KANAL24, Jakarta – Pemerintah memastikan akan menjaga dan mengelola utang negara dengan sangat hati-hati sehingga tidak akan sampai gagal bayar. Lembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investor Service menilai banyak utang korporasi yang berpotensi gagal bayar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menegaskan pemerintah punya strategi khusus untuk menjaga kemampuan pemerintah dalam membayar utang negara, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan. Ia menjamin pengelolaan dan mitigasi risiko SBN yang sudah diluncurkan tetap terkontrol.
“Kita sangat prudent mengelolanya. Kita selalu ditanya kenapa defisitnya selalu di bawah 2 persen, ya karena kita jaga. Kita kelola risiko dengan baik. Kita selalu terbitkan SBN, salah satunya adalah untuk meningkatkan basis investor domestik,” kata Luky di kawasan SCBD usai peluncuran SBN ORI016, Rabu (2/10/2019).
Luky menambahkan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan ( KSSK ) juga selalu mewaspadai potensi gagal bayar utang korporasi di Indonesia. Meski utang pemerintah hingga saat ini dinyatakan aman, namun pemerintah juga harus memastikan bahwa korporasi juga mampu memenuhi kewajibannya.
Sampai saat ini, kata Luky, kondisi sistem keuangan yang dipantau oleh KSSK masih terpantau normal.
“Insyaallah masih (normal). Sampai saat ini, kita tidak ada gagal bayar, jadi nggak ada masalah,” ujarsnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya default utang korporasi, Bank Indonesia sebagai anggota KSSK sudah memiliki aturan kewajiban transaksi lindung nilai, atau hedging untuk mengamankan utang korporasi. Aturan hedging ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank yang berlaku sejak 1 Januari 2015.
“Kewajiban hedging ini sudah cukup efektif untuk memitigasi risiko gagal bayar utang dari korporasi di Tanah Air. Itu sudah terkontrol,” ungkap Luky.
Pada 30 September 2019, Moody’s menerbitkan laporan berjudul ” Risks from Leveraged Corporates Grow as Macroeconomic Conditions Worsen” . Dalam laporan ini, Moody’s menyatakan Indonesia dan India masuk dalam 13 negara di Asia Pasifik yang memiliki risiko gagal bayar tinggi. (sdk)