Kanal24, Malang – Berangkat dari tantangan keterbatasan infrastruktur reproduksi ternak di wilayah kepulauan, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) menyelenggarakan Ujian Akhir Disertasi berjudul “Optimalisasi Pengencer Air Buah Lontar–Kuning Telur Berbasis Nanopartikel Terhadap Kualitas Semen Cair dan Fertilitas Spermatozoa Sapi Sumba Ongole” pada Selasa (09/12/2025), bertempat di Auditorium Lantai 5 Gedung 6 Pascasarjana Fapet UB. Kegiatan ini menjadi ruang akademik penting untuk menguji inovasi berbasis sumber daya lokal yang ditujukan menjawab problem riil peternakan sapi di daerah 3T.
Menjawab Krisis Nitrogen Cair di Luar Jawa
Riset ini lahir dari realitas bahwa teknologi inseminasi buatan (IB) selama ini sangat bergantung pada nitrogen cair yang ketersediaannya terbatas di luar Pulau Jawa. Promotor, Prof. Dr. Ir. Trinil Susilawati, MS., IPU., ASEAN. Eng, menegaskan bahwa kebutuhan akan teknologi alternatif berbasis semen cair menjadi sangat mendesak.

Baca juga:
UB Raih Tiga Penghargaan pada Abdidaya Ormawa 2025 di UMM
“Permasalahan nasional itu adalah tidak adanya nitrogen cair di daerah-daerah selain Jawa. Kita tidak ingin tergantung bahan impor. Karena itu digunakan bahan lokal seperti buah lontar, dengan tujuan menggantikan bahan impor namun tetap berkualitas,” tegas Prof. Trinil.
Ia juga menambahkan bahwa riset ini memiliki misi lebih besar, yakni mengembalikan potensi genetik Sapi Sumba Ongole yang secara historis pernah mencapai bobot hingga 1,3 ton, namun kini rata-rata hanya sekitar 300 kilogram.
Riset Nanopartikel yang Dinilai Terobosan
Penguji tamu dari Universitas Nusa Cendana, Prof. Dr. Ir. Wilmientje Marlene Nalley, MS, menyebut riset ini sebagai terobosan karena menyentuh wilayah yang selama ini jarang disentuh secara mendalam.
“Meneliti sapi Sumba Ongole itu sangat sulit, apalagi untuk pengembangan pengencer. Yang luar biasa, riset ini dilakukan dari tahap 1, 2, dan 3 secara utuh dan hasilnya sangat baik. Pengencer berbasis nanopartikel ini belum pernah ada,” ungkapnya.
Ia juga menilai bahwa inovasi ini memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk yang lebih terjangkau dan memiliki masa simpan lebih baik dibanding pengencer konvensional yang mahal dan cepat kedaluwarsa.
Komitmen Daerah 3T dalam Penguatan SDM Akademik
Dari sisi institusi asal, Dr. R.L.K.R. Nugrohowardhani, SE., MA, Wakil Rektor I Universitas Kristen Wira Wacana Sumba, menyampaikan kebanggaannya atas capaian akademik Alexander Kaka. Menurutnya, capaian ini sekaligus membuktikan bahwa dosen dari wilayah 3T memiliki potensi besar jika difasilitasi ekosistem akademik yang tepat.
“Kami bangga bukan hanya karena capaian akademik, tetapi karena beliau menunjukkan bahwa dosen dari daerah bisa dikembangkan, diasah, dan dipoles sehingga memiliki kapasitas riset yang kuat. Kami berharap kerja sama dengan Universitas Brawijaya terus berlanjut,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa pencapaian ini bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari profesionalitas sebagai peneliti.
Suara Promovendus: Riset dari Lapangan untuk Lapangan
Promovendus Alexander Kaka menegaskan bahwa disertasi ini sepenuhnya berangkat dari kondisi nyata di Pulau Sumba yang memiliki keterbatasan infrastruktur dan karakteristik peternakan yang khas.
“Kami di daerah kepulauan memiliki keterbatasan infrastruktur. Inseminasi buatan semen cair ini saya pandang sebagai solusi paling realistis. Kami tidak kekurangan sumber daya genetik, tapi perlu teknologi yang sesuai dengan kondisi wilayah,” ujarnya.
Ia berharap hasil riset ini tidak berhenti di ruang akademik, tetapi dapat dihilirisasi melalui kerja sama dengan dinas peternakan di empat kabupaten di Pulau Sumba, serta perguruan tinggi lain, sehingga menjadi model baku pengembangan IB semen cair di wilayah kepulauan.
Menuju Hilirisasi Inovasi Berbasis Lokal
Selain pengujian akademik, forum ini juga menjadi ruang diskusi strategis untuk mendorong hilirisasi hasil riset. Prof. Trinil mengungkapkan bahwa langkah ke depan adalah memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah dan lembaga teknis.
“Harapan kami penelitian ini bisa berkembang untuk seluruh Indonesia. Ini bisa menjadi percontohan nasional, terutama untuk pengembangan bahan lokal yang mampu menggantikan produk impor,” jelasnya.

Ilmu yang Tumbuh dari Akar Daerah
Ujian akhir disertasi ini bukan sekadar pemenuhan syarat akademik, melainkan potret bagaimana ilmu pengetahuan dapat tumbuh dari realitas daerah dan menjawab kebutuhan nyata masyarakat. Riset berbasis air buah lontar dan kuning telur dengan sentuhan teknologi nanopartikel menunjukkan bahwa kearifan lokal dan sains modern bukan dua kutub yang berseberangan, melainkan dapat saling menguatkan.
Di tengah tantangan ketahanan pangan dan kemandirian reproduksi ternak nasional, langkah yang lahir dari ruang-ruang akademik seperti ini menjadi harapan baru: bahwa solusi besar justru bisa berangkat dari wilayah pinggiran, dari buah lontar, dan dari semangat untuk memandirikan negeri. (nid/tia)










