KANAL24, Jakarta – Pemerintah Indonesia memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan energi baru terbarukan pada skala nasional maupun global. Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi perubahan iklim adalah melalui penandatanganan Paris Agreement sebagai bentuk keterlibatan dalam komitmen global untuk menanggulangi perubahan iklim.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan rencana ekonomi hijau sebagai salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah panjang untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu bentuk ekonomi hijau yang akan dikerjakan adalah implementasi kebijakan harga karbon dalam bentuk carbon cap and trade, serta skema pajak karbon di 2023.
“Pemerintah Indonesia telah menetapkan arah kebijakan melalui Pembangunan Rendah Karbon. Dengan menggunakan Nationally Determined Contributions (NDC), Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis, Selasa (25/4/2022).
Airlangga juga menjelaskan bahwa peran pembiayaan sangat vital untuk mengisi kesenjangan pembiayaan dalam mendorong ekonomi hijau. Pemerintah telah mengeluarkan instrumen keuangan inovatif untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) melalui Sukuk Hijau. Pada 2019, Pemerintah juga mendirikan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dalam rangka meningkatkan kualitas pembiayaan hijau.
Pemerintah juga telah menetapkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Selain itu, terdapat juga UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyempurnakan berbagai undang-undang lintas sektor, khususnya untuk Lingkungan Hidup dan Kehutanan.(sdk)