Kanal24, Malang – Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Brawijaya (UB), Adhi Cahya Fahadayna, S.Hub.Int., M.S. menilai bahwa Indonesia sebagai Tuan Rumah KTT ASEAN 2023, dampaknya belum tentu dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan KTT ASEAN kerap masih menjadi ajang pertemuan layaknya pertemuan arisan untuk memilih tuan rumah KTT ASEAN pada tahun berikutnya.
“Indonesia, selain negara yang paling dominan di ASEAN, berpeluang besar untuk menjadi ketua KTT ASEAN. Namun, dampaknya belum tentu dirasakan oleh masyarakat Indonesia,” ujar Adhi Cahya (4/5/2023).
KTT ASEAN tahun ini mengangkat tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Makna dari tema tersebut menurut Dosen HI UB, ASEAN memiliki potensi secara geoekonomi untuk mengembangkan perekonomiannya, potensi yang besar sebagai kekuatan ekonomi baru ini memiliki banyak tantangan. Terutama untuk mengikat komitmen masing-masing negara ASEAN.
Hal ini dikarenakan, ASEAN menerapkan prinsip The ASEAN Way, yang fokus pada sifat organisasi non-binding dan non-interference, komitmen negara-negara ASEAN dalam menyatukan visi dan kebijakan menjadi tidak mungkin. Sehingga potensi untuk menjadi poros ekonomi baru sangat sulit dicapai.
Namun, kembalinya Indonesia menjadi Tuan Rumah KTT ASEAN 2023 menurut Adhi, karena Indonesia sudah memiliki pengalaman baik dalam memimpin ASEAN dan ini bukan hal baru bagi Indonesia.
“Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan KTT G20 menaikkan posisi tawar Indonesia untuk menjadi tuan rumah sekaligus ketua KTT ASEAN 2023,” terang Adhi.
Selain bukan hal baru bagi Indonesia sebagai Tuan Rumah KTT 2023, menurut Adhi, tidak ada tantangan yang berarti kecuali isu Myanmar. Isu tersebut menimbulkan pertanyaan, Myanmar yang masih terhitung sebagai anggota apakah diundang dalam KTT ASEAN tahun ini atau tidak diundang karena terjadi kudeta dan konflik di Myanmar.
Adhi Cahya juga menambahkan bahwa saat ini yang menjadi isu strategis utama KTT ASEAN adalah komitmen negara anggota ASEAN dalam menyukseskan regionalisme di kawasan Asia Tenggara.
“Layaknya Uni Eropa, ASEAN seharusnya sudah mampu membangun pola regionalisme yang kuat dan mapan. Namun, The ASEAN Way yang terlalu fleksibel membuat negara anggota ASEAN menjadi tidak patuh dan tidak memiliki obligasi dalam menyukseskan program-program ASEAN. Semua negara anggota ASEAN terlalu sibuk mementingkan kondisi domestik masing-masing,” ujar Adhi.
Sehingga, melalui KTT ASEAN ini diharapkan ASEAN dapat membangun pola regionalisme yang kuat dan mapan. Selain itu, anggota negara ASEAN menjadi patuh dan memiliki obligasi dalam menyukseskan berbagai program ASEAN. Sehingga, setiap negara anggota ASEAN tidak hanya fokus pada kondisi dalam tapi juga luar negeri.
Rangkaian KTT akan dimulai pada 8 Mei dengan Senior Official Meeting dan dilanjutkan dengan pertemuan tingkat Menteri luar negeri pada 9 Mei. Pertemuan puncak akan digelar pada 10-11 Mei 2023. Delapan pertemuan pada KTT ke-42 ASEAN itu digelar dalam format pleno dan retreat, tujuh di antaranya akan dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Rangkaian KTT akan dimulai pada 8 Mei dengan Senior Official Meeting dan dilanjutkan dengan pertemuan tingkat Menteri luar negeri pada 9 Mei. Pertemuan puncak akan digelar pada 10-11 Mei 2023.