KANAL24, Malang – Tidak ada perpisahan yang paling menyedihkan kecuali berpisah dengan Ramadhan yang selama sebulan kita saling bercinta dengan ibadah sepanjang waktu, bersujud, menengadahkan tangan seraya berdoa meminta dengan iba rahmad-Nya, membaca ayat-ayat cintanya, berbagi dengan penuh kebahagiaan dan ketulusan.
Berat rasa hati berpisah dengan ramadhan setelah sebulan kebersamaan indah itu dibangun. Setelah ini tidak terdengar lagi teriakan dari corong-corong masjid membangunkan warga untuk sahur, tidak ada lagi keindahan berbuka bersama, tidak ada lagi keceriaan teriakan shalawat saat selepas dua rakaat teraweh diselesaikan, tidak ada lagi kebersamaan tadarus membaca alquran bersama di masjid, saling bahu membahu membagikan zakat fitrah.
Namun kami tidak ingin melepaskan kepergianmu begitu saja. Kami masih ingin bersamamu walau engkau telah pergi. Masih ada malam-malam yang bisa terus kita hiasi dengan sujud, tangisan dan dzikir pada-Nya di setiap sepertiga malam terakhir. Masih ada kesempatan panjang untuk terus membacakan surat-surat cintanya selepas solat fardhu setiap harinya, pintu-pintu masjid masih terbuka lebar untuk kita datangi setiap panggilan adzan berkumandang untuk solat berjamaah dengan penuh kekhusu’an, masih ada butiran-butiran tasbeh yang bisa terus diputar mengiringi tarian setiap ujung jemari seraya menyebut, memanggil dan mensucikan nama-Nya, masih ada kesempatan untuk terus mengosongkan perut, menahan lapar dan dahaga di hari-hari ke depan, masih ada tengadah tangan dari mereka yang membutuhkan pertolongan bantuan sedekah dan uluran tangan kita.
Sskalipun engkau telah berpamitan pada kami, kami belum rela engkau meninggalkan kami, terlalu indah untuk kami lupakan malam-malam terakhir bersamamu di sepuluh penghujung itu (asyrul awakhir). Yang kami menunggu kehadiran tamu istimewamu dengan penuh harap agar kami dapat meraihnya, yang lebih utama dariaada seribu bulan yang usia kami belum tentu mampu melewatinya. Di malam penghujung perpisahan itu, ada riyadhah spiritual yang semakin menjadi-jadi, ada bisikan doa dalam sujud yang begitu lama, ada tangisan harap ingin berjumpa dan ada permohonan ampunan dosa yang terisak dalam setiap butiran tangisannya. Ku pinta pada-Mu, janganlah terburu engkau meninggalkan kami.
Kami tidak ingin segera melepaskanmu, masih ada 6 hari untuk kami menghadirkan dirimu sekalipun sudah tidak bernama dirimu lagi (ramadhan), namun kami masih bisa terus melanjutkan kebiasaanmu untuk berpuasa dan menahan lapar dan dahaga agar kami tidak berhenti seketika dan melepaskanmu begitu saja, bahkan kami akan menambahkannya dengan silaturrahim dan saling mendoakan kebaikan agar amaliah yang lalu diterima oleh – Nya, kami akan melakukannya agar puasa kami bernilai pahala genap setahun, itulah Syawal yang penuh keceriaan.
Sekalipun Ramadhan-Mu akan benar-benar pergi dan tak bisa kami halangi, maka kuharap Engkau yaa Rabb menerima puasa kami, shalat kami, ruku’ kami, sujud kami, bacaan alquran kami, sedekah kami, zakat kami, seluruh amal kebaikan kami dan kuharap Engkau menganugerahkan pada kami keistiqomahan amalan sebagaimana diri ini saat mebersamai ramadhan-Mu. Janganlah Engkau sia siakan harapan kami ini, kabulkanlah yaa Rabb.
Ku patrikan dalam dada kami kesungguhan untuk melanggengkan amalan kebaikan yang kami lakukan selama bulan ramadhan lalu. Karena kami sadar bahwa hal itu adalah tanda keberhasilan ramadhan kami. Kami ingin membekasinya dalam jejak amalan kami ke depan sebagai tanda cinta kami pada-Mu dan dan bukti rindu kami atas ramadhan-Mu. Karena kami ingin bulan-bulan yang kami lalui kedepan menjadi selayaknya ramadhan.
Kami ingin semua bulan-Mu adalah Ramadhan, yang setiap detak jantung kami hanya ada nama-Mu dan setiap langkah kami adalah jalan-Mu dan setiap tatapan kami adalah wajah indah-Mu yang kekal selamanya. Kami hanya berharap agar kalimat terakhir yang meluncur dari lisan kami saat akan berpisah dengan hidup fana ini adalah memanggil keEsaan nama-Mu, laa ilaaha illaallah, muhammadur rasulullah.
Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Rabbanaa taqabbal minnaaa, Aamiiiin.…
Penulis Akhmad Muwafik Saleh. Dosen Fisip UB dan motivator