Kanal24, Malang – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2026 menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna ke-5 Masa Persidangan I Tahun 2025–2026, yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (23/9).
Sebelum disahkan, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah membacakan kesimpulan pandangan mini fraksi hasil pembahasan tingkat I pada Kamis (18/9). Seluruh fraksi menyampaikan sikapnya, dengan mayoritas menyetujui RUU APBN 2026 menjadi UU.
Baca juga:
Anggaran Paket Ekonomi 2025 Sentuh Rp15,66 T
Ketua DPR RI Puan Maharani selaku pimpinan sidang kemudian meminta persetujuan anggota dewan. Suara bulat dari anggota DPR yang hadir menggemakan kata “setuju” hingga palu sidang diketuk sebagai tanda pengesahan.
Dukungan Mayoritas Fraksi
Dalam proses pengesahan, tercatat delapan fraksi memberikan persetujuan, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PKS, PAN, dan Partai Demokrat. Dengan dukungan mayoritas tersebut, RUU APBN 2026 pun sah menjadi UU tanpa perdebatan berarti dalam forum paripurna.
Puan Maharani dua kali menanyakan persetujuan anggota DPR sebelum mengetuk palu pengesahan. Hal ini menegaskan komitmen kolektif lembaga legislatif untuk menyepakati kebijakan fiskal yang akan menjadi pedoman pembangunan nasional tahun depan.
Pandangan Pemerintah: Apresiasi dan Aspirasi
Usai pengesahan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan pandangan pemerintah. Ia mengapresiasi seluruh pimpinan dan anggota dewan yang telah mendukung serta menekankan pentingnya proses pembahasan yang terbuka terhadap aspirasi masyarakat.
“Atas nama pemerintah, kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pimpinan dan seluruh anggota dewan atas dukungan dan persetujuan RAPBN 2026 menjadi UU. Proses pembahasan berjalan konstruktif serta menampung berbagai aspirasi dan harapan masyarakat,” ujar Purbaya.
Menariknya, Said Abdullah sebelumnya sempat menyinggung gaya ‘koboi’ Purbaya dalam mengelola kebijakan fiskal. Gaya tersebut dinilai mampu memberikan ruang pelonggaran dari kebijakan moneter ketat yang selama ini membatasi dinamika pertumbuhan ekonomi.
Postur Final UU APBN 2026
UU APBN 2026 yang disahkan memuat sejumlah perubahan dari pembahasan di Banggar DPR RI. Postur final menunjukkan peningkatan baik di sisi pendapatan maupun belanja negara.
Rincian postur APBN 2026:
- Pendapatan negara: Rp3.153,6 triliun (naik Rp5,9 triliun)
- Perpajakan: Rp2.693,7 triliun
- PNBP: Rp459,2 triliun
- Hibah: Rp0,66 triliun
- Perpajakan: Rp2.693,7 triliun
- Belanja negara: Rp3.842,7 triliun (naik Rp56,2 triliun)
- Belanja pemerintah pusat: Rp3.149,7 triliun
- Transfer ke daerah: Rp693 triliun
- Belanja pemerintah pusat: Rp3.149,7 triliun
- Keseimbangan primer: Rp89,7 triliun (naik Rp50,3 triliun)
- Defisit anggaran: Rp689,1 triliun (2,68 persen terhadap PDB, naik 0,2 persen)
- Pembiayaan anggaran: Rp689,1 triliun
Baca juga:
Pakar Dunia Soroti Digital Skills, AI, dan Big Data, Motor Sustainable Digital Economic Development
Tantangan dan Harapan ke Depan
Dengan disahkannya UU APBN 2026, pemerintah memiliki landasan hukum untuk menjalankan kebijakan fiskal tahun depan. Peningkatan pendapatan diharapkan mampu menopang belanja negara yang semakin besar, terutama untuk memperkuat pelayanan publik, membangun infrastruktur, serta menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Namun, defisit yang tercatat meningkat hingga Rp689,1 triliun juga menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah dituntut bijak dalam strategi pembiayaan agar tidak membebani perekonomian, sekaligus memastikan keberlanjutan fiskal di masa mendatang.
Menteri Keuangan menegaskan bahwa APBN 2026 akan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara belanja produktif, perlindungan sosial, dan pembiayaan pembangunan yang inklusif. “APBN bukan sekadar angka, melainkan instrumen penting untuk menyejahterakan rakyat dan menggerakkan perekonomian bangsa,” tutup Purbaya. (nid)