Kanal24, Malang – Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump kembali mengguncang dunia bisnis global melalui kebijakan tarif impor terbaru yang menyasar produk dari Tiongkok. Langkah ini memperburuk tensi perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia dan dikhawatirkan akan berdampak merusak, terutama bagi sektor usaha kecil dan menengah di Amerika Serikat.
Melansir laporan dari CNBC Internasional pada Senin (14/4/2025), meskipun beberapa produk teknologi utama seperti iPhone, chip semikonduktor, dan perangkat komputer mendapatkan pengecualian dari tarif tinggi, nasib serupa tidak dialami oleh sektor lainnya. Pelaku usaha melaporkan lonjakan pembatalan pengiriman dan penundaan ekspor secara besar-besaran dari Tiongkok ke Amerika.
Baca juga:
Mengenal Tarif Resiprokal Trump: Tujuan, Dampak, Sejarah
Alan Murphy, CEO Sea-Intelligence, menyebutkan bahwa banyak produsen Tiongkok mengalami penghentian pesanan total dari importir AS. “Produsen furnitur sudah merasakan dampaknya. Permintaan dari AS turun drastis, bahkan berhenti sama sekali,” ungkap Murphy. Ia juga menyebutkan bahwa produk-produk lain seperti mainan anak, pakaian, sepatu, dan peralatan olahraga turut terkena imbas yang signifikan.
Brian Bourke dari SEKO Logistics menambahkan bahwa kendati beberapa pemesanan dari Asia Tenggara mulai kembali berjalan setelah masa penangguhan tarif selama 90 hari, sebagian besar pengiriman dari Tiongkok masih dibatalkan. Alan Baer, CEO OL USA, menegaskan bahwa hampir seluruh pengiriman yang tertunda memiliki keterkaitan dengan bisnis di Tiongkok.
Perdagangan Bisa Terhenti Total
Menurut sejumlah pakar ekonomi, kebijakan Trump ini dapat berujung pada penghentian sebagian besar arus perdagangan antara AS dan China. Erica York, Wakil Presiden Kebijakan Pajak Federal di Tax Foundation, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif skala besar ini secara efektif membatasi ruang gerak pengusaha.
“Mungkin ada beberapa produk yang tetap diimpor karena tidak ada alternatif lain, tapi secara keseluruhan, kebijakan ini menghentikan hampir semuanya,” tegas York dalam program The Exchange yang disiarkan CNBC.
Situasi ini semakin berat untuk produk-produk dengan margin keuntungan rendah, seperti peralatan medis, elektronik, dan mesin industri. Murphy menekankan bahwa memindahkan proses produksi untuk jenis produk tersebut ke negara lain tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat dan membutuhkan biaya besar.
Dalam upaya bertahan hidup, banyak perusahaan berusaha memindahkan fasilitas produksinya ke negara lain seperti Vietnam atau India. Sebagian lainnya mencoba memasuki pasar Eropa dengan harga lebih rendah. Namun, ada pula perusahaan yang akhirnya terpaksa menutup jalur produksinya karena tekanan biaya yang tidak tertanggungkan.
Dampak Mirip Krisis Pandemi
Kelompok yang paling terpukul adalah pelaku usaha kecil. CEO American Apparel & Footwear Association, Stephen Lamar, menyamakan krisis tarif ini dengan kekacauan rantai pasokan yang terjadi pada masa pandemi COVID-19.
“Perubahan kebijakan secara tiba-tiba ditambah tarif tinggi telah menghancurkan rantai distribusi. Banyak perusahaan kecil terpaksa membatalkan pesanan karena biaya yang tidak dapat diprediksi,” ujar Lamar.
Ia menambahkan bahwa bila kondisi ini tidak segera diatasi, maka akan terjadi kekurangan produk secara luas di pasar domestik dan kerugian finansial besar bagi usaha kecil. Lamar mendesak pemerintah untuk memperpanjang masa jeda perang dagang dan memberikan kepastian arah kebijakan demi menyelamatkan sektor ekonomi vital ini.
Krisis Logistik dan Ketidakpastian Investasi
Perusahaan logistik global seperti Maersk juga mulai mengeluarkan peringatan. Dalam surat resmi kepada para klien, mereka memperkirakan akan terjadi restrukturisasi besar dalam layanan pelayaran ke Amerika Utara, menyusul menurunnya volume pemesanan dan membengkaknya biaya operasional.
“Dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk merapikan kekacauan ini. Kami memproyeksikan akan ada kemacetan panjang dan kenaikan biaya pengiriman yang signifikan,” tulis Maersk.
Lebih lanjut, Murphy dari Sea-Intelligence menekankan bahwa para produsen di Tiongkok masih enggan untuk memindahkan produksi mereka ke AS. Selain faktor biaya tinggi, ketidakpastian arah kebijakan dari pemerintahan AS membuat mereka ragu untuk melakukan investasi besar.
Baca juga:
Trump Naikkan Tarif, Bikin Belanja Makin Mahal dan Tak Ramah Kantong
“Masalah terbesar adalah ketidakpastian. Tidak ada perusahaan yang mau menggelontorkan dana besar jika kebijakan ini hanya taktik sementara dalam negosiasi,” pungkas Murphy.
Kebijakan tarif Trump kembali menjadi sorotan karena dinilai mengorbankan sektor bisnis demi kepentingan politik. Jika tidak ditangani dengan strategi yang matang dan terbuka terhadap dialog internasional, bukan tidak mungkin Amerika Serikat akan menghadapi gelombang resesi yang lebih luas, berawal dari kehancuran rantai pasokan global yang sangat vital. (nid)