oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Komunikasi diplomatik bukanlah hanya semata dijalankan dengan melakukan komunikasi verbal. Namun pula dengan menggunakan pesan tulisan. Sehingga kecerdasan yang juga harusnya dimiliki oleh para pelaku komunikasi diplomasi adalah kecerdasan dalam menuangkan ide pikirannya melalui tulisan. Hal ini tampak dari kemampuan Rasulullah dalam melakukan korespondensi dengan para raja beberapa negara besar (adi kuasa) saat itu.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai utusan Allah, Muhammad saw melakukan berbagai cara untuk menyampaikan risalahnya salah satunya dengan melakukan korespondensi. Tercatat dalam sejarah Rasulullah mengirim beberapa surat kepada para raja saat itu dengan beberapa pesan yang sangat kuat. Kemudian mengutus para sahabatnya untuk mengirimkan dan mengantarkan langsung bertemu dengan para raja negara-negara besar yang ada saat iyu.
Adapun surat buat Heraclius itu dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dan surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan surat kepada Muqauqis oleh Hatib bin Abi Balta’ah. Sementara itu, surat kepada penguasa Oman dibawa oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat kepada Raja Bahrain oleh Al-‘Ala bin Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh Syuja’ bin Wahab. Dan surat kepada Harits Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh Muhajir bin Umayyah.
Apabila kita cermati dalam isi surat Rasulullah saw terdapat pesan isi surat yang sangat menarik untuk dianalisis isinya dalam sudut pandang kajian komunikasi diplomatik profetik. Tersebutlah Surat Untuk Heraclius raja romawi tertulis sebagaimana berikut dengan teks yang berbunyi:
“Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin—Heraklius bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia merintangi mereka dari agama—menjadi tanggungiawab tuan.
Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Islam.” (QS. Ali Imran: 64)
Selain surat terhadap raja Heraclius, Rasulullah juga mengirim surat kepada raja-raja lainnya. Namun dari aspek redaksi sama dengan surat yang dikirim ke raja Muqauqis (Penguasa Mesir). Sementara surat terhadap Raja Habasyah Najasyi (Ethiopia) hanya berbeda dalam sisipan ajakan teks ayat, yaitu menggunakan ayat yang berbeda yaitu tentang kisah Isa dan Maryam. Sementara terhadap Raja Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz) Kisra redaksi surat Rasulullah amat singkat namun dengan penekanan yang tidak jauh beda dengan surat-surat lainnya.
Apabila dilakukan analisa isi (content analysis) maka setidaknya ada beberapa aspek penekanan dalam isi surat Nabi ini antara lain :
1. “Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang.” Adalah sebuah kalimat pembuka untuk mengenalkan konsep ketuhanan yaitu dengan menyebut nama Tuhan yang layak disembah dan bukan yang lainnya serta menekankan pada sifat Allah yang pengasih dan penyayang. Sekaligus untuk menegaskan bahwa agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah agama yang penuh kasih sayang, suatu agama yang menebarkan nilai-nilai kasih sayang kepada semua makhluknya dalam membangun seluruh hubungan kemanusiaan, memutus segala bentuk kebencian dan kesukuan. Nabi Muhammad ingin mengenalkan agama yang penuh kebaikan, berkeinginan menyatukan ummat manusia dalam persuadaraan penuh kasih sayang, menciptakan kehidupan harmonis penuh kebahagiaan.
2. “Dari Muhammad hamba Allah dan utusanNya.” Terdapat dua pesan penting pada Kalimat ini yaitu pertama adalah bentuk keberanian sekaligus rasa percaya diri yang tinggi. Dengan menyebutkan identitas diri secara personal, “Dari Muhammad Hamba Allah”, memberikan kesan bahwa Nabi ingin menunjukkan identitas dirinya secara berani penuh tanggung jawab. Menyebutkan nama personal adalah bentuk keberanian diri untuk menghadapi segala resiko atas sikap yang diambilnya. Namun dibalik nama personal itu nabi Muhamad sekaligus ingin mengenalkan konsep bahwa manusia sejatinya adalah seorang hamba Allah, makhluk ciptaan Allah dengan segala konsekwensinya, yaitu dalam bentuk ketundukan dan peribadatan kepada Sang Pencipta dan pencipta itu adalah Allah, suatu nama yang telah dikenalkan sebelumnya. Hal ini sekaligus untuk melakukan penolakan atas konsep ketuhanan sebelumnya yang mempertuhankan makhluk berupa sesembahan berhala yang bernama laata, uzza dan manaata.
