Kanal24, Malang — Setelah dua tahun diliputi suasana duka akibat konflik yang berkepanjangan, kota Bethlehem akhirnya kembali menyalakan pohon Natal raksasa di Manger Square. Momen ini menjadi peristiwa bersejarah karena menjadi kali pertama tradisi penyalaan pohon Natal digelar kembali sejak pecahnya perang di Gaza, yang membuat perayaan-perayaan besar di kota suci itu terhenti.
Peristiwa penyalaan pohon Natal berlangsung dalam suasana yang penuh haru. Ribuan warga lokal, peziarah, serta wisatawan berkumpul di pusat kota untuk menyaksikan lampu-lampu besar yang menghiasi pohon Natal setinggi belasan meter itu menyala secara serentak. Warna-warni cahaya yang membalut pohon menjadi simbol kehidupan baru bagi kota yang selama ini hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian.
Selama konflik berlangsung, Bethlehem mengalami penurunan drastis jumlah wisatawan. Hotel-hotel sepi, toko-toko suvenir tutup, dan para pengrajin kehabisan pembeli. Kota yang selama puluhan tahun menggantungkan hidup pada pariwisata religi harus berjuang bertahan dalam situasi yang serba sulit. Banyak warga kehilangan mata pencaharian, dan suasana Natal yang biasanya meriah berubah menjadi sepi dan sunyi.
Baca juga:
Generasi Baru Menata Ulang Peta Hidup
Penyalaan pohon Natal tahun ini dilakukan dengan konsep sederhana dan penuh makna. Tidak ada pesta kembang api atau konser besar seperti sebelum konflik. Upacara digelar dengan doa bersama, nyanyian paduan suara gereja, serta pesan-pesan perdamaian yang disampaikan oleh para pemimpin gereja dan tokoh masyarakat. Keheningan dalam momen tersebut justru memperkuat makna spiritual dari perayaan Natal.
Warga yang hadir mengaku momen ini memberikan kehangatan emosional yang sulit dilukiskan. Bagi mereka, melihat cahaya pohon Natal kembali menyala berarti melihat secercah harapan bahwa kehidupan perlahan bisa kembali normal. Banyak yang datang ke alun-alun bukan hanya untuk merayakan, tetapi juga untuk mendoakan perdamaian dan mengenang para korban konflik.
Pemerintah kota Bethlehem menyampaikan bahwa penyelenggaraan kembali perayaan Natal merupakan bentuk pesan kepada dunia bahwa masyarakat setempat masih memiliki harapan dan semangat untuk bangkit. Pihak berwenang menegaskan bahwa meskipun situasi belum sepenuhnya pulih, tradisi dan nilai-nilai kemanusiaan tidak boleh padam. Cahaya pohon Natal dipersembahkan sebagai simbol persatuan lintas agama dan budaya.
Di sisi lain, para pelaku usaha lokal mulai merasakan dampak positif dari kembalinya perayaan ini. Sejumlah toko suvenir kembali membuka lapaknya, hotel-hotel mulai menerima pemesanan, dan pemandu wisata perlahan kembali bekerja. Meski jumlah pengunjung belum seperti masa sebelum konflik, geliat ekonomi mulai terasa kembali, memberikan angin segar bagi masyarakat setempat.
Para tokoh agama turut menekankan bahwa perayaan Natal tahun ini bukan hanya tentang sukacita, tetapi juga tentang empati dan solidaritas. Doa-doa dipanjatkan bagi masyarakat yang masih terdampak konflik, khususnya warga di wilayah yang mengalami kehancuran paling parah. Perayaan ini menjadi ajang refleksi bersama tentang pentingnya perdamaian dan kemanusiaan.
Penyalaan pohon Natal di Bethlehem akhirnya menjadi lebih dari sekadar tradisi tahunan. Ia menjelma sebagai simbol ketangguhan sebuah kota yang terluka, namun menolak untuk kehilangan harapan. Di tengah luka yang belum sepenuhnya sembuh, cahaya Natal kembali menyala — membawa pesan bahwa bahkan dalam masa tergelap sekalipun, harapan selalu bisa ditemukan. (nid)







