KANAL24, Jakarta- Uji materi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) sedang diajukan oleh LPPOM MUI di Mahkamah Konstitusi.
Dalam perkara tersebut LPPOM MUI menggugat Pasal 5, 6, dan 47 ayat (2) dan (3) UU No.33 Tahun 2014. Pasal 5 dan 6 memuat tentang tanggung jawab pemerintah dalam jaminan produk halal dan tentang keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sedangkan Pasal 47 ayat (2) dan (3) memuat ketentuan tentang produk-produk Halal dari luar negeri.
Sebelumnya, juga ada gugatan uji materi Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan UU Nomor 33 Tahun 2014 yang diajukan oleh Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesian Halal Watch yang juga Wakil Ketua MUI dan Penasehat Hukum LPPOM MUI.
Ditemui setelah mendaftarkan diri sebagai pihak terkait tidak langsung atas perkara uji materi UU JPH di Mahkamah Konstitusi, Wakil Ketua Halal Institute, H. SJ Arifin mengharap MUI bisa lebih arif meninjau sebuah masalah yang beririsan dengan kepentingannya.
“Jangan sampai masyarakat melihat langkah MUI sebagai wujud ketidakikhlasan karena pekerjaannya diambil alih negara. Saya yakin MUI sebagai organisasi ulama dan para sesepuh tidak melihat sertifikat halal sebatas bisnis sertifikat. Tetapi sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan muslim atas produk halal” tegas Arifin.
Mengenai tanggung jawab pemerintah dalam jaminan produk halal, Arifin menilai itu sudah tepat. UU JPH telah menggeser fokus halal menjadi kewajiban (mandatory) bagi seluruh pelaku usaha terkait. Konsekuensinya, cakupan pengelolaan JPH menjadi jauh lebih luas dan kompleks. “Hanya negara yang bisa mengelola urusan sebesar itu, bukan ormas”
Jaminan produk halal sendiri adalah jaminan kepastian hukum atas produk-produk halal. Hanya negara yang dapat menjamin kepastian Hukum. Meskipun MUI sudah bekerja cukup baik selama ini, namun urusan halal sudah menjadi domain negara.
Apalagi dalam UU JPH, MUI tetap dilibatkan memberikan fatwa halal yang akan menjadi acuan tunggal BPJPH dalam menerbitkan sertifikat halal.
“Konstruksi UU JPH ini kan sudah proporsional. MUI tetap dilibatkan. Sesuai kapasitasnya, MUI diberi kewenangan tunggal untuk memberikan fatwa halal. Itu bentuk penghargaan kepada MUI. Sedangkan LPPOM MUI juga tetap bisa menjadi lembaga pemeriksa halal. Malah mungkin akan menjadi LPH yang paling berpengaruh karena pengalaman dan fasilitas laboratorium yang mereka miliki. Jadi darimana argumen MUI tidak dilibatkan atau dianggap melanggar Pasal 27 ayat (2) UUD 1945?” pungkas Arifin.