Kanal24 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK), melalui Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers di Jakarta (6/9/2022) mengusulkan perlunya memberikan insentif berupa subsidi bunga agar perbankan yakin untuk menggunakan hak kekayaan intelektual (HAKI) sebagai jaminan utang.
“Dukungan dalam hal insentif program jaminan maupun subsidi bunga dari pemerintah menciptakan confidence dari sisi perbankan maupun perusahaan pembiayaan,” katanya.
Dian mengatakan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, bahwa pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi yang inovatif yang dapat berkontribusi pada pendapatan nasional dan meningkatkan daya saing global untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
“Dengan demikian industri kreatif terkait HKI yang masih tergolong muda ini perkembangannya akan sangat tergantung pada insentif inovasi yang diberikan pemerintah dan otoritas terkait,” ujarnya.
Dian menambahkan bahwa untuk menjadikan kekayaan intelektual sebagai subjek jaminan utang, bank dan perusahaan keuangan masih menghadapi sejumlah tantangan. Selain itu, bentuk komitmen yang dipersyaratkan belum ditentukan secara jelas karena saat ini jenis HKI yang memiliki dasar hukum yang jelas untuk komitmen hanya hak cipta dan paten.
“Sebagaimana diatur dalam undang-undang yaitu berupa peningkatan secara fidusia. Sementara jenis hak- hak yang lain belum diatur dasar hukumnya,” ucapnya.
Selanjutnya diperlukan pedoman penilaian ekonomi yang masih perlu direvisi dan diatur oleh berbagai pihak yang ahli di bidang HAKI, karena saat ini belum ada rumusan standar penilaian HAKI yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian agunan oleh bank.
Selain itu, perlu dibentuk lembaga untuk mengevaluasi nilai ekonomi yang terkait dengan HKI, karena saat ini belum ada lembaga penilai yang secara khusus menilai HKI dan menetapkan standar bagi bank. Serta diperlukan identifikasi prosedur penegakan HKI dan lembaga yang membantu penegakan HKI yang dijadikan jaminan.
“Kemudian juga secondary market tentu saja yang belum tersedia. Sehingga pada saat eksekusi nanti, misalnya agunan itu tidak dapat dilakukan penjualan yang efektif tanpa ada secondary market yang likuid,” tutur Dian.
Terkait kebijakan pemerintah yang menetapkan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, Dian menjelaskan bahwa OJK lebih mengutamakan penerapan HKI sebagai salah satu subjek penjaminan utang, tentunya dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan risiko yang sehat di sektor jasa keuangan.
Bank pemberi kredit harus memiliki keyakinan berdasarkan analisis terhadap niat dan kemampuan debitur serta kemampuannya untuk membayar kembali utang yang diperjanjikan, sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan serta POJK No.42/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank bagi Bank Umum.
Dalam hal ini jaminan hanya merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan oleh bank dalam memberikan kredit, sedangkan jaminan dapat diterima sebagai jaminan kredit atau tidak adalah keputusan bank berdasarkan penilaian kreditur, debitur atau calon debitur.