KANAL24, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memetakan 15 sektor yang akan mendapat prioritas pengembangan untuk digenjot kinerja ekspornya.
Ke-15 sektor potensial tersebut, yakni industri pengolahan minyak kelapa sawit dan turunannya, industri makanan, industri kertas dan barang dari kertas, industri crumb rubber, ban, dan sarung tangan karet, industri kayu dan barang dari kayu, serta industri tekstil dan produk tekstil. Selanjutnya, industri alas kaki, industri kosmetik, sabun, dan bahan pembersih, industri kendaraan bermotor roda empat, industri kabel listrik, industri pipa dan sambungan pipa dari besi, industri alat mesin pertanian, industri elektronika konsumsi, industri perhiasan, serta industri kerajinan.
Menteri Perindustrian (Kemenperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan bahwa penetapan sektor prioritas bagi industri yang berorientasi ekspor adalah sebagai upaya untuk membenahi persoalan defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan yang selama ini terjadi. Dengan begitu diharapkan akan ada lonjakan ekspor dari 15 sektor tersebut sehingga bisa dapat menjadi sektor utama bagi tumpuan pertumbuhan ekonomi.
“Kita ketahui, kontribusi sektor industri manufaktur hingga saat ini masih mendominasi terhadap capaian nilai ekspor nasional. Jadi, ini merupakan salah satu poin bagi pemerintah untuk memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor industri manufaktur,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (20/1/2020).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Desember 2019, ekspor produk industri pengolahan mampu menembus hingga 126,57 miliar dollar AS atau menyumbang sebesar 75,5 persen terhadap total ekspor Indonesia yang menyentuh di angka 167,53 miliar dollar AS. Selain memprioritaskan pengembangan industri-industri tersebut, Agus juga menegaskan bahwa pemerintah juga fokus untuk menarik investasi bagi sektor industri yang menghasilkan produk substitusi impor dan tetap menjalankan kebijakan hilirisasi industri.
“Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan sektor industri, juga dapat melalui substitusi impor dan hilirisasi,” jelasnya.
Langkah-langkah strategis yang dijalankan, di antaranya implementasi mandatori B-30. Hal ini dapat memberikan penghematan devisa sebesar 4,8 miliar dollar AS sekaligus menjamin ketersediaan bahan bakan minyak jenis biosolar. Langkah lainnya, pengembangan litbang industri farmasi dengan tujuan menghasilkan obat untuk kebutuhan nasional dan mengurangi impor bahan baku obat.
Selanjutnya, melakukan penguatan Trans Pacific Petrochemical Indotama ( TPPI ) guna mengurangi impor produk petrokimia dan menghemat devisa negara hingga 1 miliar dollar AS per tahun. Kemudian, pengembangan gasifikasi batubara di Peranap dan Tanjung Enim untuk mengurangi ketergantungan impor polypropylene dan LPG.
Selain itu, lanjut Agus, juga ada pengembangan hortikultura berorientasi ekspor untuk membantu tumbuhnya kapasitas industri konsentrat di dalam negeri dan mendorong kinerja ekspor. Dan yang berikutnya adalah pengoperasin Green Refinery di Plaju untuk menghasilkan diesel nabati (green diesel) dan mengurangi ketergantungan impor BBM.
“Kami juga fokus mendorong pengembangan industri berbasis stainless steel di Morowali dalam rangka meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” ujarnya. (sdk)