KANAL24, Jakarta – PT Media Nusantara Citra Tbk., (MNCN) dan PT Surya Citra Media Tbk., (SCMA) telah bersepakat untuk menaikkan rate card (tarif iklan) untuk tahun 2020 (FY20F). Kepakatan itu akan mendorong pertumbuhan pendapatan yang solid (antara 10% hingga 18% di FY20-21F).
Tim Riset Indo Premier berpendapat, kenaikan rate card adalah katalis jangka pendek, menuju ekspansi digital sebagai katalis jangka panjang. Kedua pemain lama di industri media televisi itu juga telah secara agresif memperluas portofolio digitalnya. “Bagaimana mereka dapat memonetisasi perpustakaan konten yang ada adalah kuncinya,” tulis analis Indo Premier, Elbert Setiadharma dan Kevie Aditya, dalam kajiannya, Senin (20/1/2020).
Koalisi stasiun TV FTA utama mengubah permainan
Pada Desember 2019, MNCN dan SCMA mengumumkan rencana mereka untuk mengimplementasikan sinkronisasi rate card pada 2020F. Elbert dan Kevie memperkirakan sinkronisasi tersebut akan meningkatkan pendapatan TV FTA sebesar 5-10% yoy pada 2020F. “Meskipun biaya TV FTA akan tetap relatif stabil, kami memperkirakan pertumbuhan pendapatan MNCN dan SCMA masing-masing akan meningkat sebesar 18% dan 27% yoy di 2020F, kenaikan terkuat yang telah kami lihat dalam beberapa tahun terakhir,” ungkap mereka.
Namun kenaikan tersebut berisiko mendorong pengiklan untuk beralih ke pemain TV FTA lainnya (yaitu
VIVA) atau bahkan lebih buruk lagi ke media digital. “Tetapi dominasi bersama MNCN dan SCMA (65% pangsa pasar) akan meminimalkan risiko ini,” Elbert dan Kevie menambahkan.
Pergeseran ke TV digital berlanjut, meskipun FTA TV tetap dominan
Dalam beberapa tahun terakhir, menurut mereka, pengiklan telah dengan cepat menggeser anggaran iklan ke media digital dari FTA TV. Akibatnya, dua pemain TV FTA terbesar, gabungan
SCMA dan MNCN, tumbuh hanya dengan pendapatan CAGR (laju pertumbuhan majemuk tahunan) 4,7% pada 2014-19F (jauh lebih kecil dari 10,9% CAGR pada 2009-14). “Meskipun demikian kami percaya FTA TV akan tetap dominan dalam beberapa tahun ke depan. Kita telah melihat pemain TV FTA utama menunjukkan urgensi untuk berinvestasi dalam media digital,” papar Elbert dan Kevie.
Investasi OTT (layanan multimedia daring); pertaruhan besar dengan kenaikan yang tinggi
Pada 2Q19, SCMA mengakuisisi vidio.com dari perusahaan induknya EMTK dengan rencana untuk memperbesar basis pelanggan berbayar. Sementara itu, pada Agustus 2019, MNCN
meluncurkan RCTI + dalam platform AVOD ( audio and video on demand ), dan mengungkapkan rencana untuk menerapkan biaya berlangganan ke lebih banyak konten premium.
Walaupun SVOD ( subscription video on demand ) merupakan jalan menuju masa depan, namun Tim Riset Indo Premier berpendapat, bahwa SVOD membutuhkan banyak investasi untuk menghasilkan konten asli dengan tujuan diferensiasi, sehingga akan mengikis profitabilitas jangka pendek perusahaan induk.
Inisiasi Overweight Call untuk sektor ini;
SCMA sebagai pilihanTim Riset mengakui valuasi saham di sektor ini telah mengalami penurunan rating secara tajam dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini
SCMA diperdagangkan pada 13,6 x rasio harga terhadap prediksi laba per saham dalam 12 bulan mendatang (12M forward P/E), atau diskon 37% dari rata-rata 3 tahun. Sementara itu, saham MNCN
diperdagangkan pada 9,8x P/E (diskon 2%) yang kemungkinan mencerminkan pertumbuhan yang melambat di industri TV FTA.
Namun demikian mereka menilai bahwa investasi perusahaan dalam media digital diperlukan untuk keberlanjutan jangka panjang, karena akan menjadi katalisator utama untuk pertumbuhan di masa depan. “Dengan potensi pertumbuhan yang besar dan peningkatan yang pasti dalam FTA, kami menginisiasi sektor ini dengan “Overweight Call”, dengan SCMA sebagai pilihan utama kami.” (sdk)