Komunikasi islam tidak hanya sekedar berbicara tentang bagaimana sebuah pesan disampaikan (transmisional), namun pula tentang bagaimana sebuah territory itu diatur (manajemen territori). Bagi islam, keluarga adalah sebuah pola komunikasi terkecil suatu masyarakat. Ada sebuah territori yang bersifat privasi bagi anggota keluarga dalam berinteraksi, baik terkait waktu maupun ruang. Territori adalah batas wilayah atau ruang seseorang dalam berkomunikasi yang dianggap menjadi “miliknya” yaitu seseorang merasa nyaman dalam wilayah tersebut dan bersifat privat sehingga merasa bebas untuk melakukan tindakan apapun “sesuka” dirinya.
Islam mengajarkan manajemen territori dengan menggunakan pendekatan waktu. Terdapat tiga batas territori waktu dalam Islam, sebagaimana diajarkan dalam alquran, Firman Allah swt:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِيَسۡتَـٔۡذِنكُمُ ٱلَّذِينَ مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡ وَٱلَّذِينَ لَمۡ يَبۡلُغُواْ ٱلۡحُلُمَ مِنكُمۡ ثَلَٰثَ مَرَّٰتٖۚ مِّن قَبۡلِ صَلَوٰةِ ٱلۡفَجۡرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ ٱلظَّهِيرَةِ وَمِنۢ بَعۡدِ صَلَوٰةِ ٱلۡعِشَآءِۚ ثَلَٰثُ عَوۡرَٰتٖ لَّكُمۡۚ لَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ وَلَا عَلَيۡهِمۡ جُنَاحُۢ بَعۡدَهُنَّۚ طَوَّٰفُونَ عَلَيۡكُم بَعۡضُكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah hamba sahaya (laki-laki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antara kamu, meminta izin kepada kamu pada tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan setelah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat (waktu) bagi kamu. Tidak ada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu; mereka keluar masuk melayani kamu, sebagian kamu atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (QS. An-Nur : 58)
Berdasarkan Firman Allah swt tersebut, ada tiga batas territori waktu yang dalam bahasa wahyu disebut dengan waktu aurat yaitu : sebelum subuh (karena waktu itu seseorang sedang beristirahat), waktu siang (karena waktu itu seseorang sedang melepas penat di siang hari), setelah isyak (karena saat itu adalah waktu untuk mengistirahatkan tubuh setelah seharian bekerja serta mempersiapkan untuk aktfitas selanjutnya).
Bahkan uniknya, Islam menggunakan kata aurat untuk mendeskripsikan suatu batasan waktu yang harus dijaga. Aurat adalah sesuatu dari bagian tubuh yang harus ditutupi dengan pakaian, membukanya dianggap melanggar aturan Allah dan dihukumi dengan dosa. Jadi waktu sebagai aurat berarti Islam menganggap bahwa territori waktu adalah sesuatu yang wajib dijaga, dihormati dan jangan dilanggar karena berkaitan dengan persoalan keyakinan dan berhubungan secara transenden. Hal ini tentu berbeda dengan konsep barat yang menganggap bahwa waktu adalah semata ranah kemanusiaan yang bebas dan tidak terikat dengan persoalan keimanan.
Territori dimaksudkan bahwa individu memiliki hak privasi dan hanya dirinya yang diperkenankan untuk mengelola dan memasukinya. Orang lain apabila menginginkan memasuki wilayah territori tersebut maka haruslah seijin pemilik territori. Pelanggaran atas teritori merupakan pelanggaran wilayah privasi seseorang, dan setiap pelanggaran di dalam islam selalu dikaitkan dengan konsekwensi nilai keyakinan (keimanan) yaitu dosa. Sekalipun derajat dosa dalam setiap tindakannya sangat beragam, dari sesuatu yang mendekati dosa (makruh), ringan hingga berat atau besar. Pelanggaran atas suatu territori dalam Islam merupakan suatu aturan dalam batas etik, sehingga pelanggaran atas konsep territori disini adalah berupa peringatan etis. Terlebih bahwa terkait dalam wilayah territori ini adalah keluarga inti atau orang yang dianggap sebagai bagian dalam keluarga inti karena tugasnya atau pekerjaannya, yaitu pembantu atau pelayanan yang diperkenankan untuk memasuki wilayah territori itu.
Penetapan territori dalam islam diatur berdasarkan konteks waktu yang berpengaruh terhadap sebuah ruang atau tempat. Artinya pada batas waktu yang telah ditentukan itu maka seseorang diberi batasan untuk berinteraksi dan memasuki ruang tertentu dalam territori waktu yang telah ditetapkan dan tidak diperkenankan melanggar batas territori waktu tersebut sehingga hal demikian juga berpengaruh pada tempat dimana seseorang pada suatu waktu tersebut berada.
