Kanal24, Malang – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan perhatian serius terhadap proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tengah dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam sebuah konferensi pers, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengungkapkan keprihatinannya atas perkembangan tersebut, terutama terkait dengan proses pembahasannya yang mendapat sorotan publik, kritik, dan kekhawatiran tertentu. Menurutnya, proses ini seharusnya diperpanjang agar diskusi lebih mendalam dapat dilakukan, sehingga aspirasi dan perhatian masyarakat dapat didengar dan dipertimbangkan dengan baik. (19/03/2025).
“Jika kita melihat pada proses pembahasan yang mendapatkan perhatian publik, kritik, dan juga kekhawatiran tertentu, menurut kami, memang seharusnya proses ini diperpanjang. Dengan demikian, apa yang menjadi aspirasi dan perhatian publik dapat didiskusikan lebih lanjut,” kata Atnike dalam konferensi pers tersebut.
Komnas HAM, melalui kajian yang mereka lakukan, juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah dan DPR untuk memitigasi dampak negatif yang mungkin timbul akibat perubahan undang-undang tersebut. Rekomendasi tersebut difokuskan untuk memastikan bahwa revisi UU TNI tidak melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan tidak mengembalikan praktik-praktik yang bertentangan dengan demokrasi dan supremasi sipil.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, menyatakan bahwa Komnas HAM telah melakukan kajian mendalam terkait revisi UU TNI sejak tahun 2024. Kajian tersebut menyoroti isu-isu fundamental yang berkaitan dengan HAM, supremasi sipil, dan prinsip demokrasi, yang sangat penting dalam membentuk sistem pertahanan yang sesuai dengan norma-norma demokratis.
“Kajian ini menegaskan bahwa revisi Undang-Undang TNI harus didasarkan pada prinsip hak asasi manusia, supremasi sipil, dan tata kelola yang demokratis,” ujar Semendawai.
Lebih lanjut, Semendawai mengingatkan bahwa tanpa evaluasi menyeluruh dan keterlibatan publik yang bermakna, perubahan dalam UU TNI berisiko mengarah pada pengembalian praktik-praktik yang bertentangan dengan asas pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan rule of law.
“Jika tidak ada evaluasi menyeluruh dan keterlibatan publik yang berarti, perubahan ini bisa berisiko membawa kita mundur,” tambahnya.
Revisi UU TNI ini memang mendapatkan perhatian besar dari berbagai kalangan, mengingat implikasi besar yang dapat timbul terhadap struktur kekuatan militer dan peran TNI dalam kehidupan politik Indonesia. Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah adanya potensi melemahnya supremasi sipil, yang dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang telah diperjuangkan selama ini. Komnas HAM, dengan tegas, berkomitmen untuk mengawasi dampak yang mungkin timbul setelah revisi ini disahkan menjadi undang-undang.
Sejalan dengan itu, sebelumnya Komisi I DPR RI telah menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia pada tingkat I. Dengan persetujuan tersebut, RUU tersebut kini akan dilanjutkan ke tingkat selanjutnya dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Proses ini, yang melibatkan keterlibatan banyak pihak, termasuk Komnas HAM, menunjukkan pentingnya memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar negara dan hak asasi manusia. Komnas HAM berharap agar revisi ini dapat diimbangi dengan pengawasan yang ketat dan partisipasi publik yang aktif, untuk memastikan tercapainya reformasi sektor pertahanan yang transparan dan akuntabel.