Kanal24, Malang – Pentingnya laboratorium sebagai ruang praktik akademik yang strategis menjadi sorotan utama dalam paparan Rendra Eko Wismanu, S.AP., M.AP., dalam Workshop Lab Connect Vol. 2: LKP3 & Lab Governance di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Jumat (24/10/2025). Melalui materi bertema LKP3 (Laboratory Knowledge, Practice, and Performance Platform), Rendra menekankan bahwa keberadaan laboratorium tidak sekadar pelengkap kegiatan belajar, melainkan ruang yang harus dioptimalkan untuk melatih mahasiswa berpikir strategis, bertindak taktis, serta menjalin kolaborasi lintas sektor, baik dengan akademisi maupun lembaga pemerintah.
Dalam paparannya, Rendra menjelaskan bahwa laboratorium di lingkungan akademik memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan antara teori dan praktik. “Laboratorium sebetulnya bukan hanya sekadar tempat tambahan kegiatan, tapi merupakan rangkaian praktik bagi mahasiswa untuk menerapkan keilmuannya, terutama pada pengembangan kapasitas dalam bidang yang digeluti,” ujarnya. Menurutnya, kolaborasi yang telah terjalin antara laboratorium dengan berbagai pemerintah daerah dan lembaga nasional harus terus dijaga sebagai bentuk praktik nyata dari ilmu administrasi publik dan perencanaan pembangunan.
Baca juga:
Konferensi Ke-10 SPC UB Soroti Peran AI dalam Keberlanjutan

Membangun Ruang Kolaboratif Akademik
Rendra menegaskan bahwa keterlibatan laboratorium dalam ranah akademik tidak hanya melibatkan dosen, tetapi juga mahasiswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari S1 hingga program doktoral. Kolaborasi ini dinilai penting untuk membentuk ekosistem penelitian yang lebih dinamis, inklusif, dan aplikatif. Melalui keterlibatan langsung, mahasiswa dapat belajar untuk berpikir strategis, mengelola data, dan memahami bagaimana teori yang mereka pelajari diterapkan dalam konteks kebijakan publik maupun pembangunan daerah.
Ia juga menekankan bahwa laboratorium harus berfungsi sebagai wadah pengembangan keilmuan yang berkelanjutan. “Kita perlu terus menjaga jejaring dengan mitra strategis, baik di tingkat pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat. Kerja sama ini harus terus kita maintenance agar semakin berkembang dan memberikan manfaat bagi sivitas akademika,” jelasnya. Dengan pendekatan ini, laboratorium diharapkan tidak hanya menjadi tempat riset, tetapi juga menjadi mitra aktif dalam mendukung kebijakan dan inovasi pemerintahan.
Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Selain membahas potensi laboratorium, Rendra juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam menjaga keberlanjutan inovasi di lingkungan akademik, terutama terkait pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, dengan meningkatnya jumlah kerja sama antara FIA UB dan berbagai pihak eksternal, diperlukan sistem tata kelola yang efektif agar SDM yang terlibat dapat bekerja secara optimal dan berkesinambungan.
“Tantangan terbesar kita saat ini adalah bagaimana mengalokasikan SDM yang ada dengan tepat, karena banyaknya kerja sama baik dengan pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah menuntut kita untuk mampu memelihara kapasitas dan kompetensi tenaga yang terlibat,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa arah kebijakan pemerintah saat ini semakin berbasis pada simulasi dan pengambilan keputusan berbasis data. Oleh karena itu, laboratorium di FIA UB perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan agar mampu menghasilkan riset yang relevan serta menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan publik.
Laboratorium sebagai Pusat Inovasi Mahasiswa
Dalam konteks pengembangan mahasiswa, Rendra melihat laboratorium sebagai tempat terbaik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan aplikatif. Melalui kegiatan seperti Lab Connect, mahasiswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga diajak untuk menerapkan langsung konsep yang dipelajari melalui penelitian, simulasi kebijakan, dan proyek inovatif.
“Laboratorium adalah sarana bagi mahasiswa untuk belajar langsung dari praktik. Dalam konteks administrasi publik dan perencanaan pembangunan, mahasiswa bisa memahami bagaimana proses kebijakan dibuat dan dievaluasi berdasarkan simulasi nyata,” ujar Rendra.
Dengan demikian, kegiatan laboratorium menjadi media pembelajaran integral yang memperkuat kapasitas akademik sekaligus mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja dan profesional. Kegiatan seperti Lab Connect diharapkan mampu menjadi katalisator dalam menghubungkan mahasiswa dengan dunia riset dan praktik kebijakan publik secara langsung.
Harapan untuk Pengembangan Keilmuan Berkelanjutan
Menutup pemaparannya, Rendra berharap agar program Lab Connect dapat terus dijalankan secara berkelanjutan dan diperluas jangkauannya ke seluruh laboratorium di lingkungan FIA UB. Ia juga mendorong agar kegiatan tersebut tidak berhenti pada seminar atau lokakarya, melainkan berkembang menjadi kolaborasi penelitian, pendampingan mahasiswa, serta forum diskusi yang melibatkan praktisi dan akademisi.
“Harapan saya, Lab Connect bisa terus menjalin kerja sama dengan laboratorium dalam rangka pengembangan keilmuan mahasiswa, baik melalui pendampingan, seminar, maupun kajian yang langsung dengan praktik. Hal-hal seperti ini penting untuk memastikan mahasiswa mendapatkan pengalaman yang kontekstual,” tuturnya.Melalui semangat kolaboratif ini, Workshop Lab Connect Vol. 2 diharapkan menjadi tonggak dalam memperkuat hubungan antara dunia akademik dan dunia praktik. FIA UB berkomitmen menjadikan laboratorium sebagai pusat inovasi dan riset strategis yang mendukung kemajuan ilmu administrasi publik, serta menghasilkan lulusan yang siap berkontribusi bagi pembangunan bangsa. (nid/dht)










