Kanal 24, Kediri – Desa Jarak di Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, dikenal sebagai daerah yang kaya akan populasi ternak dan tanaman pekarangan. Hampir setiap rumah memiliki sapi, kambing, atau ayam. Sayangnya, keberlimpahan ini juga menghasilkan limbah organik yang tak sedikit. Jika tidak dikelola dengan benar, limbah seperti kotoran sapi bisa menjadi sumber pencemaran lingkungan. Limbah ini bisa menimbulkan bau tidak sedap, mencemari tanah, bahkan mencemari sumber air.
Hal inilah yang coba dikenalkan oleh mahasiswa Universitas Brawijaya dari Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) UB Kediri. Melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN), kelompok 05 UB mengajak Kelompok Wanita Tani (KWT) Putri Ubalan Dusun Jarak Kidul untuk belajar mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
Baca juga:
Dukung Konservasi, Tim KKN UB & UB Forest Bentuk Kelompok Tani Hutan
Kegiatan dimulai dengan sosialisasi dan penyuluhan pada Selasa, 8 Juli 2025. Bertempat di Balai Desa Jarak, acara ini dihadiri oleh lebih dari 20 peserta yang terdiri dari anggota KWT dan warga setempat. Para peserta antusias mendengarkan penjelasan mengenai bahaya pencemaran akibat limbah ternak dan potensi besar dari pengolahannya.
“Kotoran ternak yang dibuang langsung ke lingkungan dapat menimbulkan bau tidak sedap dan mencemari tanah serta sumber air,” terang salah satu anggota tim KKN saat sesi materi. “Padahal, dengan sedikit sentuhan teknologi, kotoran sapi bisa diubah menjadi pupuk organik yang menyuburkan tanah.”
Pelatihan ini menjadi pengalaman pertama bagi sebagian besar warga. Sebelumnya, mereka hanya mengetahui pengolahan pupuk kompos dari kotoran kambing, bukan sapi. Hal ini diakui langsung oleh Ketua KWT Putri Ubalan, Ibu Siti Munawaroh.
“Selama ini kami hanya membuang kotoran sapi begitu saja. Baru kali ini kami belajar bahwa itu bisa diolah jadi pupuk,” tuturnya.
Setelah sesi materi, kegiatan dilanjutkan dengan demonstrasi pembuatan kompos. Mahasiswa dan warga bergotong royong menyiapkan bahan-bahan seperti kotoran sapi, daun kering, sisa sayuran, sekam, molase, dan aktivator MA-11. Langkah demi langkah dijelaskan secara rinci. Mulai dari pencampuran bahan, pengadukan, hingga cara menjaga kelembapan agar proses fermentasi berjalan lancar.
Kegiatan tidak berhenti di hari itu saja. Pada Rabu, 16 Juli 2025, tim KKN dan anggota KWT kembali berkumpul untuk melakukan pembalikan tumpukan kompos. Ini dilakukan agar dekomposisi berjalan lebih cepat dan merata.
“Pembalikan ini penting agar pupuk cepat jadi dan tidak berbau,” jelas salah satu mahasiswa saat praktik lapangan.
Melalui kegiatan ini, warga mulai memahami bahwa pupuk kompos buatan sendiri bisa menjadi solusi pengganti pupuk kimia yang mahal dan berisiko bagi tanah. Kompos dari kotoran sapi mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium yang baik untuk tanaman, serta ramah lingkungan.
Program KKN ini disambut hangat oleh warga Desa Jarak, khususnya oleh para ibu-ibu di kelompok tani. Ketua KWT, Ibu Siti Munawaroh, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para mahasiswa.
“Kegiatan ini sangat bermanfaat. Selain menambah ilmu, kami juga langsung bisa praktik dan merasakan manfaatnya. Semoga kami bisa terus menerapkannya ke depan,” ucapnya.
Ibu Robbi, salah satu anggota KWT, juga mengungkapkan hal serupa. “Setelah mengikuti sosialisasi dan demonstrasi pembuatan kompos yang diadakan, kami menjadi lebih paham dan mengerti mengenai pemanfaatan dan pengolahan limbah kotoran sapi,” katanya.
Baca juga:
MMD UB: Siswa SDN Losari Belajar Bahasa Inggris Interaktif
Kepala Desa Jarak, Bapak Toha, turut menyampaikan apresiasinya. Ia menilai program ini sebagai langkah strategis dalam mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Sosialisasi dan pengolahan limbah kotoran sapi menjadi pupuk kompos merupakan langkah yang strategis. Harapannya, warga bisa memanfaatkan potensi yang ada dan tidak bergantung terus pada pupuk kimia,” ujar Pak Toha.
Mahasiswa UB tidak hanya membawa teori dari kampus, tetapi juga mendorong warga untuk bergerak bersama. Dari kotoran sapi yang sebelumnya dianggap limbah, kini warga desa mampu menghasilkan pupuk kompos yang bermanfaat bagi pertanian dan lingkungan sekitar. (han)