Kanal24, Malang – Dalam upaya memperkuat sinergi antar elemen kampus dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, perundungan, serta isu kesehatan mental, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Progresif Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) menyelenggarakan kegiatan Hear and Heal 2025, Rabu (4/6/2025).
Kegiatan ini menjadi forum strategis yang mempertemukan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) fakultas dengan para pemangku kepentingan di tingkat universitas, mulai dari Wakil Dekan III, Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP), Satuan Tugas PPKS, layanan konseling, hingga perwakilan dari Dharma Wanita Persatuan (DWP) UB, khususnya DWP Sahabat Kampus.
Baca juga:
Hear & Heal 2025, EM UB Perkuat Peran ULTKSP

Bukan Sekadar Diskusi, Tetapi Rangkuman Keresahan
Blandina Ratih Rahmaningrum, selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan Progresif EM UB, menyampaikan bahwa Hear and Heal bukan sekadar forum diskusi biasa. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari berbagai survei dan diskusi kecil yang telah dilakukan sebelumnya, termasuk kegiatan “Lingkar Kita” yang menghimpun keresahan mahasiswa terkait isu kekerasan seksual dan kesehatan mental.
“Kami ingin wadah ini menjadi ruang bersama agar suara mahasiswa, yang selama ini merasa tidak didengar, bisa langsung sampai ke pihak-pihak di pusat. Harapannya, kebijakan bisa turun lebih cepat dan lebih tepat sasaran,” jelas Blandina.
Meskipun tidak semua Wakil Dekan III fakultas bisa hadir karena kesibukan akademik, perwakilan dari 8 fakultas tetap hadir dan aktif menyuarakan gagasannya. Hadir pula perwakilan dari ULTKSP, Satgas PPKS, layanan konseling, serta ibu-ibu DWP Sahabat Kampus, yang turut memaparkan peran strategis mereka dalam mendukung ekosistem kampus yang aman dan inklusif.
DWP Sahabat Kampus dan ULTKSP, Peran yang Belum Banyak Diketahui
Salah satu temuan penting dalam forum ini adalah masih banyak mahasiswa yang belum mengenal atau memanfaatkan keberadaan DWP Sahabat Kampus dan ULTKSP. Padahal, kedua unit ini memiliki mandat dan kapasitas dalam memberikan pendampingan, edukasi, hingga rekomendasi hukum maupun psikologis terhadap kasus yang terjadi di fakultas masing-masing.
“DWP Sahabat Kampus punya fokus yang sama dengan kami: pencegahan dan penanganan PPKS, perundungan, serta kesehatan mental. Sayangnya, jembatan komunikasi dan kolaborasi ini belum optimal,” tambah Blandina.
Di tingkat fakultas, ULTKSP dibentuk sebagai unit yang bertugas menangani laporan kekerasan seksual dan perundungan. Dengan dukungan dosen-dosen profesional, unit ini dapat memberikan rekomendasi penanganan terhadap penyintas maupun pelaku, sebelum akhirnya diteruskan ke Satgas PPKS untuk tindakan lebih lanjut.
Peran Kementerian P3: Edukasi dan Advokasi Berkelanjutan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan Progresif (P3) EM UB sendiri telah memiliki jalur advokasi internal serta kapasitas awal dalam bidang psikologi. “Biasanya, mahasiswa yang datang ke kami adalah mereka yang terguncang secara psikologis akibat kekerasan seksual. Kami menjadi tempat pertama sebelum kami koneksikan mereka ke layanan profesional,” ujar Blandina.
Selain advokasi, Kementerian P3 juga aktif melakukan edukasi pencegahan melalui berbagai forum terbuka dan kampanye yang menyasar mahasiswa lintas angkatan dan fakultas.
Menuju Kampus Aman: Output Nyata dalam Buku Saku Mahasiswa Baru
Salah satu output konkret dari Hear and Heal 2025 adalah penyusunan buku saku khusus mahasiswa baru yang akan diperkenalkan dalam kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus (Raja Brawijaya) tahun 2025. Buku ini akan memuat informasi penting seputar kanal pelaporan PPKS, kontak layanan konseling, unit-unit pendampingan, serta SOP penanganan yang berlaku di lingkungan UB.
Baca juga:
Ulifa Rahma : Kesehatan Mental Dimulai dari Resiliensi Diri
“Harapannya, semua mahasiswa baru bisa mengenal sejak awal siapa yang bisa mereka hubungi dan bagaimana prosedurnya. Informasi ini vital untuk menciptakan rasa aman di lingkungan kampus,” kata Blandina.
Sinergi Berkelanjutan untuk UB yang Aman dan Inklusif
Melalui Hear and Heal 2025, Kementerian P3 EM UB berharap terjadi sinergi berkelanjutan antara pihak birokrasi, dosen, unit-unit layanan, serta mahasiswa. Kolaborasi ini diyakini sebagai kunci dalam membangun Universitas Brawijaya yang aman, suportif, dan bebas dari kekerasan seksual maupun perundungan.
“Ini bukan kerja satu kali. Ini proses panjang yang butuh kerja bersama. Kami percaya, UB bisa jadi pelopor kampus aman di Indonesia,” pungkas Blandina. (nid/bel)