oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Setiap orang dalam menjalani proses kehidupannya akan selalu menghadapi suatu persoalan. Hal ibi adalah suatu hal yang sangat wajar, karena persoalan adalah cara terbaik untuk menguji manusia menjadi lebih baik dan berkualitas dari sebelumnya. Permasalahan hidup sekaligus sebagai media evaluasi diri atas apa yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk itu perspektif profetik memberikan arahan bagaimana seseorang harusnya dalam bersikap menghadapi realitas persoalan itu.
Dalam kehidupan berorganisasi, seorang pemimpin akan selalu dihadapkan oleh beragam persoalan baik pada organisasi atau personal dari diri masing-masing anggota. Dalam menghadapi realitas masalah tidak jarang para anggota organisasi mengalami satu suasana psikologis yang dicline (menurun semangat) dalam menjalankan tugas-tugas organisasi. Maka disinilah tugas dan peran penting dari pimpinan organisasi untuk memberikan motivasi agar para anggota dapat bangkit bersemangat kembali menjalankan tugas keorganisasiannya. Terdapat pesan penting dalam teks sumber wahyu apabila dikaitkan persoalan ini :
يَٰبَنِيَّ ٱذۡهَبُواْ فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَاْيۡـَٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡـَٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ
Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir. (QS. Yusuf, Ayat 87))>)
Kisah Ya’kub ini amatlah masyhur tatkala Benyamin saudara Nabi Yusuf dinyatakan ditangkap oleh penguasa Mesir karena dugaan mencuri harta berharga kerajaan disaat mereka menghadap pada bendahara kerajaan untuk mendapatkan bantuan. Berita ditangkapnya saudara Yusuf ini dilaporkan kepada ayahandanya (ya’kub) yang menjadikan beliau teringat kembali peristiwa hilangnya Yusuf pada beberapa tahun silam sebelumnya.
Kesedihan Nabi Yakub yang amat sangat akibat kehilangan putra yang sangat dicintainya, disusul ditahannya Bunyamin oleh otoritas Mesir yang tidak lain adalah saudaranya sendiri, Nabi Yusuf, menyebabkan badannya sakit dan kurus, bahkan matanya pun menjadi buta. Karena kehilangan kedua permata hatinya itu, Nabi Ya’kub memerintahkan anak-anaknya untuk terus mencari berita tentang keberadaan yusuf dan benyamin, saudaranya. Pesan penting Ya’kub kepada anak-anaknya adalah janganlah berputus asa dari rahmad Allah dalam mengupayakan suatu usaha, berputus asa itu adalah tanda kekafiran.
Dalam ayat tersebut diatas menghubungkan sifat berputus asa dengan kekafiran adalah menandakan bahwa keyakinan adalah tanda keimanan sementara keraguan adalah tanda dari lemahnya keyakinan atas pertolongan Allah swt. Artinya puncak motivasi dalam pendekatan profetik adalah manakala mampu membingkai harapan dengan keimanan kepada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ya’kub saat berharap kedua putranya dapat ketemu dan berkumpul kembali dengan menegaskan agar selalu membangun keyakinan bahwa akan selalu ada solusi (rahmat Allah) apabila seseorang menyertakan Allah dalam setiap persoalan (wa laa tay-asuu min rauhillah).
Jangan berputus asa dari rahmad Allah, suatu kalimat yang memiliki makna sangat luas. Rahmad memiliki arti dasar kelembutan, kehalusan dan kasih sayang. Rahmat juga berarti kelembutan yang menuntut berbuat baik kepada yang disayangi. Artinya seseorang akan mampu mencapai apa yang diharapkan manakala tidak berputus asa serta terus melakukan kebaikan, berusaha semaksimal mungkin untuk menjemput kasih sayang Allah yaitu berupa solusi sebagaimana yang diharapkan.
Solusi atas suatu persoalan itu akan diperoleh manakala dibarengi dengan usaha maksimal tanpa lelah dan putus asa. Karena dalam setiap solusi selalu membutuhkan batas minimal usaha. Terkadang suatu persoalan belum menemukan solusinya bukan karena tidak adanya solusi melainkan bisa jadi bahwa usaha yg dilakukan untuk mencapai batas minimal pencapaian solusi itu belum terpenuhi pada garis batas dasar (bawah).
