KANAL24, Malang – Ingin mengambil langkah awal untuk menjadi leading faculty, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB pada hari minggu besok (24/11/2019) akan meresmikan kampung cendekia. Kampung ini bertempat di RW 01 Ketawanggede. Yusli Efendi, koordinator branding Kampung Ketawanggede kepada kanal24.co.id mengungkapkan bahwa agenda ini merupakan rangkaian dari Dies Natalies FISIP ke 16.
“Kampung cendekia ini prosesnya agak panjang, setelah melakukan 6 kali diskusi sejak akhir agustus lalu dengan warga, ketua RT dan RW 01, serta pemuda-pemudanya. Awalnya dari golongan tua menginginkan adanya kampung kuliner atau kampung kos-kosan, kalau yang muda itu kampung literasi. Setelah ketemu beberapa proses ketemulah ide kampung cendekia,” terangnya.
Konsep kampung cendekia lahir dari pemahaman tentang adanya kampung lingkar kampus. Setiap kampus, kalau di Malang ada UIN, UM, dan UMM itu pasti di sekitarnya ada kampung. Konsep ini adalah bagaimana hunian sekitar kampus terutama kampung akan bisa membangun integrasi yang baik dengan kampusnya. Selama ini ada jarak antara keduanya, kalau dalam kasus di UB sebelumnya dekat hubungannya karena memang tidak ada bangunan tembok. Tapi, setelah ada beberapa kepentingan salah satunya keamanan, akhirnya dibangun tembok. Ternyata, hal itu menjauhkan jarak sosial antara kampus dengan warga.
Kampung cendekia adalah kampung lingkar kampus berbasis pada aktifitas-aktifitas literasi edukasi masayrakat dan komunikasi sosial. Literasi adalah bagaiamana edukasi masyarakat tentang banyak hal, misalkan bagaiamana memanfaatkan warga kampung agar lebih berdaya, kampung lebih nyaman dan lebih menarik untuk menjadi daerah kunjungan wisata. Sedangkan, untuk komunikasi sosial bagaimana mengkerucutkan jarak sosial antara warga kampus dan warga masyarakat.
“Dengan kampung cendekia itu kita membangun good neighborhood. kampung yang dirancang untuk membangun hubungan yang lebih baik antara warga kampus dan warga kampung,” lanjut Yusli.
Dosen HI UB itu berharap, hubungan kampus dengan warga bisa lebih gayeng, akrab, dan lebih baik. Mengurangi jarak sosial, karena UB khususnya FISIP ini lebih sering dikomplain warga sehubungan dengan adanya kegiatan maahasiswa, yang mana mereka berekspresi dengan musik sehingga menimbulkan bunyi-bunyi keras (polusi suara) yang pada akhirnya memunculkan citra kurang bagus.
“Kita ini dekat tetapi seolah-olah tidak terhubung. Kami melihat banyak warga yang sangat kecil kesempatannya mendapat pendidikan di UB. Sebagian warga memperoleh keuntungan finansial dari penghuni kampus seperti kos, makanan, parkir tapi mereka sering kali tidak bisa menjadi bagian dari kampus. Karenanya, kita butuh pendekatan holistik atau integral, contohnya kalau kita ingin memberdayakan mereka salah satunya dengan pemberian beasiswa kepada warga yang mampu secara prestasi untuk berkuliah di UB tapi tidak mampu secara ekonomi,” pungkasnya. (meg)