Kanal24, Malang – Perang Gaza, Palestina berkepanjangan. Melihat hal ini, Dosen Hubungan Internasional (HI) Universitas Brawijaya (UB), Adhi Cahya Fahadayna, S.Hub.Int., M.S. menyampaikan beberapa pandangan dan analisis mendalam terkait dengan perang tersebut. Ia menyoroti sejumlah faktor yang menjadi penyebab utama perpanjangan konflik dan mencoba membahas solusi yang mungkin untuk mengatasi situasi sulit tersebut.
“Perang Gaza ini berkepanjangan karena belum ada solusi damai atas eksistensi dua negara dengan klaim wilayah yang sama, Palestina dan Israel,” ungkap Adhi.
Menurut Adhi, ada dua solusi yang pernah diusulkan untuk perdamaian dari dua negara tersebut, yakni solusi dua negara dan solusi satu negara dengan dua sistem yang berbeda. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan yang dapat dicapai. Sehingga, Gaza, sebagai wilayah yang menjadi pusat konflik, juga masih terjebak dalam ketidakpastian terkait penyelesaian.
Salah satu faktor kunci yang dianggap memperpanjang konflik adalah dukungan mayoritas negara adidaya, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis, kepada Israel. Dukungan ini memberikan Israel keleluasaan lebih dalam menghadapi tekanan internasional, terutama melalui Dewan Keamanan PBB, di mana negara-negara ini memiliki pengaruh besar. Dukungan-dukungan kuat ini yang menurut Adhi membuat PBB tidak berdaya.
Dalam konteks politik internasional, Israel tidak memiliki banyak sekutu, tetapi hubungannya yang erat dengan negara-negara adidaya memberikan Israel keuntungan tertentu. Hal ini membuat upaya diplomasi menjadi lebih sulit, terutama bagi negara-negara yang tidak memiliki hubungan dekat dengan Israel.
“Jika negara kita atau negara lain tidak memiliki hubungan diplomatik atau memiliki kedekatan, maka tidak ada yang bisa dilakukan kecuali hanya menguatkan kampanye media sosial dan counter narration dari propaganda Israel,” beber Adhi.
Sementara itu, beberapa organisasi politik dan militer di Gaza, seperti Hamas dan Hizbullah, telah ditetapkan sebagai organisasi teroris. Penetapan ini memberikan dampak signifikan terhadap upaya bantuan internasional, karena negara-negara enggan membantu dengan alasan status terorisme yang dapat mempengaruhi persepsi internasional terhadap mereka.
Baru-baru ini, negara-negara Arab dan mayoritas Muslim merilis resolusi tegas terkait agresi Israel terhadap Palestina dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa yang diadakan oleh Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan Liga Negara Arab di Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu (11/11/2023).
Melihat hasil KTT Luar Biasa Negara Islam-Arab terkait agresi Israel terhadap Rakyat Palestina, Adhi menyatakan bahwa pertemuan tersebut tidak akan memiliki dampak signifikan.
Menurut Adhi, kebanyakan negara-negara Islam-Arab tidak memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan Israel. Meskipun KTT ini dapat menjadi wadah untuk menyuarakan keprihatinan dan kecaman terhadap agresi Israel, namun dampak nyatanya diragukan.
“Selain kebanyakan dari negara-negara Islam-Arab tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Disamping itu, solusi multilateral sejenis tidak akan berhasil jika dibandingkan dengan solusi bilateral,” pungkas Adhi. (nid)