Kanal24, Malang – Hutan tidak lagi hanya dipandang sebagai ruang konservasi, tetapi juga sumber manfaat langsung bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Universitas Brawijaya melalui UB Forest mencoba menghadirkan konsep baru pengelolaan hutan pendidikan yang lebih dekat dengan kebutuhan manusia, dari aspek riset, edukasi, hingga layanan kesehatan berbasis alam.
“Konsepnya adalah memanfaatkan jasa lingkungan yang diizinkan oleh Kementerian Kehutanan. Kami menggandeng Fakultas Kedokteran untuk meningkatkan mutu kesehatan, tidak hanya bagi orang yang sakit, tetapi juga masyarakat sehat melalui oksigen dan suasana hutan yang lebih asri,” ujar Dr. Mochammad Roviq, S.P., M.P., Kepala UPT Pengelola Kawasan Hutan UB sekaligus Pakar Hutan UB, saat acara Bonsai: Bahas Inovasi Pengelolaan Hutan Pendidikan untuk Bumi Lestari di UB Forest, Selasa (23/09/2025).
Roviq menekankan bahwa UB Forest bukan hanya kawasan riset, melainkan juga ruang edukasi dan terapi berbasis alam. Program yang digagas meliputi forest healing, forest tracking, hingga forest therapy, yang ke depan diharapkan dapat menjadi bagian dari layanan kesehatan terpadu bersama rumah sakit di Malang.
Baca juga:
UB Jadi Pionir AI Talent Factory Nasional

Trail Run Jadi Media Edukasi
Selain pemanfaatan untuk kesehatan, UB Forest juga mulai mengembangkan kegiatan olahraga berbasis alam. Tahun ini, untuk pertama kalinya digelar UB Forest Trail Run sejauh 12 kilometer dengan elevasi 400 meter di ketinggian 1.100–1.200 mdpl.
“Kami menyasar kategori pemula. Jadi bukan hanya fun run, tetapi juga sarana edukasi. Sepanjang jalur, peserta diberi penjelasan tentang agroforestri, jenis tanaman, serta manfaatnya,” terang Roviq.
Langkah ini menjadi strategi UB untuk menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap alam sekaligus memperkenalkan UB Forest sebagai laboratorium hidup.
Upaya Konservasi Tanah dan Air
Dalam mendukung keberlanjutan, UB Forest telah menjalankan konservasi tanah dan air melalui pembuatan galib plat, terasering, serta penanaman multi purpose tree species (MPTS) seperti alpukat.
“Kenapa MPTS? Karena masyarakat tetap mendapat keuntungan ekonominya. Jika hanya pohon hutan yang tidak boleh ditebang, tantangannya justru masyarakat bisa enggan merawat. Dengan MPTS, ada jalan tengah: hutan terjaga, masyarakat pun sejahtera,” jelasnya.
Baca juga:
Moderasi Beragama, dari Kampus untuk Indonesia
Mitigasi Bencana dan Gas Rumah Kaca
UB Forest juga diarahkan menjadi laboratorium mitigasi bencana dan emisi gas rumah kaca. Berbagai langkah sudah dilakukan, mulai dari menggandeng Tahura dan komunitas lingkungan untuk mencegah kebakaran hutan hingga melakukan rehabilitasi kawasan rawan bencana.
“Secara substansial, UB Forest sudah melakukan mitigasi, baik bencana maupun gas rumah kaca. Ke depan, peran ini akan diperkuat agar UB Forest benar-benar menjadi pusat pembelajaran sekaligus model pengelolaan hutan pendidikan berkelanjutan,” tegas Roviq. (nid/dpa)