Kanal24, Malang – Sepsis masih menjadi tantangan besar dalam dunia medis, terutama karena tingginya angka kematian dan kompleksitas penanganannya di ruang perawatan intensif. Dalam situasi kritis ini, inovasi terapi berbasis bukti menjadi kebutuhan mendesak. Di tengah urgensi tersebut,Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) menghadirkan terobosan melalui penelitian disertasi Dr. dr. Wiwi Jaya, Sp.An-TI., Subsp.T.I.(K).
Disertasinya berjudul “Pengaruh Suplementasi Vitamin D terhadap Kadar dan Genetik Pasien Sepsis di Ruang Terapi Intensif” ini mengkaji tidak hanya menyoroti kekurangan vitamin D sebagai faktor yang hampir selalu ditemukan pada pasien sepsis, tetapi juga membuka kemungkinan terapi intervensional yang lebih personal dan berbasis genomik — sebuah pendekatan baru dalam terapi intensif di Indonesia. Disertasi ini dipaparkan dalam sidang terbuka Rabu (23/7/2025)
Penelitian Intervensional yang Relevan bagi Kemanusiaan
Dr. dr. Wiwi Jaya, Sp.An-TI., Subsp.T.I.(K), promovendus dalam acara ini, memaparkan disertasinya yang meneliti efek intervensi suplemen vitamin D pada pasien sepsis. Ia menekankan bahwa seluruh pasien sepsis dalam penelitiannya menunjukkan defisiensi vitamin D yang signifikan. Intervensi berupa pemberian suplemen vitamin D menunjukkan hasil positif, termasuk peningkatan kondisi klinis pasien dan penemuan kaitan dengan ekspresi genetik tertentu.
Baca juga:
Doktor By Research Pertama UB Teliti Ciplukan untuk Pasien Ginjal

“Semua pasien sepsis yang kami teliti mengalami defisit vitamin D, dan setelah mendapat suplementasi, terjadi peningkatan yang signifikan dalam kondisi pasien. Selain itu, kami menemukan keterkaitan dengan beberapa gen patologis yang baru pertama kali diperiksa di Indonesia,” ujar Dr. Wiwi.
Temuan ini membuka kemungkinan baru dalam pendekatan terapi sepsis, yang selama ini dikenal memiliki angka mortalitas tinggi dan penanganan yang kompleks. Dr. Wiwi menegaskan bahwa penelitian ini baru merupakan tahap awal, namun hasilnya menjanjikan dan membuka jalan bagi pengembangan terapi yang lebih personal, terutama berbasis genomik.
Langkah Menuju Terapi Individual dan Genomik
Dalam pemaparannya, Dr. Wiwi juga menyampaikan bahwa salah satu dampak jangka panjang dari penelitian ini adalah pentingnya integrasi terapi berbasis genomik dalam penanganan pasien di ICU. Ia menyebutkan bahwa terapi yang saat ini dianggap ajuvan atau sekadar tambahan bisa berkembang menjadi terapi intervensional utama jika dibuktikan memberi manfaat langsung.
“Kita harus mulai mengembangkan penelitian genomik agar ke depannya kita bisa mengetahui, pada pasien tertentu, apakah suatu obat akan efektif atau justru berbahaya. Ini adalah langkah menuju terapi personal yang lebih aman dan efektif,” tambahnya.
Namun, ia mengakui bahwa masih ada tantangan besar dalam penerapan uji genomik, terutama dari segi biaya. Oleh karena itu, kolaborasi lintas disiplin diharapkan menjadi jalan keluar untuk mengatasi kendala ini dan memperluas manfaat penelitian ke masyarakat luas.
Apresiasi Akademik dan Harapan Implementasi
Ko-promotor II dalam penelitian ini, Dr. dr. Aswoco Andyk Asmoro, SpAn., menyampaikan apresiasinya terhadap kualitas ilmiah dan potensi aplikatif dari disertasi yang disusun Dr. Wiwi. Ia menyebut bahwa penelitian ini menghadirkan harapan baru bagi dunia medis, terutama dalam perawatan pasien sepsis yang kritis di ruang intensif.
“Ini adalah disertasi yang luar biasa, karena memuat tiga temuan baru yang bisa membawa dampak besar bagi kemanusiaan, terutama pasien di ruang terapi intensif. Kalau bisa diaplikasikan, insya Allah akan sangat membantu,” ungkap Dr. Aswoco.
Ia juga menambahkan bahwa dari sisi implementasi, penggunaan vitamin D sebagai intervensi sangat memungkinkan karena preparat ini sudah tersedia secara luas. Tantangannya kini adalah bagaimana memasukkan intervensi tersebut ke dalam standar operasional prosedur (SOP) penanganan pasien sepsis di ruang ICU.

Refleksi: Menuju Standar Baru dalam Terapi Sepsis
Penelitian yang dilakukan Dr. Wiwi Jaya menandai langkah maju dalam pengembangan terapi berbasis bukti di Indonesia. Temuan bahwa hampir semua pasien sepsis mengalami defisiensi vitamin D serta respon positif terhadap suplementasi membuka peluang integrasi pendekatan baru dalam SOP perawatan intensif.
Lebih dari sekadar inovasi terapi, penelitian ini juga menjadi panggilan bagi kolaborasi multidisiplin. Integrasi antara klinisi, farmakolog, ahli patologi klinik, hingga mikrobiologi akan sangat menentukan keberhasilan penerapan hasil riset ini ke dalam praktik medis nyata.
Baca juga:
Riset FK UB Teliti Efek Kolkisin melalui Jalur Piroptosis
Sebagai universitas yang mendorong riset transformatif, Universitas Brawijaya melalui FK UB menunjukkan komitmennya dalam mendorong riset-riset intervensional yang relevan dengan kebutuhan pasien. Penelitian ini tak hanya memperkuat posisi UB sebagai lembaga pendidikan unggul, tetapi juga sebagai pusat lahirnya solusi kesehatan berbasis ilmu dan kemanusiaan.
“Mari kita kembangkan penelitian-penelitian lanjutan, termasuk evaluasi kadar vitamin D dan integrasi terapi genomik, agar terapi terhadap sepsis tidak lagi bersifat reaktif, melainkan proaktif dan personal,” tutup Dr. Wiwi. (nid/dht)