KANAL24, Malang – SMA Muhammadiyah 1 Kota Malang merupakan salah satu sekolah inklusif di kota Malang. Terdapat 10 siswa disablitas mental yang bergabung di sekolah ini pada jenjang pendidikan kelas X, XI, dan XII. Sebagai sekolah inklusif, SMA Muhammadiyah 1 Kota Malang sudah mempersiapkan beberapa program untuk memfasilitasi siswa disabilitas agar mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama antara lain dengan menyiapkan modul khusus siswa difabel, membentuk paguyuban orang tua siswa difabel, dan sudah menyiapkan RPI (Rencana Pembelajaran Individu).
Namun, beberapa program di atas tidak kemudian menjamin bahwa siswa penyandang disabilitas ini kemudian dapat melalui proses pendidikannya dengan baik. Tidak sedikit dari mereka yang masih mendapatkan perlakuan/sikap negatif dari teman sebaya/siswa lainnya. Diskriminasi dan perlakuan negatif ini yang membuat siswa disabilitas sering dikucilkan atau menjadi objek bual-bualan siswa lainnya. Hal ini salah satunya disebabkan karena terbatasnya pemahaman siswa mengenai disabilitas.
Menyikapi permasalahan diatas, Tim Pengabdian Masyarakat dari Prodi Psikologi Universitas Brawijaya yang diketuai oleh Ika Fitria, S.Psi., M.Psi, dengan anggota Dian Putri P., S.Psi., M.Si melakukan kegiatan pengabdian dengan memberikan psikoedukasi kepada siswa SMA 1 Muhammadiyah mengenai disabilitas (disability awareness), kamis (3/9/2020). Program ini dilakukan secara daring dan diikuti oleh sekitar 50 partisipan yang merupakan siswa siswi kelas X,XI, dan XII reguler (non disabilitas) dari SMA tersebut.
Materi tentang Disability Awareness disampaikan oleh Ika Fitria, S.Psi., M.Psi dengan moderator Dian Putri P., S.Psi., M.Si. Ika mengatakan bahwa faktanya secara umum, individu penyandang disabilitas memiliki kehidupan yang sama dengan orang pada umumnya. Mereka pergi ke sekolah, menikah, bekerja, punya keluarga, mencuci, pergi belanja, tertawa, menangis, merencanakan dan bermimpi seperti orang pada umumnya.
“Banyak individu penyandang disabilitas merupakan individu yang mandiri dan mampu memberikan bantuan kepada orang lain. Jika kamu ingin membantu mereka, tanyakan terlebih dahulu apakah dia membutuhkan bantuan atau tidak,” kata Ika kepada partisipan yang begitu antusias mendengarkan materi tentang disabilitas ini.
Lanjutnya, setiap orang dapat berkontribusi untuk berubah. Salah satu cara untuk membantu menghilangkan hambatan adalah dengan melibatkan individu penyandang disabilitas dalam kegiatan komunitas dengan menyediakan akses bagi mereka untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.
Ika juga memberikan pengetahuan kepada partisipan tentang jenis-jenis disabilitas, seperti Autisme, Tuna Grahita, Tuna Rungu, Slow Learner, Tuna Wicara, Tuna Laras.
Program psikoedukasi “Disability Awareness” diberikan melalui kegiatan simulasi, diskusi, kontak langsung dan kolaborasi, serta role play. Diharapkan, dengan mengikuti kegiatan psikoedukasi ini siswa dapat memahami bahwa ketika individu tersebut berbeda tidak berarti kehidupan mereka juga negatif.
“Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini merupakan kegiatan preventif. Adapun luaran dari kegiatan ini berupa modul mengenai disability awareness pada siswa. Semoga siswa-siswi yang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini dapat memiliki sikap yang lebih positif dan menciptakan lingkungan sekolah inklusif bagi semua siswa serta membawa sikap positif tersebut sepanjang hidup mereka nantinya. see the able, not the label. Tumbuhkan sikap positif dalam keberagaman,” pungkas Ika. (Meg)