Seorang pemimpin dalam pendekatan komunikasi profetik disyaratkan harus mampu memotivasi orang lain dengan meyakinkan bahwa solusi akan selalu hadir menyertai setiap masalah manakala mampu menghadirkan Allah dalam setiap usaha yang dilakukannya. Tidak cukup bagi seorang pemimpin dalam memotivasi anak buah hanya dengan pendekatan rasional materi, sebaliknya pemimpin perlu mendorong para anggota organisasi untuk meyakini bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan tugas para anggota organisasi adalah berupaya secara maksimal untuk menemukannya, itulah yang disebut menjemput rahmad Allah swt.
Konstruksi dasar penyelesaian masalah dalam perspektif profetik adalah bangunan konstruksi berpikirnya berupa konstruksi keyakinan. Sebab keyakinan adalah separuh dari penyelesaian masalah. Sehingga membangun konstruksi berpikir positif dalam perspektif ini sangatlah ditekankan. Untuk itu selain mengenalkan konsep laa tay-asuu atau membangun nilai agar tidak berputus asa, perspektif ini juga mengenalkan konsep taysir, yaitu suatu nilai pemahaman bahwa dalam setiap persoalan selalu ada jalan kemudahan yang disediakan. Hal ini terungkap dalam Firman Allah swt :
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا . إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah, Ayat 5-6)
Pengulangan kata dalam alquran itu bermakna peneguhan (lit ta’qid) bahwa sungguh benar dibalik setiap persoalan selalu akan ada jalan keluar. Pengulangan ini dimaksudkan karena seseorang disaat menghadapi persoalan pasti selalu berada dalam kebimbangan dan kebingungan, oleh karena itu Allah swt ingin meyakinkan bahwa dibalik setiap persoalan pasti ada jalan keluar dan kemudahan, jadi mereka yang sedang menghadapi masalah tidak perlu bingung dan gelisah.
Terdapat dua metode dalam memotivasi anggota organisasi dalam perspektif komunikasi profetik yaitu metode Targhib dan Tarhib. Targhib berasal dari kata Raghaba yang artinya suka, senang, mencint sedangkan tarhib berasal dari kata rahhaba, yang artinya takut. Jadi targhib berarti suatu metode untuk motivasi seseorang biasanya dengan cara menyampaikan iming-iming adanya banyak kebaikan di balik sesuatu manakala sesorang melakukannya. Metode ini biasanya dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan kebahagiaan yang dapat merangsang seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya. Metode ini digunakan pada seseorang yang mudah termotivasi manakala diberi imbalan.
Sedangkan tarhib bisa berarti ancaman, resiko atau menakut-nakuti. Artinya metode ini memberikan motivasi dengan nada ancaman agar seseorang tidak melakukannya sebab apabila melakukannya akan berdampak keburukan bagi para pelakunya. Metode ini digunakan untuk memotivasi seseorang yang “cukup kebal” dengan janji pahala sehingga perlu ditakut-takuti.
Kedua metode ini dimaksudkan agar seseorang terus berupaya melakukan kebaikan dengan penuh semangat untuk mencari solusi terbaik dari persoalan yang dihadapi baik oleh individu maupun organisasional tanpa ada perasaan putus asa sebab mereka berharap dalam upaya yang sungguh-sungguh mampu membuahkan hasil sebagaimana diharapkan serta kebaikannya semakin bertambah karena adanya dorongan spiritual immaterial. Sebaliknya dengan tarhib mendorong seseorang untuk tidak mudah berputus asa atas usaha yang dilakukan sekalipun belum menampakkan hasil maksimal. Disinilah konstruksi berpikir positif dalam bingkai keyakinan ilahiyah diperlukan untuk menjadi landasan dalam proses penyelesaian suatu persoalan organisasi dan juga personal.
Penulis KH. Akhmad Muwafik Saleh pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen Fisip UB