KANAL24, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan Program Sertifikasi Halal Gratis atau Sehati bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), Rabu (08/09/2021). “Saya menyambut baik dan mengapresiasi program ini. Dalam suasana pandemi saat ini ketika iklim usaha sedang menurun, kehadiran sertifikasi halal gratis bagi UMK menjadi oase yang membangkitkan harapan,” ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.
Program Sehati ini dapat menjadi pemantik semangat baru para pelaku UMK untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. “Ini juga memberikan pesan kepada kita saatnya kita tidak meratapi nasib, namun mari nyalakan lilin untuk menerangi dan mengatasi semua kesulitan yang dihadapi,” lanjutnya.
Yaqut memastikan pelaku usaha bukan saja memenuhi persyaratan kehalalan dan higienitas, namun juga meningkatkan citra positif tentang penjaminan produk halal. Ia menambahkan, masyarakat dunia mengakui produk halal identik dengan kualitas dan higienitas, sehingga tidak heran jika pertumbuhan produk halal terus meningkat, bahkan menjadi gaya hidup global (halal lifestyle).
“Program Sehati ditujukan kepada Usaha Mikro dan Kecil (UMK), karena sebagian besar belum memiliki sertifikasi halal. Melalui sertifikasi halal gratis ini, diharapkan makin banyak UMK yang bisa menembus pasar halal global,” tandas Menag.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menyampaikan, Sehati adalah program kolaboratif dan sinergi antara BPJPH dengan kementeria, lembaga, pemerintah daerah (pemda), instansi, dan pihak swasta. Tujuannya, untuk memfasilitasi pembiayaan sertifikasi halal secara gratis bagi pelaku UMK.
“Prioritas kepada UMK selain amanah PP Nomor 39 Tahun 2021 juga bertujuan untuk mendorong dan menggairahkan perekonomian nasional yang sebagian besar ditopang oleh pelaku UMK,” kata Mastuki.
Prakarsa Sehati, lanjut Mastuki, dilandasi oleh kenyataan bahwa banyak kementerian, lembaga, instansi, pemda, BUMN/D, maupun masyarakat yang menyediakan anggaran untuk fasilitasi sertifikasi halal bagi UMK. Tahun 2020 misalnya, Kemenag menyediakan anggaran Rp8 miliar untuk memfasilitasi sertifikat halal kepada 3.179 UMK. Di tahun yang sama, sedikitnya ada 36 dinas di pemda yang tercatat membantu UMK memperoleh sertifikat halal dengan pengajuan melalui BPJPH.
“Jumlah ini memang masih rendah jika dibandingkan dengan jumlah UMK yang memiliki produk wajib bersertifikat halal. Data yang kami peroleh, ada 13,5 juta pelaku UMK masuk kategori terkena kewajiban bersertifikat halal,” terangnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, tahun ini BPJPH berinisiasi kembali mengggandeng kementerian, lembaga, dan instansi yang memiliki anggaran/dana fasilitasi sertifikasi halal untuk UMK.
Harapannya, fasilitasi berupa pembiayaan tersebut dapat tersalurkan dengan baik, sesuai sasaran, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh sebanyak-banyak pelaku UMK. Sertifikasi halal, lanjut Mastuki, memegang peran penting dan perlu untuk memastikan dan menjamin bahwa produk yang beredar dan dikonsumsi, digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat telah memenuhi standar halal.(sdk)