KANAL24, Malang – Potensi cumi yang melimpah di pulau Nuse, Rote, Nusa Tenggara Timur dimana setiap panen raya lebih dari 100 ton cumi berhasil didapatkan oleh nelayan setempat, hanya dimanfaatkan sebagai cumi asin kering. Penjualan cumi kering ini sangat terbatas pada beberapa tengkulak dengan harga jual yang rendah. Oleh karena itu, tim Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya melakukan pengembangan produk turunan Cumi untuk mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi, salah satunya berupa amplang.
Tim DM yang diketuai oleh Dr. Anang Lastriyanto, dengan anggota Dr. Sc. Asep Awaludin Prihanto, S.Pi., MP, Dr. Sugiarto, ST. MT, dan Dr. Muhammad Nuh, SIP. MSi dengan melibatkan 5 mahasiswa KKN dan 4 mahasiswa Tugas Akhir telah berhasil menemukan formula amplang cumi dengan model two step frying.
Formulasi amplang dilakukan di rumah kerja Dr. Anang Lastriyanto, dengan waktu yang cukup lama mulai akhir juli hingga awal September 2020. Penggorengan amplang memanfaatkan hasil temuan Dr. Anang Lastriyanto berupa vacuum fryer sistem water jet, sehingga dapat memperoleh produk yang lebih renyah dan tahan lama.
“Penggorengan amplang cumi dilakukan selama kurang lebih 35 menit. Teknik penggorengan yang pertama adalah penggorengan biasa selama 15 menit dan dilanjutkan penggorengan vacuum selama 20 menit. Metode penggorengan vacuum ini dapat memaksimalkan proses penggorengaan bahan sehingga nutrisi yang terkandung tidak hilang,” terang Anang.
Lanjutnya, tidak hanya model penggorengan yang menjadi masalah, jenis bahan dan formulasinya juga dilakukan beberapa kali percobaan, bahkan dimensi adonan yang tepat harus melalui beberapa kali percobaan untuk mendapatkan adonan dengan daya kembang maksimal dan produk amplang yang renyah.
Aridatuz Zahroh salah satu mahasiswa yang sedang penelitian tugas akhir dibawah bimbingan Dr. Anang Lastriyanto, dibantu berberapa mahasiswa KKN telah mencoba berbagai macam resep amplang cumi. Mulai dari penggorengan konvensional, penggorengan vacuum hingga kombinasi keduanya. Penggorengan konvensional tidak dapat menghasilkan amplang yang renyah sehingga dicoba model deep frying. Model penggorengan deep frying menghasilkan amplang yang terlalu banyak menyerap minyak sedangkan penggorengan vacuum didapatkan amplang yang terlalu keras. Sehingga, didapatkan model penggoreangan yang efisien berupa kombinasi konvensional dan vacuum sehingga disebut model penggorengan dua langkah (two step frying).
“Formulasi amplang ideal yang telah didapatkan masih diteliti kandungan gizinya sehingga dapat memenuhi SNI yang berlaku, dan dapat dipasarkan secara luas. Formulasi amplang cumi kali ini telah siap didiseminasikan kepada masyarakat Nuse sebagai mitra program Doktor Mengabdi Perbatasan, harapannya dapat menjadi salah satu desa binaan Universitas Brawijaya, yang berada di perbatasan Indonesia,” pungkas Anang. (Meg)