Kanal24, Malang – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year), melampaui ekspektasi sebagian ekonom yang memperkirakan di bawah 5 persen (5/08/2025).
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Wilayah BPS, Moh. Edy Mahmud, menyebut nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada periode ini mencapai Rp 5.947 triliun, sementara atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.396 triliun. Secara triwulanan (quarter to quarter), ekonomi tumbuh 4,04 persen.
“Pertumbuhan quarter to quarter ini sejalan dengan pola musiman di tahun-tahun sebelumnya, di mana triwulan II cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan I,” jelas Edy (5/08/2025).
Baca juga:
Gazebo Corner dan Bakso Pak Djaya UB Jadi Favorit
Investasi Melonjak, Konsumsi Melambat
Ekonom BCA, David Sumual, menilai pertumbuhan investasi menjadi salah satu penopang utama capaian ini. “Angka pertumbuhan investasinya melonjak cukup tinggi. Sebagian indikator investasi memang menunjukkan peningkatan, terutama dari impor. Saya expect ada akselerasi di investasi tapi tidak setajam yang diumumkan BPS,” ujarnya (6/08/2025).
Menurut David, investasi yang tumbuh 7 persen setara level 2018 terkait proyek infrastruktur seperti jalan tol Japek/Sumatra, MRT, dan belanja modal perusahaan besar untuk mesin pabrik. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional bisa bertahan di kisaran 5 persen hingga akhir 2025, didorong konsumsi rumah tangga dan percepatan belanja pemerintah.
Pandangan Pengamat: Wajar, tapi Belum Maksimal
Pengamat ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, menilai angka 5,12 persen ini wajar dan masih bisa diterima secara logis. “Data pertumbuhan ekonomi kuartal II dari BPS, dalam hemat saya, masih cukup reliable dan bisa dipercaya. Raihan 5,12 persen di kuartal II tahun ini sangat bisa dipahami,” katanya (10/08/2025).
Ia menjelaskan, konsumsi rumah tangga naik tipis berkat momen tahun ajaran baru, yang mendorong pengeluaran sektor pendidikan dan perlengkapan sekolah. Namun, ia juga menyoroti angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor manufaktur yang cukup mengkhawatirkan, meskipun masih terimbangi oleh penciptaan lapangan kerja baru dari investasi.
Tantangan Menuju Pertumbuhan Tinggi
Ronny memberi catatan bahwa meski stabil, pertumbuhan di kisaran 5 persen belum cukup untuk membawa perubahan struktural atau mengeluarkan Indonesia dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
“Indonesia memang membutuhkan angka pertumbuhan di atas 7–8 persen per tahun untuk keluar dari jebakan middle income trap dan mengatasi tekanan negatif dari bonus demografi. Untuk ke arah itu, memang belum terlihat tanda-tandanya,” ujarnya.
Baca juga:
Semarak Merah Putih, Pedagang Bendera Raup Jutaan Rupiah
Semua Lapangan Usaha Tumbuh Positif
BPS mencatat seluruh lapangan usaha utama tumbuh positif pada kuartal II 2025. Kontributor terbesar PDB adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan secara total mencapai 63,59 persen dari PDB.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha jasa lainnya yang naik 11,31 persen, didorong oleh meningkatnya kunjungan ke tempat rekreasi selama libur sekolah, cuti bersama, serta Hari Besar Keagamaan Nasional. Peningkatan wisatawan nusantara dan mancanegara juga menjadi pendorong utama sektor ini. (han)