Kanal24, Malang – Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) Surabaya merayakan hari jadinya yang ke-9 di Surabaya dengan tema “Soerabaja Tempo Doeloe,” menampilkan ragam budaya dan warisan kain nusantara. Perayaan ini mengusung pesan untuk mengajak generasi muda agar lebih mencintai dan melestarikan wastra nusantara, warisan leluhur yang kaya akan nilai budaya dan identitas nasional. Sabtu (9/11/2024).
Acara ini dibuka dengan penampilan angklung dari anggota KCBI Surabaya, yang tampil dalam kostum khas janggan hitam lengkap dengan ornamen corsage bunga mawar besar di dada kanan. Penampilan angklung mereka menarik perhatian banyak pengunjung, karena diiringi oleh lagu legendaris “Selendang Sutra” yang menggambarkan kisah cinta dan harapan di tengah perjuangan.
Simfoni angklung ini menyimbolkan adegan seorang kekasih yang memberikan selendang sutra sebagai tanda cinta dan harapan bagi pasangannya yang akan berjuang dalam perang. Lagu penuh makna ini menjadi pembuka yang sempurna, memberikan kesan yang mendalam bagi para hadirin.
Para anggota KCBI yang hadir mengenakan kebaya encim dengan bawahan batik bermotif pesisiran, sesuai dengan dress code perayaan yang menonjolkan keindahan budaya khas Indonesia, khususnya dari pesisir Jawa Timur. Kebaya encim dipadukan dengan batik pesisiran yang berwarna-warni dan kaya akan motif simbolik, melambangkan keanggunan serta kebanggaan pada budaya asli nusantara. Suasana “Soerabaja Tempo Doeloe” benar-benar terasa, membawa para pengunjung seolah kembali ke masa lampau, merasakan atmosfer tradisional Surabaya yang kaya dengan nilai sejarah.
Dalam sambutannya, Sita Hanimastuty Agustanzil, Ketua Umum KCBI menekankan bahwa mencintai budaya lokal dapat dimulai dengan cara yang sederhana, yaitu dengan menggunakan kain tradisional dalam keseharian.
“Kita harus mulai mencintai dengan cara menggunakan apa yang ada di diri kita. Dengan memperkuat potensi lokal, kita akan mampu menghargai produk-produk bangsa, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan kita semua,” ungkap Sita.
Sita juga mengajak generasi muda agar lebih berperan aktif dalam pelestarian budaya, terutama kain tradisional, agar Indonesia dapat mandiri dalam mengembangkan budayanya sendiri.
“Indonesia memiliki semua potensi yang kita butuhkan. Kita tidak perlu bergantung pada bangsa lain. Jangan sampai keahlian dan keindahan kita malah dinikmati oleh orang lain,” ujar Sita.
Pesan ini disampaikan dengan harapan agar kaum muda dapat mengambil peran penting dalam menjaga dan mengembangkan kain nusantara sebagai identitas bangsa.
Sementara itu, Enny Handayani, Wakil Ketua II KCBI Surabaya, menambahkan bagaimana komunitas ini terus berupaya dalam mengajak generasi muda untuk mencintai dan menggunakan kain tradisional. Salah satu upaya nyata KCBI dalam mendekatkan kain nusantara kepada anak muda adalah melalui program “KCBI Surabaya Goes to Campus.” Program ini dirancang untuk menunjukkan bahwa berkain tidaklah sulit dan bisa terlihat modis, menarik, serta sesuai dengan gaya hidup anak muda masa kini.
“Kami datang ke beberapa kampus dengan niat untuk menunjukkan bahwa memakai kain itu nggak ribet dan bisa juga stylish,” jelas Enny.
Enny berharap, agar kain tradisional tidak lagi dianggap sebagai barang yang membebani. Menurutnya, kain-kain nusantara seharusnya menjadi sumber kebanggaan.
“Memakai wastra nusantara itu harus menjadi kebanggaan, jangan menjadi beban, karena itulah warisan budaya dari orang tua dan pendahulu kita. Apa yang diwariskan oleh mereka tinggal kita lestarikan dan pelihara,” ujar Enny kepada tim Kanal24.
Enny juga berpesan bahwa keberlanjutan wastra nusantara terletak pada tangan generasi muda. “Kalau kita nggak mau pakai, kain-kain yang ada di lemari mau diapain? Mubazir kan?” tegasnya.
Dengan acara ini, KCBI menunjukkan komitmen nyata untuk mendekatkan warisan budaya bangsa kepada generasi muda. Diharapkan, semangat berkain yang diusung oleh komunitas ini dapat menginspirasi lebih banyak anak muda untuk tidak hanya mengenakan, tetapi juga mempelajari dan memaknai kain nusantara sebagai wujud cinta pada bangsa dan budaya sendiri. (fan)