Kanal24, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menyiapkan langkah besar dengan menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun ke enam bank milik negara (Himbara). Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pada Kamis (11/9/2025) di Kompleks DPR, Jakarta.
Latar Belakang Penempatan Dana
Menurut Purbaya, keputusan ini diambil untuk mempercepat perputaran likuiditas di sektor perbankan, sekaligus mendukung pembiayaan produktif di masyarakat. Ia menegaskan bahwa dana tersebut bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah yang kini tersimpan di Bank Indonesia dengan total mencapai Rp 440 triliun.
Baca juga:
Harga Emas Dunia Pecah Rekor US$3.600
“Daripada nongkrong di BI, lebih baik kita putarkan ke bank agar ekonomi bergerak. Kalau nanti kurang, bisa ditambah lagi. Uang negara kan terus masuk dari pajak dan penerimaan lain,” jelasnya.
Enam Bank Himbara Jadi Penyalur
Enam bank Himbara yang mendapat aliran dana segar itu adalah Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan Bank Syariah Nasional (BSN). Pemerintah memberikan fleksibilitas penggunaan dana kepada pihak bank, namun dengan syarat tidak digunakan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Yang penting likuiditas masuk ke sistem. Pemakaian silakan saja oleh bank, asal tidak dipakai beli SBN atau SRBI,” tegas Purbaya.
Cair Mulai Jumat
Penempatan dana raksasa tersebut akan mulai digelontorkan pada Jumat (12/9/2025). Purbaya memastikan tanda tangan pencairan dilakukan segera, sehingga dana bisa langsung masuk ke rekening bank penerima.
“Malam ini saya tanda tangan, besok sudah masuk ke enam bank itu,” ujarnya.
Skema dan Tujuan Kebijakan
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menambahkan bahwa skema penyaluran dana ini mengikuti pola yang sebelumnya diterapkan dalam program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih). Pada program tersebut, pemerintah menyalurkan Rp 16 triliun untuk pembiayaan koperasi desa dan direncanakan meningkat menjadi Rp 83 triliun pada 2026.
“Intinya, dana ini untuk mempercepat penyaluran kredit produktif. Tidak boleh dipakai untuk membeli instrumen keuangan negara karena justru akan mengurangi dampak kebijakan ini,” ungkap Febrio.
Baca juga:
Pasar Bergejolak Usai Sri Mulyani Diganti
Langkah Strategis Menghadapi Tantangan Ekonomi
Kebijakan penyuntikan dana ini dinilai sebagai langkah strategis pemerintah untuk menjaga stabilitas perbankan sekaligus memperkuat daya dorong ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Dengan adanya tambahan likuiditas, perbankan diharapkan lebih agresif menyalurkan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif, termasuk UMKM, infrastruktur, dan industri prioritas.
Purbaya menegaskan bahwa dampak dari kebijakan ini akan terus dievaluasi. “Kita lihat dulu seminggu, dua minggu, tiga minggu. Kalau dirasa kurang, bisa kita tambahkan lagi,” tutupnya. (nid)