Kanal24, Malang – Hamba para pencinta adalah seorang hamba yang menjauhkan diri dari perbuatan keji yang dapat merendahkan dan menghinakan dirinya di hadapan Dia Yang Dicinta baik berupa membunuh ataupun berzina. Karena kecintaannya telah mengalahkan segala-Nya dan pikirannya hanya berisi penuh alunan senandung Sang Kekasih sehingga seakan tidak ada ruang dalam diri dan pikirannya yang tersisa untuk meletakkan pikiran kotor dan ruang perbuatan keji itu. Sebab kebersamaan dengan Sang Dicinta selalu hadir dalam seluruh waktu yang dimilikinya hingga tidak ada kesempatan sedikitpun untuk berpaling pada kejahatan dan keburukan.
وَلَا يَقۡتُلُونَ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَلَا يَزۡنُونَۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ يَلۡقَ أَثَامٗا
…. dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (Al-Furqan: 68)
Namun, tidak ada satupun orang yang selamat dari godaan syetan hingga kadang tergelincir dalam kenistaan. Sekalipun dia terjatuh pada lembah kehinaan maka dia segera bersedia membuka hati untuk mendengarkan suara hati yang mengajaknya untuk kembali pada Dia Sang Dicinta. Dia segera bertaubat, berjanji dan berkomitmen untuk tidak akan tergelincir dan terjatuh lagi ke lembah kenistaan yang sama. Dan kemudian dia melakukan perbaikan dengan perbuatan baik sebagai cara untuk menunjukkan kesungguhan komitmen perubahan sekaligus cara untuk menghapus image negatifnya di hadapan Sang Dicinta. Seorang pencinta adalah hamba yang hatinya lembut, mudah tersadar, hingg rela dan bersedia untuk melakukan perubahan dan menggantinya dengan perbuatan baik (amal shalih).
إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلٗا صَٰلِحٗا فَأُوْلَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمۡ حَسَنَٰتٖۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا
kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-Furqan : 70)
Amal kebajikan (amal shalih) adalah cara untuk menghapus keburukan. Tidak ada keburukan yang terus menjadi keburukan, tidak ada satupun kegelapan terus menjadi kegelapan selama ada upaya untuk berubah dan merubah diri serta menggantinya dengan kebaikan dan kebajikan. Inilah fasilitas cinta yang disediakan oleh Sang Pemilik Muara Cinta karena Dia Maha Pemurah lagi Pengampun, sebagaimana dalam FirmanNya :
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِۚ ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ
Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah). (QS. Hud : 114)
Bahkan dipertegas oleh Rasul Sang Kekasih dalam sabdanya :
اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Bertakwalah kamu kepada Allah dimana dan kapan saja kamu berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya kebaikan itu menghapus keburukan itu, dan pergaulilah manusia dengan ahlak yang baik (HR at-Tirmidzi, Ahmad)
Hamba para pencinta selalu menjaga marwah dirinya dan menjaga hubungan dengan Sang Dicinta dengan selalu bersikap jujur dan menjauhkan diri dari kebohongan serta kepalsuan. Karena kebohongan baginya sama dengan menganggapnya tiada padahal Dia selalu ada menyertai dirinya sekalipun dalam kesendirian. Kebohongan sikap seakan merasanya dirinya berada dalam kesendirian tanpa pengawasan, padahal tidaklah setiap jiwa berdiam diri dan berada disuatu waktu dan tempat kecuali Dia pasti selalu ada dan Dia juga telah menugaskan para loyalisnya untuk terus menyertai, yaitu malaikat Raqib dan Atit.
Demikian pula hamba para pencinta tidak membiarkan dirinya dan waktu yang dilalui untuk melakukan tindakan yang sia-sia dan tidak bermakna, tak berfaedah. Diri para pencinta selalu berupaya mengefektifkan waktu, tindakan bahkan ucapan dan menjauhkan dari kesia-siaan. Jika dia menjumpai dengan realitas kesia-siaan maka dia berpaling dari mereka dan menjadikan dirinya tetap berada dalam efektifitas waktu dan tindakan hingga menjadi pribadi yang produktif dan hidup penuh makna (fullfilling life).
وَٱلَّذِينَ لَا يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَامٗا
Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya, ( Al-Furqan : 72).
Seorang Hamba Pencinta selalu berupaya melembutkan hatinya dengan selalu menyebut dan memanggil nama Sang Dicinta hingga bersedia menerima peringatan kala dirinya diingatkan atas kesalahan atau kebaikan terlebih jika diingatkan dengan surat-surat Cinta-Nya, dengan segala kebahagiaan penuh kerinduan maka dia segera mendengarkan dan menerimanya sepenuh hati karena dengan itu dia bernostalgia dalam romantisme cinta sejati. Baginya membaca surat cintaNya (alquran) sama dengan berkomunikasi dengan-Nya.
وَٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُواْ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِمۡ لَمۡ يَخِرُّواْ عَلَيۡهَا صُمّٗا وَعُمۡيَانٗا
dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta, ( Al-Furqan, : 73)
Hamba para pencinta selalu berharap agar cintanya itu dapat berbuah yang nantinya buah itu dapat pula dinikmati oleh siapa saja dan juga oleh dirinya. Serta dapat pula terus bermanfaat bagi sekitar dan kehidupan sekalipun kelak dirinya telah tiada. Inilah cintai yang tiada henti dan terus berlanjut dari generasi ke generasi hingga lahirlah generasi para pencinta.
وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٖ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan : 74)
Inilah harapan dan dambaan setiap para pencinta, yaitu cinta yang tiada henti hingga melahirkan generasi para pencinta. Semoga kita menjadi pencinta sejati dan dikaruniai generasi para pencinta, itulah anak-anak sholih para pemimpin orang-orang bertaqwa. Semoga anak cucu keturunan kita mencintai Allah sepenuh hatinya yang Allah juga mencintainya dan kelak dikumpulkan dalam golongan orang-orang para pencinta. Aamiiin….
KH. Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Fisip UB, Motivator dan Penulis Buku Produktif