Al insaan ‘abdul ihsaan. Manusia adalah hamba kebaikan. Demikian sebuah pernyataan drri sayyidina Ali. Setiap kita akan mudah tunduk kepada siapapun yang bersikap dan berlaku baik pada diri kita atas apapun bentuk kebaikannya. Karena kebaikan adalah fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah al muyuul ilal khair, kecenderungan kepada kebaikan. Setiap manusia terlahir untuk cenderung berbuat baik. Bahkan saat seseorang melakukan kejelekan dan keburukan maka mekanisme kontrol dirinya akan memberikan alarm peringatan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan fitrah kebaikan sehingga timbullah rasa gelisah, ragu dan takut yang membuat dirinya bersikap sembunyi-sembunyi dalam melakukan keburukan itu.
Kebaikan telah melekat dalam diri manusia sejak lahir bahkan jauh saat manusia masih berupa daging berwujud yang kemudian ditiupkannya ruh ciptaan Allah. Saat itulah teresonansi dan menyatu kebaikan Tuhan berupa sifat-sifat baiknya (al asmaa al husna) dalam diri ciptaannya. Salah satunya sifat kasih sayang, santun, hormat dll yang merupakan manifestasi sifat Allah arrahmaan arrahiim. Sehingga perintah untuk menjaga pontesi kebaikan antar sesama manusia terkait dengan hubungan ketuhanan. Sebagaimana Firman Allah swt,
۞وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri, (QS. An-Nisa’ : 36)
Manakala seseorang selalu berbuat baik pada orang lain maka sebenarnya dirinya sedang menyentuh fitrah insaniyah (kemanusiaan) yang menjadi potensi dasar setiap manusia sehingga hal demikian sama halnya dengan memenuhi kebutuhan mendasar manusia yang menjadikan manusia merasa nyaman, dekat, dan menjadi bagian yang membuatnya perlu merasa terikat dan menghamba dengan orang yang berbuat kebaikan terhadap dirinya.
وَإِذَا حُيِّيتُم بِتَحِيَّةٖ فَحَيُّواْ بِأَحۡسَنَ مِنۡهَآ أَوۡ رُدُّوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ حَسِيبًا
Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An-Nisa’ : 86)
Memang selayaknya-lah sebuah perbuatan baik harus berbalas kebaikan pula. Karena hati akan berbalas hati, perhatian berbalas kasih sayang, dan kepedulian akan berbalas penghormatan, ketulusan berbalas pengorbanan. Hanya orang yang tidak berbudi saja yang tidak mengenal balas budi. Karena itu, kerjakanlah kebaikan sekecil apapun dan jangan remehkan karena tidak-lah sebush kebaikan yang besar akan bernilai kecuali dengan ikhlas dan tidaklah kebaikan kecil akan diterima kecuali dengan kesungguhan.
عنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ .
Artinya: “Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jangan kamu sekali-kali meremehkan dari kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya) kamu bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum.” HR. Muslim.
Menyepelekan kebaikan ibarat membuat permata emas sekalipun kecil sementara harganya melebihi sebongkah batu besar. Karena itu setiap insan perlu meniatkan kebaikan sekecil dan seremeh apapun pada siapa saja, kemudian buktikanlah bahwa kebaikan itu akan berbuah kebaikan pula. Mungkin bisa jadi bukan kita-lah yang akan memetik buah dari kebaikan yang kita lakukan, boleh jadi yang memetiknya adalah anak cucu kita. Sehingga menjadikan mereka termudahkan segala urusan dan memiliki derajat tinggi disisi kemanusiaan.
Perhatikan bagaimana kebaikan sikap nabi sekalipun terhadap orang lain. Tersebutlah dalam sebuah kisah bahwa seorang pembesar dari kabilah Hunaifiyyah bernama Sammamah, yang telah banyak membunuhi kaum muslimin, berhasil ditangkap oleh kaum muslimin. Namun sebelum dijadikan tawanan, sammamah dihadapkan terlebih dahulu ke hadapan Rasulullah saw. Kemudian pesan nabi, perlakukan dengan baik tawanan ini. Selama dalam tawanan, sammamah sangatlah rakus saat makan hingga bisa menghabiskan makanan untuk jatah 10 orang lainnya. Suatu hari Rasulullah menyampaikan kepada istrinya untuk menyiapkan makanan yang lebih banyak lagi. Sammamah menghabiskannya dengan penuh rakusnya. Dan setiap bertemu nabi, Sammamah selalu mengatakan, Muhammad! Aku telah membunuh orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku, katanya dengan nada tinggi. Mendengar perkataan itu, Rasulullah tidak banyak bicara dan hanya menatap lawan bicaranya sambil sedikit tersenyum. Hal demikian terus berulang kali hingga dibebaskan oleh Rasulullah saw.
Setelah melangkah agak jauh, sammamah berpikir mengapa Muhammad memperlakukan dirinya dengan sangat baik, ramah dan perhatian padahal dirinya telah membunuhi banyak sahabat Rasulullah. Tanpa pikir panjang dia kembali menghadap nabi dan mengucapkan kalimat syahadat. Setelah itu ia mengunjungi ka’bah dan bertakbir demgan suara lantang. Hingga banyak kalangan kafir quraisy yang hendak memukulnya. Kemudian sebagian penduduk mengatakan, “Jangan bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan dari Imamah kita tidak akan hidup.”
Bahkan sammamah menimpali, “tidak cukup, kalian harus meminta maaf pada Nabi Muhammad dan berdamailah dengannya, jika tidak, maka tidak aku izinkan sebiji gandum-pun masuk ke Makkah”. Sesampainya di kampung halamannya, ia benar-benar menghentikan suplai gandum ke Makkah hingga penduduk Makkah berada dalam ancaman kelaparan. Kemudian penduduk Makkah mendatangi Rasulullah dan memohon kepada Rasulullah untuk menghentikan embargo dari Imamah. Kemudian Rasulullah mengirim surat kepada Sammamah memintanya untuk mencabut embargo gandum ke Makkah dan sammamah mematuhinya dengan rela hati perintah Rasulullah tsb. Demikianlah kebaikan sikap akan berbuah lembutnya hati dan penerimaan atas hidayah.
Berbuat baik kepada siapa saja sesungguhnya akan membuka pintu kasih sayang dan balasan kebaikan berupa “penghambaan” manusia atas pelaku kebaikan itu sebab kebaikan adalah bahasa fitrah. Semoga Allah swt menganugerahkan sifat kebaikan kepada diri kita dan membimbing kita untuk istiqomah dalam melakukan amal kebaikan. Aamiin..