Hortikultura ternyata bukan hanya mengkaji tentang olerikultur dan pomology atau biasa kita ketahui sebagai buah dan sayur yang kita konsumsi sehari-hari, tetapi tanaman hias juga masuk di dalamnya. Florikulture atau budidaya tanaman hias banyak kita jumpai di Indonesia yang memiliki banyak fungsi. Diantaranya untuk mempercantik dekorasi di dalam rumah maupun di pekarangan, seperti bunga krisan, sirih gading, anthurium, dan lain sebagainya. Ada yang menimbulkan bau semerbak wangi seperti melati dan Bunga sedap malam. Ada yang berfungsi sebagai pemfilter udara seperti sansiviera atau lidah mertua yang tak jarang kita jumpai di tepi jalan agar menyerap polusi udara dari asap kendaraan.
Bahkan tanaman hias menjadi simbol persahabatan antara Presiden Soekarno dan Presiden Korea Utara, Kim Il Sung, yaitu bunga Anggrek yang dinamai Anggrek Kimilsungia dan hingga sekarang menjadi bunga nasional Korea Utara. Pada 15 April merupakan hari ulang tahun Kim Il Sung, dan pada saat itu biasanya masyarakat Korea Utara akan menggelar Festival Bunga Kimilsungia sebagai hari istimewa pendiri Korea Utara.
Berbicara mengenai tanaman hias, tidak lepas juga soal peluang agribisnis di sana. Salah satu tokoh yang disoroti kali ini adalah Eva Lasti Apriani Madarona, S.Hum. Ia berhasil menyulap lahan di seberang rumahnya, tepatnya di kawasan Cipaku, Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat menjadi ladang bisnis yang mendatangkan uang tentunya. Dikutip dari Majalah Trubus pada topik bahasan Agripreneur Muda, di halaman rumahnya Eva berkata, “Ini duit.. ini duit.. ini duit..” sambil menunjukkan beberapa jenis bunga yang tumbuh di halaman.
Eva berfokus pada budidaya tanaman bunga yang bisa dikonsumsi atau disebut edible flower. Ratusan tanaman dibudidayakan di dalam pot-pot kecil berdiameter 15cm dengan media tanam berupa campuran perlit dan vermikulit. Tanaman ini dibudidayakan dengan sistem hidroponik NFT (Nutrient film technique). Nah pot-pot ini ditanam di dak lantai 3 rumahnya seluas 100m2. Jenis tanaman hias yang ditanam diantaranya adalah Cosmos sp, pansy, viola, lavender, calendula, dahlia, dianthus, geranium, impatient, torenia, verbena, dan borage.
Lalu, tanaman ini digunakan untuk apa sebenarnya? Tanaman hias ini tentunya bukan untuk menghias taman, tetapi untuk dipanen bunganya. Bunga-bunga inilah yang nantinya akan digunakan untuk garnish atau penghias hidangan, sebagai pelengkap salad. Bunga ternyata juga punya cita rasa yang khas, ada yang sedikit pedas, ada yang masam tapi menyegarkan, cukup menarik bukan.
Pertanyaan penting selanjutnya adalah kemana akan dipasarkan bunga-bunga itu? Perempuan kelahiran 1983 itu mengatakan bahwa setiap harinya bisa memanen ratusa kuntum bunga, tergantung pada ketersediaan bunga. Bunga ini dikemas dalam kotak plastik bening, dan satu kemasan berisi 30-40 kuntum bunga. Dan bunga ini dipasarkan kepada pemasok bunga edible di pasar swalayan di kota Bandung dan Jakarta dengan harga Rp 1.500-Rp2.000 per kuntum. PER KUNTUM, bukan per kotak. Tahu berapa omzet nya tiap bulan? Ia menuturkan bahwa rata-rata hasil penjualan bunga edible itu Rp20juta-Rp30juta per bulannya.
Sebelum berfokus pada bunga edible, Eva juga memproduksi berbagai jenis sayuran hidroponik sejak tahun 2013. Seiring berkembangnya trend orang yang tertarik pada hidroponik, maka ia memilih untuk menyediakan perangkat hidroponik dan nutrisi. Hingga akhirnya pada 2016 lalu ia mencoba untuk membeli benih bunga edible. Dan awalnya memang tidak berniat untuk menjual. Namun peluang itu datang ketika ia bertemu dengan pemasok bunga edible di Jakarta yang ingin membeli bunga yang ia tanam. Bunga pertama yang berhasil ia jual itu dibeli seharga Rp150.000. Karena pada saat itu pasokan bunga edible yang diimpor itu dibatasi oleh pemerintah yang mewajibkan setiap produk tanaman difumigasi sebelum diedarkan. Proses fumigasi bunga edible inilah yang menjadikan tidak aman lagi untuk dikonsumsi. Sejak saat itulah ia berhasil menjalin kerjasama untuk pemasaran bunga edible dan berlanjut hingga sekarang tentunya akan terus berkembang.
Bisnis pertanian memang membuka peluang yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tak heran jika siapa saja meliriknya, bahkan yang bukan lulusan pertanian pun banyak yang sudah mulai tertarik. Salah satunya ya Eva ini, yang alumnus Sastra Arab Universitas Indonesia. Dari sini kita bisa simpulkan bahwa berbisnis itu bukan soal ilmu pengetahuan yang kita dapatkan dari pendidikan di perkuliahan saja, tapi bagi siapa saja yang bisa membaca peluang.
Sinatria Farm, Peternakan Plus Hidroponik
Passion itu akan semakin terasah ketika ada tantangan. Dengan ketlatenan dan kesabaran dalam berusaha itu yang akan membesarkan usahanya. Yakin saja bahwa usahamu hari ini akan menjadi sesuatu di kemudian hari. Gagal itu pasti selalu mengikuti bagi siapa saja yang ingin merasakan kemenangan. Tetap semangat entrepreneur muda, kamu pasti bisa!. (*)
Penulis : Martina Mulia Dewi, Mahasiswa Agribisnis FP UB