Kanal24, Malang – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada Juli 2024 mencapai US$22,21 miliar, mengalami peningkatan sebesar 6,55 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, Juni 2024. Secara tahunan, nilai ekspor ini juga mencatatkan kenaikan sebesar 6,46 persen dibandingkan Juli 2023.
Plt. Kepala BPS, Amalia A. Widyasanti, menyatakan bahwa peningkatan ini menunjukkan adanya ketahanan sektor ekspor Indonesia di tengah dinamika harga komoditas global yang beragam. “Kenaikan ekspor ini didorong oleh peningkatan harga beberapa komoditas utama, terutama di sektor energi dan logam mulia, meskipun kita juga menghadapi tantangan dengan penurunan harga di sektor pertanian dan logam mineral,” ujar Amalia.
Pada Juli 2024, harga komoditas di pasar internasional bervariasi. Beberapa komoditas pertanian dan logam mineral mengalami penurunan harga, sementara harga energi, terutama minyak mentah, menunjukkan tren peningkatan. Harga logam mulia, terutama emas, juga mengalami kenaikan signifikan. Kondisi ini terjadi bersamaan dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok (49,8), Amerika Serikat (49,6), dan Jepang (49,1) yang berada di zona kontraksi. Sementara itu, India tetap menunjukkan ekspansi dengan PMI sebesar 58,1.
Ekspor nonmigas Indonesia pada Juli 2024 tercatat mencapai US$20,79 miliar, meningkat 5,98 persen dibandingkan dengan Juni 2024, serta naik 5,87 persen dibandingkan dengan Juli 2023. Namun, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia dari Januari hingga Juli 2024 mengalami penurunan sebesar 1,47 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan total nilai mencapai US$147,30 miliar. Penurunan ini sejalan dengan penurunan ekspor nonmigas yang mencapai US$137,98 miliar, atau turun 1,75 persen.
Dari sepuluh komoditas nonmigas utama yang diekspor pada Juli 2024, sebagian besar mengalami peningkatan nilai. Peningkatan terbesar terjadi pada bijih logam, terak, dan abu dengan nilai sebesar US$691,2 juta, atau naik 3.973,44 persen. Namun, ada juga komoditas yang mengalami penurunan, seperti lemak dan minyak hewani/nabati yang turun sebesar US$770,2 juta, atau 28,58 persen.
Jika dilihat dari sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan dari Januari hingga Juli 2024 meningkat 1,01 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan juga mencatatkan kenaikan sebesar 10,55 persen, sementara ekspor hasil pertambangan dan lainnya mengalami penurunan sebesar 12,35 persen.
Dari sisi tujuan ekspor, Tiongkok menjadi negara tujuan utama dengan nilai ekspor mencapai US$4,82 miliar pada Juli 2024, diikuti oleh Amerika Serikat dengan US$2,15 miliar dan Jepang dengan US$1,78 miliar. Ketiga negara ini memberikan kontribusi sebesar 42,11 persen terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Sementara itu, ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$3,71 miliar dan US$1,44 miliar.
Menurut provinsi asal barang, Jawa Barat menjadi penyumbang ekspor terbesar pada Januari hingga Juli 2024 dengan nilai sebesar US$21,32 miliar, atau 14,47 persen dari total ekspor nasional, diikuti oleh Kalimantan Timur dengan US$14,70 miliar (9,98 persen) dan Jawa Timur dengan US$14,59 miliar (9,91 persen).(din)