Kanal24, Malang – Festival Kampung Cempluk 2023 merupakan festival yang digelar ke-13. Pada festival kali ini, Kampung Cempluk yang berada di Jalan Dieng Atas, Desa Kalisongo, Dau, Kabupaten Malang telah menerbitkan buku berjudul “Bhakta Pradesa”.
Ketua Komunitas Kampung Cempluk sekaligus Editor Buku Bhakta Pradesa, Redy Eko Prastyo menyampaikan bahwa buku ini merupakan buku yang merekam “Napas Panjang” dari 13 tahun perjalanan Kampung Cempluk yang menjadi karya refleksi dari para pelaku atau pebakti Kampung Cempluk, pebakti kampung dari jaringan Kampung Nusantara (Japung), para pemerhati, dan pemikir kebudayaan kampung, serta berbagai pihak lain.
“Buku perjalanan Kampung Cempluk berproses budaya,” kata Redy.
Pesta rakyat kampung yang dilaksanakan secara swadana, swadaya, dan swasembada ini berlangsung meriah tanpa ada dukungan dana dari Desa Kalisongo atau bahkan dari Pemerintah Kabupaten malang.
Warga hanya membutuhkan restu dan perizinan dari pemerintah daerah, dengan dukungan karang taruna, pemuda, PKK, dan masyarakat desa.
Redy juga menjelaskan pada acara penutupan festival kegiatan itu mendapatkan apresiasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang sekaligus membicarakan Program Taruna Budaya.
Sementara itu, perilisan dan pembahasan buku Bhakta Pradesa tersebut disampaikan oleh Redy. Ia menyampaikan bahwa penerbitan buku yang memuat perjalanan Festival Kampung Cempluk itu ternyata tak perlu waktu yang lama. Buku dengan sampul hasil goresan tangan ilustrator yang hanya dikerjakan selama dua hari saja itu, cukup membutuhkan waktu dua minggu untuk diterbitkan.
“Buku Bhakta Pradesa merangkul beberapa pembakti dan pendukung kegiatan kampung untuk menuangkan pemikiran mereka melalui tulisan yang berangkat dari perspektif mereka masing-masing,” ujar Redy.
Penulis-penulis lain yang sebagian tampak hadir dengan menggunakan setelan batik dan juga udeng yang melengkapinya, ikut menimpali bahasan tentang buku yang digarap oleh total 26 penulis tersebut.
Diharapkan, tahun depan festival itu bisa kembali terlaksana dengan lebih baik, lebih memberi manfaat dan dampak yang lebih luas lagi, baik untuk kemajuan kebudayaan, kohesi sosial, pelestarian seni budaya, serta kesejahteraan yang lebih adil dan beradab bagi masyarakat Desa Kalisongo serta masyarakat lainnya.
“Kami terus berupaya untuk pemajuan kampung dan budayanya dengan semangat diobong gak kobong, disiram gak teles (dibakar tidak terbakar, disiram tidak basah),” pungkas Redy. (nid)