Kanal24, Malang – Kemacetan yang kian parah di kawasan Soehat dan sejumlah titik strategis di Kota Malang mendorong sekelompok mahasiswa Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya menghadirkan inovasi berbasis kecerdasan buatan. Lewat proyek CoMove (Collaborative Movement), mereka menawarkan sistem manajemen lalu lintas terintegrasi yang menggabungkan aplikasi AI, pendekatan bertahap kepada masyarakat, serta kolaborasi langsung dengan pemerintah kota.
Fenomena kemacetan di Kota Malang beberapa tahun terakhir dianggap semakin mengganggu mobilitas dan menimbulkan kerugian bagi warga, mulai dari waktu tempuh yang membengkak hingga meningkatnya risiko kecelakaan. Kondisi ini mendorong kelompok CoMove untuk menciptakan terobosan teknologi yang memperbaiki sistem lampu lalu lintas dan juga membangun transparansi antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan arus kendaraan.
Konsep CoMove (Collaborative Movement) dipresentasikan dalam rangkaian Project Based Learning mata kuliah Kewirausahaan Politik melalui Ekshibisi Kewirausahaan Politik 2025 ā āCreative Governance for Tackling Urban Problemsā pada Kamis, 4 Desember 2025, di Hall Gedung B FISIP Universitas Brawijaya.
Baca juga:
Disertasi Fapet UB Dorong Standar Halal UMKM Kuliner Malang

Presentasi disampaikan oleh Shelvina Amanda Larasati, perwakilan kelompok CoMove, yang memaparkan prototipe aplikasi, sistem AI lampu lalu lintas, hingga strategi edukasi masyarakat.
AI untuk Lampu Merah Cerdas dan Adaptif
CoMove berfokus pada pembenahan sistem lampu merah yang selama ini masih bergantung pada operator manual. Mereka mengembangkan sistem yang disebut SiSMA dan mesin machine learning yang bekerja secara real-time dalam membaca jumlah dan kepadatan kendaraan di tiap jalur.
Lampu hijau dapat menyala lebih lama secara otomatis apabila volume kendaraan tinggi, sehingga arus lalu lintas menjadi lebih efisien. Teknologi ini menciptakan kelancaran dan juga mengurangi potensi konflik antar-pengguna jalan akibat penumpukan kendaraan.
Shelvina menjelaskan bahwa pengenalan sistem ini membutuhkan waktu 1ā2 bulan agar masyarakat dapat menyesuaikan diri. āPendekatan yang perlahan akan lebih efektif dan lebih mudah diterima warga,ā ujarnya.
Aplikasi Publik dengan Transparansi Kinerja Dishub
Tidak berhenti pada lampu merah berbasis AI, CoMove juga menyiapkan aplikasi khusus pengguna jalan. Fitur-fiturnya meliputi; Informasi kepadatan arus, GPS dan rekomendasi jalur alternatif, data ruas jalan yang rawan macet, sistem penghitungan arus lalu lintas, tracking kinerja Dishub dan kolaborator lainnya.
Melalui fitur transparansi kinerja Dishub, masyarakat dapat memberikan penilaian dan sentiment analysis langsung terkait efektivitas petugas dan kebijakan lalu lintas. Hal ini diharapkan mendorong praktik pemerintahan yang lebih terbuka dan responsif.
Shelvina mengungkapkan bahwa pilihan untuk mengembangkan aplikasiābukan websiteāmenjadi pembeda CoMove. āDi Indonesia belum pernah ada model transparansi seperti ini dalam bentuk aplikasi. Bahkan di Amerika pun masih berbentuk website. Kami ingin Malang menjadi pelopor,ā jelasnya.
Kolaborasi PemerintahāMasyarakat sebagai Kunci
CoMove menekankan bahwa teknologi hanya dapat berjalan jika ada keterlibatan pemerintah dan partisipasi warga. Karena itu, sebelum peluncuran resmi, tim CoMove berencana melakukan perkenalan konsep kepada pemerintah daerah, terutama Dishub.
Pendekatan ini diharapkan menciptakan iklim kolaboratif di mana pemerintah dapat memahami kebutuhan masyarakat, sementara masyarakat merasa dilibatkan dalam proses penataan lalu lintas.
Target Implementasi: Dari Soehat untuk Seluruh Kota
Prototipe CoMove dirancang berdasarkan studi kasus kemacetan di kawasan Jalan Soekarno-Hatta (Soehat), namun tim menargetkan sistem ini dapat diterapkan lebih luas, termasuk di seluruh wilayah Kota Malang.
āKami ingin pemerintah bisa melihat keinginan masyarakat melalui data yang kami sajikan. Harapannya CoMove dapat menjadi solusi yang meningkatkan kepercayaan publik dan memperbaiki citra penanganan kemacetan,ā pungkas Shelvina. (nid/dpa)









