Kanal24, Malang – Pemerintah Indonesia kembali menerima peringatan penting terkait kondisi sektor energi nasional. Dalam berbagai forum resmi, termasuk agenda strategis kelistrikan, para pemangku kepentingan menekankan bahwa Indonesia harus mewaspadai ancaman trilema energi—sebuah konsep yang menggambarkan tiga tantangan besar yang harus dicapai secara bersamaan: keamanan energi, keterjangkauan, dan keberlanjutan lingkungan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, menegaskan bahwa ketiga aspek ini tidak bisa dipilih satu per satu. Negara harus mampu menyediakan energi yang stabil, harga yang terjangkau, sekaligus ramah lingkungan, meskipun fakta di lapangan menunjukkan bahwa mewujudkan keseimbangan tersebut bukanlah hal mudah.
Tiga Pilar Penting Trilema Energi
1. Keamanan Energi
Indonesia harus memastikan seluruh wilayah memiliki pasokan listrik yang memadai, stabil, dan andal. Pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan industri, dan kebutuhan digitalisasi meningkatkan tekanan pada sistem kelistrikan nasional.
2. Keterjangkauan Energi
Harga listrik dan energi harus tetap terjangkau oleh semua masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Tertinggal). Pemerataan akses energi masih menjadi indikator sensitif dalam pembangunan nasional.
3. Keberlanjutan Lingkungan
Transisi energi menuju sumber bersih seperti tenaga surya, hidro, panas bumi, dan biomassa menjadi keharusan untuk mengurangi emisi dan menjaga komitmen nasional terhadap target iklim.
Target Ambisius dalam RUPTL Baru
Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, PLN menetapkan target besar untuk memperluas penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Sekitar 76 persen dari penambahan kapasitas pembangkit listrik nasional dalam dekade mendatang direncanakan berasal dari sumber energi bersih.
Untuk menopang distribusi energi tersebut, PLN menargetkan pembangunan jaringan transmisi listrik sepanjang puluhan ribu kilometer serta pengembangan gardu induk berkapasitas besar. Nilai investasi yang disiapkan mencapai ribuan triliun rupiah, menjadikannya salah satu proyek transformasi energi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang selama ini sebagian besar masih diimpor sehingga rentan terhadap gejolak harga global.
Keterjangkauan Masih Jadi Titik Lemah
Meskipun arah kebijakan energi menunjukkan optimisme, analisis berbagai lembaga menunjukkan bahwa Indonesia masih punya tantangan besar dalam aspek keadilan energi. Akses terhadap listrik di beberapa daerah terpencil masih belum optimal, biaya produksi energi bersih relatif tinggi, dan sebagian masyarakat rentan terhadap kenaikan tarif jika subsidi dikurangi.
Ketimpangan infrastruktur antarwilayah menjadi salah satu penyebab utama sulitnya menciptakan harga energi yang seragam di seluruh Indonesia. Tanpa intervensi strategis, transisi energi berpotensi menimbulkan beban biaya bagi kelompok tertentu.
Peran Industri dalam Menopang Trilema Energi
Sejumlah pelaku industri energi nasional juga mulai menerapkan strategi khusus untuk merespon tantangan trilema. Salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia menyatakan bahwa mereka menjalankan dua pendekatan paralel:
- Mengoptimalkan produksi energi fosil yang ada untuk menjaga ketahanan energi dan stabilitas harga.
- Bertransformasi menuju energi ramah lingkungan sebagai bagian dari komitmen jangka panjang menuju emisi nol bersih.
Pendekatan hibrida ini dipandang penting untuk menghindari gejolak pasokan selama masa transisi energi.
Acara Kolaboratif Perkuat Sinergi Pemerintah–Swasta
Dalam berbagai forum energi nasional, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, investor, akademisi, dan pihak internasional menjadi kunci. Sejumlah pameran teknologi energi, workshop, dan diskusi tingkat tinggi digelar untuk mempercepat inovasi.
Acara berskala besar juga digelar untuk menjembatani investasi di sektor energi, memperkenalkan teknologi smart grid, pembangkit listrik berbasis EBT, hingga sistem penyimpanan energi. Tidak hanya berfokus pada bisnis, acara tersebut juga memasukkan program penyeimbangan emisi karbon sebagai langkah nyata mendorong keberlanjutan lingkungan.
Prospek dan Risiko di Masa Depan
1. Investasi Besar Membawa Risiko Besar
Nilai investasi yang masif memerlukan tata kelola ketat. Risiko pembengkakan anggaran, keterlambatan proyek, atau ketimpangan infrastruktur sangat mungkin terjadi.
2. Keterjangkauan Harus Tetap Jadi Prioritas
Walaupun teknologi EBT semakin berkembang, biaya implementasinya belum sepenuhnya kompetitif. Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara mendorong investasi dan memastikan masyarakat tidak terbebani tarif tinggi.
3. Kebutuhan Teknologi Penunjang
Transisi energi tidak bisa berjalan tanpa dukungan teknologi seperti penyimpanan baterai skala besar, jaringan listrik cerdas (smart grid), dan digitalisasi sistem kelistrikan.
4. Konsistensi Kebijakan Adalah Kunci
Iklim investasi sangat dipengaruhi oleh kepastian regulasi. Perubahan kebijakan yang mendadak berpotensi menghambat masuknya investor asing dan lokal.
Trilema energi menjadi tantangan strategis yang akan memengaruhi masa depan pembangunan Indonesia dalam satu hingga dua dekade ke depan. Pemerintah, industri, dan masyarakat harus bekerja sama agar transisi menuju energi bersih tetap berjalan, namun tidak mengorbankan keterjangkauan maupun ketahanan energi nasional.
Dengan langkah yang tepat, Indonesia berpeluang menjadi negara dengan sistem energi modern yang kuat, bersih, dan inklusif. Namun tanpa pengelolaan yang matang, trilema energi bisa berubah menjadi hambatan serius bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (nid)









