Kanal24, Jakarta – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengungkapkan sejumlah kendala dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius, menyoroti penggunaan dana KUR yang tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk modal usaha, melainkan untuk keperluan lain seperti renovasi rumah dan pembelian kendaraan.
Hasil dari monitoring dan evaluasi penyaluran KUR di 23 provinsi, yang melibatkan 1.046 debitur KUR dan 182 penyalur KUR, mengungkapkan beberapa temuan, salah satunya adalah adanya debitur KUR Mikro dan KUR Super Mikro dengan plafon hingga Rp100 juta yang dikenai agunan tambahan, yang dianggap tidak wajar oleh Yulius.
“Untuk KUR Kecil dengan plafon di atas Rp100 juta hingga Rp500 juta dikenai agunan tambahan yang tidak wajar. Yaitu, melebihi dari jumlah akad yang diterima,” kata Yulius.
Selain itu, Yulius menjelaskan bahwa ditemukan pula praktik penahanan atau pemblokiran dana KUR oleh bank sebagai bentuk jaminan, serta kasus debitur KUR yang saat menerima kredit ternyata sedang atau pernah menerima kredit lainnya.
“Ada debitur KUR yang pada saat menerima kreditnya, ternyata pernah atau sedang menerima kredit lainnya,” ungkapnya.
Yulius menegaskan bahwa penyalur KUR yang meminta agunan tambahan pada program KUR dengan plafon hingga Rp100 juta akan dikenai sanksi, termasuk subsidi bunga atau marjin KUR yang tidak dibayarkan. Dia juga menjelaskan suku bunga atau marjin KUR untuk berbagai skema, baik untuk debitur baru maupun berulang.
Meskipun realisasi penyaluran KUR pada November 2023 mencapai 73,54% dari target, Kemenkop UKM berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan menyusun kebijakan yang lebih efektif guna meningkatkan kualitas penyaluran KUR dan memberdayakan UMKM secara optimal.