Pengaturan batas atau territori waktu dalam Islam dimaksudkan untuk memberikan pengajaran kepada generasi khususnya anak-anak yang belum baligh ataupun pula pelayan, pembantu agar mereka belajar menghormati dan menghargai kepentingan orang lain. Bahwa dalam berinteraksi mereka memiliki batasan dan aturan yang didalamnya juga dikandung pengajaran nilai etika dalam berkomunikasi.
Islam mengajarkan kepada ummatnya agar seseorang khususnya anak yang belum baligh atau pembantu, pelayanan benar-benar belajar menghargai waktu khusus bagi orang tua. Sekaligus mengajarkan untuk berdisiplin dan menghargai kepentingan orang lain, sehingga apabila ingin memasuki batas territori waktu itu seseorang harus meminta ijin terlebih dahulu dengan cara, mengetuk pintu, memberikan salam.
Tiga territori waktu juga maksudkan bahwa agar anak belajar menghargai orang lain khususnya orang tuanya karena pada tiga waktu tersebut saat orang tua istirahat, melepas penat dan bahkan mungkin pula membuka aurat, pakaian luarnya dan pekerjaan lainnya yang harus dihargai oleh seorang anak.
Demikian pula Islam memberikan pengajaran bahwa berkomunikasi dan berinteraksi haruslah memperhatikan konteks ruang dan waktu. Hal ini bukan semata untuk kepentingan efektifitas dalam komunikasi melainkan terkait dengan persoalan etika dan makna berkomunikasi (meaning) yaitu seseorang haruslah saling menghargai nilai (termasuk pemahaman) yang diyakini oleh orang lain, sehingga dengan mengedepankan nilai-nilai etis dalam berinteraksi menjadikan komunikasi tidak hanya sekedar bernilai, namun pula bermakna (meaningfull).
Untuk itu islam mengajarkan kepada ummat manusia agar dalam berinteraksi dan bertamu haruslah mempertimbangkan aurat waktu tersebut. Janganlah mengunjungi seseorang pada waktu-waktu yang telah disebutkan itu. Bahkan dengan sangat indah islam mengajarkan tentang bagaimana adab dalam bertamu. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah riwayat bahwa Shafwan bin Umayyah mengutus Kaladah bin Al Hambal, pada hari penaklukan kota Makkah. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas lembah. Aku menemui Beliau tanpa mengucapkan salam dan tanpa minta izin. Maka Beliau bersabda:
اِرْجِعْ فَقُلْ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أأدخل
“Keluarlah, ucapkanlah salam dan katakan: “Bolehkah aku masuk?” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i)
Demikian pula Rasulullah mengajarkan untuk tidak berdiri di depan pintu namun disamping pintu. Sebagaimana Diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr, ia berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَي بَابَ قَوْمٍ لَمْ يَسْتَقْبِلِ البَابَ مِنْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ وَلَكِنْ مِنْ رُكْنِهِ الأَيْمَنِ أَوْ الأَيْسَرِ وَيَقُوْلُ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah orang, Beliau tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi di samping kanan atau samping kiri, kemudian Beliau mengucapkan salam “assalamu ‘alaikum, assalamu ‘alaikum”, karena saat itu rumah-rumah belum dilengkapi dengan tirai”. (HR. Abu Dawud)
Bahkan untuk memasuki suatu rumah dianjurkan untuk meminta ijin maksimal tiga kali. Sebagaimana Firman Allah swt
فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَآ أَحَدًا فَلاَ تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ ازْكَى لَكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu “Kembali (saja)lah,” maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. An Nur:28)
Sebagaimana pula sabda Nabi :
إِذَا اسْتَأَذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ فَلْيَنْصَرِفْ
“Jika salah seorang dari kamu sudah meminta izin sebanyak tiga kali, namun tidak diberi izin, maka kembalilah”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Aturan lainnya dalam bertamu adalah dilarang mengintip ke dalam rumah. Sebagaimana sabda Nabi :
لَوْ أَنَّ امْرَأً اِطْلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفَتْهُ بِحُصَاةٍ فَفَقَأَتْ عَيْنُهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
“Sekiranya ada seseorang yang mengintip rumahmu tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu hingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Disinilah islam memberikan aturan yang indah bahwa semua aspek interaksi manusia terikat dengan persoalan keyakinan, keimanan dan hubungannya dengan Allah sang Maha Pengatur. Artinya interaksi yang dilakukan oleh manusia termasuk dalam komunikasi keluarga sejatinya adalah dalam rangka mewujudkan keimanannya kepada Tuhan yang Maha Esa sehingga apabila setiap komunikasi dan interaksi kemanusiaannya dilandasi atas dasar demikian maka dianggap sangat bermakna bagi dirinya baik di dunia ataupun kelak di akhirat.
Semoga keindahan ajaran ini menjadikan setiap manusia lebih teratur hidupnya dan menjadi lebih tenang dan tentram dllam menjalani seluruh proses interaksi kemanusiaannya. Aamiiin…