Kedua, selain persona makhluk, nabi juga ingin memproklamasikan pula bahwa dirinya adalah utusan sang Pencipta untuk umat manusia. Bahwa dirinya dalam mengajak manusia bukanlah atas nama dirinya sendiri melainkan hanyalah menjalankan tugas dari Dia yang mengutus dirinya yaitu Sang Pencipta yang menjadikannya sebagai seorang hamba. Konsep utusan Allah sebenarnya telah dikenali dan dipahami oleh para tokoh masyarakat kalangan cerdik pandai dan para rahib di masa itu melalui informasi sumber wahyu, sehingga pengungkapan Muhammad sebagai utusan Allah sebenarnya adalah untuk mengingatkan kembali dan membuka memori memori mereka akan konsepsi utusan yang telah disebutkan dan dijanjikan dalam kitab-kitab sebelumnya. Utusan yang akan mengembalikan manusia dari jalan sesat dan melenceng dari umat beragama pada masa itu yang telah keluar jauh dari jalan agama yang lurus, agama ibrahim.
3. “Kepada Heraclius pembesar Romawi.” Adalah kalimat mempersona karena menyebut nama persona. Sekaligus adalah suatu cara persuasi yang sangat hebat. Sebab nama adalah area intim yang sangat mempersona pada diri seseorang. Memanggil nama adalah cara untuk mendekati seseorang dari dalam diri orang tersebut sehingga orang yang disebut merasa memiliki dirinya sekaligus tersanjung. Bahkan semakin tersanjung melalui surat nabi Muhammad ini manakala Nabi menyebut jabatan kemuliaan dirinya, yaitu “Heraclius Sang Pembesar Romawi”. Ibarat sebuah tembakan maka Nabi memborbardirnya dengan dua kalimat yang sanjungan sekaligus, yaitu penyebutan nama dan gelar kebesaran dirinya. Inilah jurus persuasi hebat yang sedang dilancarkan oleh Rasulullah dalam mempengaruhi orang lain.
5. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Kalimat ini seakan menjadi greeting, kata sambutan awal Nabi kepada orang yang diajak komunikasi korespondensi, dalam hal ini para raja. Dalam greeting ini Rasulullah secara tegas menyampaikan bahwa salam sejahtera hanya ditujukan bagi mereka siapa saja yang mengikuti petunjuk kebenaran. Hal ini sekaligus bentuk tauriyah (siasat kalimat untuk tidak berbohong) nabi dalam mengucapkan salam kepada selain muslim. Sebab dalam syariat islam dilarang mengucapkan salam kepada non muslim. Untuk itu, kalimat diatas adalah bentuk kehebatan kecerdasan komunikasi Rasulullah dalam berinteraksi dengan tetap menghargai orang lain yang berbeda tanpa harus mengorbankan prinsip aturan. Sehingga Rasulullah cukup mengucapkan “salam sejahtera bagi mereka yang mengikuti petunjuk yang benar”. Kalimat ini sebenarnya tidak ditujukan kepada para Raja yang pada saat itu nyata-nyata belum beriman (belum berada di jalan petunjuk yang benar). Namun kalimat ini mengandung suatu konstruksi logika yang sangat hebat, sebab dengan kalimat tersebut setidak ingin menyampaikan dua hal penting, pertama sebagai greeting ucapan selamat (namun berbatas), kedua mengajak orang lain agar bersedia mengikuti petunjuk sehingga dapat selamat.
6. “Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam”. Ini adalah kalimat lugas, tegas dan berani yang diungkapkan oleh seseorang yang awalnya tidak dikenal, bukan penguasa dan dari daerah yang kecil tidak punya kekuasaan (makkah). Sehingga kalimat ini apabila dilihat dari aspek sosiogeografis dan sosiopolitik pada saat itu merupakan kalimat penuh keberanian. Keberanian kalimat ini menunjukkan keberanian dan kesungguhan Nabi atas risalah diembankan pada dirinya. Beliau telah bersedia dengan totalitas menyebarkan amanah kerasulan ini dengan segala resiko besar yang akan dihadapi. Kalimat ini menunjukkan keterbukaan Nabi tentang maksud tujuan dari surat korespondensi yang dikirimkannya sehingga memudahkan orang mengerti maksud utama dari dikirimkannya surat tersebut.
