusul sejumlah gebrakan kebijakan pemerintah.
Terbitnya sentralisasi kewenangan perizinan di BKPM melalui Inpres No.7 Tahun 2019, Omnibus Law, dan kepemimpinan kolektif pemerintah yang kuat terkait investasi menimbulkan harapan baru bahwa investasi nasional akan berlari semakin kencang ke depan sebab pemerintah secara serius menyelesaikan hambatan domestik ( domestic bottleneck ).
“Untuk peringkat kemudahan memulai bisnis di Indonesia dalam lima tahun ke depan ditargetkan masuk ke dalam 50 besar dunia dengan daya cipta lapangan kerja sebesar-besarnya,” ujar Rizal. (sdk)