Kanal24, Malang – Menyikapi adanya anomali data yang terjadi dalam survei Indopol yang diumumkan kemarin (24/1/2024) , Titi Anggraini, S.H.,M.H, Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi menanggapi bahwa sebenarnya masyarakat kita telah naik kelas. Artinya dalam hal ini, makin signifikannya dampak debat terhadap Pemilu menandakan bahwa Debat telah mencapai tujuan yang sebenarnya. Bagaimana pemilih bisa terpapar secara lebih luas untuk menangkap dan menggunakan visi, misi, dan program kerja para calon sebagai referensi di dalam mengambil keputusan.
Para pemilih kita beradaptasi dengan pendekatan yang lebih substantif dengan tidak menyepelekan pemilu. Tradisi ini tentunya perlu diikuti dengan proses debat yang betul-betul lebih berbobot dan lebih menghadirkan dialektika yang bersifat gagasan.
“Muncul permasalahan baru, selisih hari debat terakhir dan hari pemungutan suara kurang lebih seminggu. Berbeda dengan Pemilu periode sebelumnya yang hanya selisih beberapa hari,” ujar Titi.
Titi menjelaskan bahwa jangan sampai di jeda selisih hari tersebut dihujani politisasi bantuan sosial. Karena Bansos sebenarnya adalah hak mereka. Jangan sampai mereka dihujam rasa takut tidak menerima bansos.
“Jangan sampai kemudian debat itu tenggelam oleh aktivitas-aktivitas jahat politisasi bansos. Hal ini akan membelokkan politik beradab kita yang saat ini telah perlahan naik kelas.”
“Karena ciri pemilu demokratis adalah pemilih yang terbebas dan merdeka penuh dari segala gangguan. Gangguan baik intimidasi fisik, verbal, mental, psikologi, bahkan gangguan dari uang, miss informasi, dan gangguan terkait dengan serangan terhadap sesuatu yang menjadi hak mereka,” terang Titi.
Kebebasan warga negara untuk tidak terganggu oleh tekanan eksternal menjadi tidak terwujud. Hal ini sudah terjadi di beberapa daerah yang telah dipaparkan oleh Indopol sehingga hasil survei elektabilitas tidak dapat ditampilkan akibat dari adanya dinamika anomali di lapangan. Bahkan berdasar data dari Indopol menyatakan bahwa di Blitar sekitar 80% penduduk memilih untuk menjadi undecided voter. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya otoritas lurah yang tidak ingin bantuan sosialnya di daerahnya bermasalah.
Jika tidak diantisipasi hal ini menjadi ancaman serius. Pemilu yang merupakan instrumen demokrasi, oleh karena itu mereka harus terbebas dari tekanan dan gangguan apapun. Tidak hanya menjadi masalah bagi masyarakat, namun juga menjadi peringatan bagi para calon dalam pemilu, karena bagaimanapun juga, tugas para calon dalam pemilu tidak hanya untuk memproteksi suara pemilihnya, namun juga memproteksi rasa aman warganya.
“Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, yang pertama adalah semua pihak harus mengkonsolidasi untuk mencegah terjadinya pelanggaran sebelum hari pemungutan suara dan yang kedua adalah meyakinkan pemilih bahwa bilik suara dan sura suara itu bersifat rahasia. Pilihan mereka tidak akan diketahui oleh siapapun. Sehingga mereka memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam mengekspresikan pilihan politiknya dalam surat suara,” ujar Titi.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka kita juga perlu memastikan agar para penyelenggara pemilu bersifat netral, profesional, dan berintegritas. ajakan berikutnya adalah pada hari pemungutan suara, kita diminta untuk perlu membangun gerakan masal dan masif untuk mengawal tps, kepada publik dan kita semua. jangan sekedar datang ke tps untuk mencoblos. ikuti prosesnya sampai hasil pemungutan suara diumumkan. foto hasilnya, publikasikan. ada jaga pemilu.com, jagasuara 2024, Jagasuaramu, peta kecurangan pemilu, termasuk pada medsos.
Titi berharap agar publik harus lebih kritis lagi dan harus lebih mengawasi lagi terkait netralitas pihak otoriter. Selain itu kebebasan bersuara adalah hak seluruh masyarakat. Oleh karena itu sudah sepantasnya para pemilih mendapatkan haknya semaksima mungkin. (fan/din)