7. “Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat.” Ini adalah kalimat tawaran yang jelas dan lugas. Kalimat ini sekaligus menjelaskan jaminan dan kepercayaan serta dan persuasi tingkat tinggi. Kalimat ini menunjukkan adanya keyakinan yang bulat dan utuh dari diri Nabi atas kebenaran agama sebagai jalan selamat. Sekaligus cara mempersuasi yang hebat dari nabi. Artinya bahwa kemenangan persuasi akan diperoleh manakala komunikator benar-benar percaya atas apa yang tawarkannya. Dengan kepercayaan yang utuh maka pihak lain akan mudah terpengaruh sebab resonansi kepercayaan dan keyakinan diri dari komunikator. Karena komunikasi adalah negosiasi pesan. Barang siapa yang mampu menegosiasikan pesan dengan sangat kuat pada lawan bicara maka dia akan mudah mempengaruhi orang lain untuk mengikuti apa yang diharapkan oleh komunikator.
8. “Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan.” Ini adalah kalimat motivasi yang dilancarkan oleh Nabi kepada objek surat, yaitu sang raja. Nabi ingin memotivasi mereka agar bersedia menerima ajakan, sekaligus ingin mengingatkan kepada mereka agar di dalam memimpin jangan hanya semata mengedepankan kekuasaan dan duniawi, melainkan Nabi ingin mengingatkan bahwa dalam seseorang menjalankan kuasa atau jabatannya haruslah berpikir jauh ke depan untuk kebahagiaan akhirat sebagai tujuan akhirat hidupnya. konsep pahala dan siksa adalah konsep untuk mengingatkan orang bahwa setiap tindakan saat ini di dunia realitas kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bagi yang beriman dan berbuat baik akan mendapatkan balasan pahala, sementara bagi yang berbuat dhalim akan mendapatkan siksa. Kalimat ajakan Nabi ini adalah motivasi sekaligus ingin mengenalkan bahwa memimpin itu haruslah berdimensi ukhrawi (spiritual).
9. “Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin.” Yaitu para penduduk yang dibawah kekuasaan Romawi. Kalimat ini memberikan informasi ancaman bagi siapa yang menolak kebenaran. Pada kalimat ini menunjukkan keberanian sekaligus kewibawaan Muhammad sebagai Rasul. Seseorang yang berkuasa itu ditunjukkan dengan kemampuan memberikan sanksi atau punishment atas pelanggaran dan penolakan. Ancaman yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam suratnya menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah benar-benar utusan Allah yang berkuasa untuk mengajak manusia ke jalan kebenaran dan mengancam dengan keburukan berupa dosa kepada siapa saja yang menolaknya. Hal ini sskaligus menunjukkan kesungguh-sungguhan Rasulullah dalam mengajak orang lain untuk mengikuti kebenaran ajaran yang disebarkannya.
10. Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Islam.” (QS. Ali Imran: 64). Pesan yang ingin disampaikan dalam kalimat ini adalah untuk menyampaikan bahwa ciri Rasulullah sebagai utusan adalah dengan diturunkannya wahyu pada beliaunya. Dan pesan penting dalam wahyu tersebut yang disampaikan adalah ajakan untuk bersedia menerima tawaran untuk kembali kepada fitrah kebenaran. Bahkan lebih dari pada itu ayat ini mengingatkan kepada para raja yang telah menjadikan para ahli kitab sebagai penasehat kerajaannya bahwa mari kembali kepada ajaran yang benar dan lurus. Hal ini ingin menyampaikan bahwa selama ini mereka telah tersesat dengan menjadikan kitab Allah sebagai bahan mainan yaitu sebab merubah keautentikannya. Rasulullah ingin mengingatkan kembali pada mereka bahwa sebenarnya ajaran murni yang pernah turun kepada mereka melalui kitab-kitab samawi sebelumnya adalah sama yaitu mengesakan Allah dan tidak mempersekutukanNya. Namun saat ini kitab-kitab itu oleh mereka telah dirubahnya sehingga semakin jauh dari nilai mengesakan Allah swt.
Pesan Rasulullah dengan mengungkapkan ayat Allah tersebut sekaligus sebagai peringatan kepada para raja dan para ulamanya yang berpegang pada kitab samawi (ahli kitab) untuk kembali ke agama yang lurus dan bersih. Hal ini adalah sebuah persuasi diplomatik yang sangat cerdas dan hebat karena memiliki pesan-pesan moral dan kecerdasan tingkat tinggi. Yang menandakan bahwa sekalipun Nabi adalah bergelar ummiy (tidak bisa baca tulis) namun memiliki kecerdasan profetik yang sangat luar biasa melampaui manusia pada umumnya. Inilah kehebatan komunikasi diplomatik profetik Rasulullah saw.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen Fisip UB