Kanal24, Probolinggo — Inovasi merupakan kunci dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil olahan ikan, terutama di sektor pengolahan tradisional yang banyak melibatkan perempuan. Teknologi yang tepat tidak hanya mampu meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Pentingnya peran inovasi inilah yang menjadi latar belakang Program Doktor Mengabdi (DM) Universitas Brawijaya (UB) di Desa Mlaten, Kecamatan Nguling, Kabupaten Probolinggo.
Dipimpin oleh Dr. Ir. Dwi Setijawati, M.Kes., program ini memperkenalkan teknologi pengasapan ikan menggunakan lemari asap terkontrol atau cabinet smoker, sebuah inovasi yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan nilai jual produk olahan ikan setempat. Pada Minggu (13/10/2024), teknologi ini diperkenalkan kepada masyarakat setempat, bersama Dr. Ir. Yahya, M.P. Lemari asap ini dirancang untuk memberikan hasil yang lebih merata, efisien, serta ramah lingkungan, menjadikannya solusi ideal bagi para perempuan pengolah ikan di desa tersebut.
Tujuan dari program ini tidak hanya berhenti pada aspek teknologinya saja. Peningkatan kesejahteraan menjadi fokus utama, dengan harapan para pengolah ikan dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas, meningkatkan pendapatan mereka, dan pada akhirnya, memperbaiki taraf hidup komunitas di Desa Mlaten.
“Dengan alat pengasapan ini, kami mengurangi dampak polusi udara sekaligus memberdayakan perempuan,” ungkap Dr. Dwi Setijawati. Mesin ini memungkinkan proses pengasapan lebih efisien, dengan waktu yang lebih singkat dan hasil yang optimal.
Dalam waktu 40 hingga 45 menit, lemari asap terkontrol ini mampu menghasilkan sekitar 25-30 kilogram ikan asap. Metode ini jauh lebih cepat dibandingkan metode tradisional yang mengharuskan pekerja untuk bekerja dari pukul 8 pagi hingga 3 sore dengan hasil yang sama.
Cabinet smoker ini dilengkapi dengan isolator untuk menahan panas di dalam mesin, sehingga tidak mengeluarkan panas berlebihan ke lingkungan sekitar. Hal ini memberikan kenyamanan ekstra bagi para pekerja yang sebagian besar adalah perempuan. Selain itu, mesin ini meminimalisir pencemaran udara, sebuah masalah yang sering ditemui dalam pengasapan tradisional yang menghasilkan asap tebal dan panas berlebih.
Dr. Yahya menjelaskan bahwa alat ini diciptakan untuk menggantikan proses pengasapan tradisional yang menggunakan api terbuka. Asap dari api terbuka ini, katanya, berpotensi membahayakan kesehatan pekerja, terutama pada saluran pernapasan. Alat ini awalnya diciptakan melalui proyek kerjasama dengan Jepang pada tahun 2000 di Banyuwangi. Seiring waktu, alat tersebut terus diperbarui dan disempurnakan hingga kini.
Alat ini dirancang memiliki tiga lapis rak yang masing-masing dapat menampung hingga 30 ekor ikan, sehingga memungkinkan pengolahan yang lebih banyak dalam sekali pengasapan. Mesin ini juga fleksibel dalam penggunaan bahan bakar, seperti tempurung kelapa, janggal jagung, dan sabut kelapa. Menurut Dr. Yahya, tempurung kelapa menghasilkan asap terbaik, tetapi janggal jagung dinilai lebih praktis karena menghasilkan bara api yang lebih stabil dan mengurangi kemungkinan ikan menjadi gosong.
Program ini disambut positif oleh masyarakat setempat, termasuk Kepala Desa Mlaten, yang berharap dapat memperluas cakupan program ini. Selain meningkatkan efisiensi produksi, teknologi ini juga berpotensi meningkatkan kualitas dan daya tahan produk ikan asap. Dengan metode pengasapan terkontrol, ikan yang dihasilkan dapat bertahan hingga lima hingga tujuh hari dalam kondisi optimal.
Selain manfaat teknologi, program ini juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang teknik penyimpanan dan pengawetan ikan untuk menjaga kualitas produk. Para penerima manfaat, khususnya perempuan, mengaku merasa terbantu dengan adanya teknologi ini. Mereka tidak hanya terbantu dari sisi efisiensi waktu dan tenaga, tetapi juga memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi dari produk yang dihasilkan.
Program Doktor Mengabdi UB ini diharapkan dapat terus berkembang dan memberi manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat Desa Mlaten. Dr. Yahya menambahkan bahwa inovasi ini juga berpotensi digunakan untuk berbagai jenis daging selain ikan, seperti daging ayam dan sapi, serta memperluas cakupan pasar melalui produk asap yang bernilai tinggi.
Dengan adanya teknologi yang lebih ramah lingkungan dan menyehatkan, para perempuan pekerja di Desa Mlaten kini dapat menjalankan usaha mereka dengan lebih produktif dan nyaman, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sekitar. (nid/yor)