Kanal24, Malang – Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan acara Opening Ceremony bertajuk “Meninjau Judicial Restraint dan Judicial Activism dalam Kontestasi Politik Guna Menjamin Legitimasi Hukum” pada Jumat (13/09/2024). Acara ini dihadiri oleh berbagai akademisi, praktisi hukum, serta mahasiswa Fakultas Hukum UB, dengan tujuan untuk membedah peran peradilan dalam menjaga legitimasi hukum di tengah dinamika politik.
Acara yang digelar di FH UB ini menghadirkan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, sebagai pembicara utama. Prof. Enny menyampaikan pentingnya pemahaman mendalam terkait judicial restraint dan judicial activism, terutama dalam konteks kontestasi politik di Indonesia.
Dalam materi yang disampaikan, Prof. Enny menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hanya bertindak sebagai penjaga konstitusi, tetapi juga memiliki peran penting dalam menerapkan keadilan substantif. Ia menekankan bahwa dalam proses penegakan hukum, MK tidak terbatas pada kata-kata yang tertulis dalam undang-undang semata, namun juga harus mempertimbangkan keadilan secara kontekstual.
“Saya menyampaikan materi terkait tema hari ini, yaitu bagaimana Mahkamah Konstitusi menerapkan hukum untuk memutus perkara. Dalam praktiknya, MK tidak hanya melihat pada batasan-batasan yang ada dalam hukum, tetapi ketika batasan tersebut tidak mencukupi untuk memberikan perlindungan kepada warga negara, MK juga dapat memutus perkara dengan menggunakan metode lain yang lebih komprehensif,” ungkap Prof. Enny.
Ia juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam penerapan hukum, terutama ketika teks hukum yang ada tidak memadai untuk menjawab kompleksitas kasus yang dihadapi. “Mahasiswa harus mulai memahami bahwa hukum bukan sekadar kumpulan kata-kata yang tertulis dalam undang-undang. Lebih dari itu, hukum harus dilihat dari sisi prakteknya, bagaimana keadilan dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata,” lanjutnya.
Prof. Enny menyampaikan harapan besar kepada para mahasiswa yang hadir, agar mereka semakin memahami dan melek terhadap konstitusi. Ia menekankan bahwa dalam memahami konstitusi, mahasiswa tidak hanya perlu menguasai teks tertulis, tetapi juga mampu melihat implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya berharap mahasiswa semakin melek berkonstitusi, semakin paham tentang konstitusi, bahwa dalam berkonstitusi itu tidak hanya melihat teks yang tertulis, tetapi juga bagaimana kehidupan nyata dalam melaksanakan konstitusi tersebut. Sehingga, mereka dapat melihat keadilan dari berbagai sisi, baik dari sisi teori maupun prakteknya,” tambahnya.
Di tengah kontestasi politik yang semakin kompleks, Prof. Enny juga menyoroti pentingnya judicial activism, di mana peradilan dapat mengambil peran aktif dalam mengatasi ketimpangan atau kesenjangan hukum yang mungkin tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang. Hal ini diperlukan untuk menjaga legitimasi hukum dan melindungi hak-hak warga negara.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa judicial activism harus dijalankan dengan bijak dan tidak melampaui batas kewenangan yudisial. “Judicial activism diperlukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang dinamis, namun harus tetap pada koridor hukum yang berlaku dan tidak boleh menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang,” ujar Prof. Enny.
Dengan diselenggarakannya acara ini, FH UB menunjukkan komitmennya dalam mencetak lulusan-lulusan yang tidak hanya menguasai teori hukum, tetapi juga mampu melihat penerapan hukum dari sudut pandang yang lebih luas. (sil/nid)