oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Ramadhan tahun ini (2020) terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelumnya semarak syiar ramadhan amat terasa menggairahkan. Semua masjid ramai dengan jamaah shalat tarawih, dilanjut dengan tadarus bersama. Waktu sahur ramai dipenuhi kegiatan berbagi makan sahur, jalan-jalan penuh dengan para penjual takjil dan berbagi takjil setiap menjelang berbuka, masjid-masjid ramai dengan Taklim menjelang berbuka. Menjelang 10 hari terakhir di bulan Romadhon berbagai kegiatan itikaf, qiyamul Lail dan berbagai kegiatan sosial lainnya bertambah ramai. Berbagai persiapan mudik pun dilakukan oleh berbagai kalangan. Suasana semakin meriah penuh kegembiraan pada hari-hari menjelang arus mudik, perasaan terbawa jauh ke kampung halaman, merindukan kembali bertemu dengan sanak saudara, rencana-rencana pertemuan alumni telah dirancang jauh-jauh hari. Bahkan pada malam hari lebaran, suasana kegembiraan semakin memuncak dengan kegiatan takbir keliling, disertai meriahnya kembang api, semua berbaur dalam kegembiraan kemenangan. Pagi hari lebaran, semua tampak bahagia dengan baju-baju baru, melangkah menuju masjid ataupun lapangan untuk menjalankan salat Ied, dengan wajah penuh ceria. Kemudian dilanjut dengan kegiatan silaturahim saling berkunjung dari rumah ke rumah, saling bersalam-salaman antar sanak saudara, berbaur dalam kegiatan halal bihalal, merayakan kemenangan dan kebahagiaan Idul Fitri.
Namun keindahan semarak Romadhon dan kebahagiaan Idul Fitri tahun ini seakan sirna tidak ada lagi cerita Indah syiar Ramadhan, semuanya hilang ditelan ketakutan dan kekhawatiran akibat pandemi wabah corona. Semua terdiam, masjid ditutup, jalanan sepi, roda ekonomi terhenti, tiada lagi nafas kebahagiaan. Semua terhenti bersamaan dengan kebijakan dan narasi pencegahan covid-19. Seakan covid-19 telah menelan habis semua semarak ramadhan dan kebahagiaan Idul Fitri itu.
Covid-19 telah melebihi kuasa negara adi kuasa. Padahal ia adalah makhluk kecil yang hanya berukuran 120 hingga 160 nanometer dan hanya dapat dilihat oleh mikroskop elektron. Seakan virus ini ingin membalikkan rasionalitas manusia bahwa kekuasaan dan kesombongan tidaklah ada artinya bahkan kalah dengan makhluk kecil yang tak kasat mata. Jika dengan makhluk kecil saja manusia sudah tidak berdaya, lalu bagaimana mungkin manusia bisa berlaku sombong terhadap Tuhan Sang Pencipta segala makhluk penguasa jagat raya ini ?. Masihkah manusia berbangga diri dengan kekuasaan, kekayaan, dan segala aksesoris lainnya ?, sementara semua itu adalah titipan. Mampukah segala kuasa yang dimiliki oleh manusia melawan makhluk kecil yang tak kasat mata itu ?. Jika sampai sekarang manusia belum mampu menemukan obatnya, lalu masihkah manusia berani melawan kekuasaan Allah swt yang Maha Kuasa atas segala makhluk ?. Jika telah nyata kelemahan diri manusia, mengapa manusia belum juga bersedia tunduk patuh dan bersujud kepadaNya ?, bahkan melarang manusia untuk mendekat kepadaNya dan mengapa pula menjauhkan manusia lainnya dari tempat beribadah kepada-Nya dengan menutup tempat-tempat ibadah pada-Nya ?. Dimanakah akal rasionalitas manusia diletakkan? Ataukah hati mereka telah tertutup dalam melihat kebenaran melalui virus kecil ini ?.
Ketahuilah ‼ Tidak ada sesuatu apapun yang ada di langit dan di muka bumi kecuali berada dalam kehendak dan kuasa-Nya.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghabun, Ayat 11)
Serta tidak ada segala sesuatu apapun termasuk makhluk melata dan demikian pula virus kecuali mereka bertasbih dan tunduk pada-Nya. Virus corona yang saat ini membuat seluruh dunia gempar dan semua manusia tak berkutik dengannya, sesungguhnya ia (virus) sedang bertasbih dan tunduk pada Sang Pencipta-Nya. Jika demikian, mengapa manusia tidak juga bertasbih dan mendekat kepada-Nya ?.
Allah swt Sang Pencipta segala makhluk, saat ini sedang mengutus hamba ciptaannya yaitu virus corona dengan misi untuk mengingatkan manusia akan keterbatasan dan kelemahan dirinya, agar manusia segera sadar dan kembali kepada-Nya untuk kembali mengingat Allah swt dan tunduk atas segala perintah dan aturan-Nya. Namun anehnya, mengapa manusia yang “merasa berkuasa” bahkan menjauhkan manusia lainnya dari mengingat Allah ?. Inilah kebodohan manusia.
Bagaimana mungkin Allah swt akan “memanggil pulang” virus corona, sementara misi utama dari tugasnya belum selesai ? yaitu agar manusia segera kembali pada-Nya.
وَبَلَوۡنَٰهُم بِٱلۡحَسَنَٰتِ وَٱلسَّيِّـَٔاتِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al-A’raf, Ayat 168)
Saat ini pilihan ada pada diri kita, apakah ingin kembali kepada Allah atau terus menjauh dari-Nya ?. Apakah kita menginginkan si virus tetap berlama-lama menjalankan misinya di tengah-tengah manusia atau kita membantunya agar misi segera selesai ?. Jawaban ada pada diri kita.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB