Kanal24, Malang – Di era digital, kemudahan akses informasi dan interaksi daring membawa manfaat besar, namun juga menyimpan ancaman serius, terutama bagi remaja. Salah satu risiko yang mengintai adalah kekerasan seksual berbasis teknologi, yang kini kian marak terjadi seiring meningkatnya penggunaan media sosial dan platform komunikasi online. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual dengan modus digital meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menandakan perlunya edukasi yang komprehensif bagi generasi muda.
Berangkat dari keprihatinan ini, Departemen Psikologi Universitas Brawijaya (UB) menggelar program pengabdian kepada masyarakat berupa psikoedukasi untuk mencegah kekerasan seksual berbasis teknologi. Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu (24/5/2025) ini menggandeng SMP Putri Al Irsyad Al Islamiyyah Malang dengan melibatkan 65 siswi.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan pengisian pre-test dan Focus Group Discussion (FGD), di mana peserta dibagi menjadi delapan kelompok kecil untuk mendiskusikan contoh kasus, seperti revenge porn. Mereka kemudian diminta menjelaskan langkah yang tepat jika menghadapi situasi serupa.
Materi inti disampaikan oleh Dita Rachmayani, S.Psi., M.A., dosen Psikologi UB, yang menekankan pentingnya literasi digital sebagai tameng utama.
“Bagaimanapun, perlu adanya penguatan literasi digital bagi pengguna teknologi seperti melakukan pembatasan informasi pribadi termasuk foto dan video di media sosial, juga pertimbangan siapa saja yang dapat mengakses informasi tersebut. Karena informasi melalui media digital bisa mudah untuk disebarluaskan terlepas apakah informasi itu benar atau salah,” ujarnya.
Selain itu, Dita mengingatkan bahwa pencegahan bukan hanya tanggung jawab individu.
“Orang tua dan guru harus ikut aktif mengawasi penggunaan teknologi, karena pencegahan bukan hanya tanggung jawab individu, tapi juga ekosistem yang mendukung,” tambahnya.
Pihak sekolah pun menyambut baik inisiatif ini. Kepala SMP Putri Al Irsyad Al Islamiyyah, Rika Lafita, M.Pd., menegaskan bahwa pemahaman terkait ancaman dunia digital sangat penting agar proses belajar siswa tetap berjalan tanpa hambatan.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini karena membantu siswi memahami risiko dunia digital. Edukasi seperti ini penting agar mereka bisa lebih bijak dan aman saat menggunakan teknologi,” ujar Rika Lafita.
Melalui psikoedukasi ini, UB berharap remaja putri tidak hanya mengenali risiko, tetapi juga tahu cara melindungi diri serta langkah yang tepat jika menjadi korban kekerasan berbasis teknologi.(Din)